"Bisnis penerbangan dan turisme sulit bangkit ditengah pandemi diperparah masih adanya kewajiban tes polymerase chain reaction (PCR) yang dirasa memberatkan"
PEKANBARU - Para pengusaha yang terlibat dalam industri penerbangan dan turisme mengatakan kewajiban tes PCR bagi calon penumpang pesawat seperti di Bandara Sultan Syarif Wasim Pekanbaru akan menyulitkan mereka bangkit setelah terpuruk sekian lama akibat pandemi.
Sementara pakar epidemiologi menyarankan pemerintah untuk lebih berhati-hati supaya tidak menimbulkan lonjakan kasus baru atau gelombang ketiga. Peraturan baru yang dikeluarkan Satgas Covid-19 dan Kementerian Perhubungan, Kamis (21/10) menghapus syarat hasil negatif tes cepat antigen untuk penerbangan.
Sebelumnya, penumpang pesawat yang hendak melakukan perjalanan antar wilayah di dalam Pulau Sumatera misalnya boleh menunjukkan hasil tes cepat antigen asalkan sudah vaksinasi dosis kedua.
Industri penerbangan lebih lama pulih juga seiring masih diberlakukan wilayah PPKM level tiga dan empat. Bisnis penerbangan masih menerima imbas pandemi ini dimana pengetatan persyaratan tersebut juga menambah beban bagi calon penumpang. Ini berarti bisnis penerbangan harus menunggu lebih lama untuk pulih kembali.
"Jadi kita intinya menunggu titik balik kapan kita bisa mengembalikan penerbangan ini seperti jumlah penumpang sebelum Covid," kata Ketua Umum Kadin Riau, Juni Ardianto Rachman saat penyerahan Liquid oksigen dan 400 unit tabung oksigen di Pekanbaru.
Juni Ardianto Rachman didepan sejumlah media menyatakan aturan baru yang dikeluarkan pemerintah sebagai cara pemerintah menyeimbangkan perlindungan kesehatan dengan pemulihan ekonomi.
Bagaimanapun, dengan kemajuan signifikan yang sudah dicapai dalam hal pertama, ia berharap pemerintah mulai menitikberatkan hal kedua. "Saya melihat indikasinya dari angka penyebaran sudah mulai menurun, menurut saya itu indikasi baik bahwa pemerintah sukses menyelenggarakan vaksinasi dan menerapkan protokol kesehatan. Oleh karena itu sekarang, saya pikir, waktunya kita untuk minta bantuan agar ekonomi ini bisa kembali pulih," katanya.
Pengetatan syarat naik pesawat juga dikhawatirkan menghambat geliat ekonomi berbasis turisme, kata Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Riau, Wijatmoko Rah Trisno.
Dia mengatakan syarat PCR ini akan mengganggu rencana para wisatawan yang hendak datang ke Riau. "Karena gelombang wisatawan yang datang ke Riau memang mayoritas dari Pulau Jawa," kata Wijatmoko Rah Trisno.
Wijatmoko berharap pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang ramah turisme, apalagi menjelang akhir tahun. Hal itu supaya ekonomi di Riau juga bisa bergerak kembali -- bukan hotel saja tapi juga sektor-sektor lain seperti restoran, pedagang-pedagang souvenir, dan lain sebagainya.
Satu hal yang perlu dipikirkan pemerintah, menurut Wijatmoko, ialah bilamana banyak wisatawan tetap datang lewat jalur darat - yang membolehkan hasil negatif rapid test antigen - menggunakan kendaraan pribadi sehingga mengakibatkan kemacetan.
Wijatmoko meminta pemerintah mengevaluasi baik-baik kebijakan ini, dan segera melakukan relaksasi. Ia khawatir kalau masyarakat merespons kebijakan ini secara negatif, banyak orang akan batal datang ke Riau - dan kondisi itu tidak diharapkan masyarakat.
"Karena masyarakat Riau sebenarnya sangat desperate ingin kegiatan pariwisata itu bergerak kembali sehingga ada kehidupan lagi, segera mulai secara perlahan kembali normal," ujarnya.
Mengapa pemerintah mewajibkan tes PCR untuk penumpang pesawat?
Berdasarkan Surat Edaran No. 21 tahun 2021 yang dikeluarkan Satgas Covid-19, calon penumpang moda transportasi udara dari dan ke daerah di wilayah serta daerah dengan PPKM level tiga dan empat wajib menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama serta menunjukkan surat keterangan hasil negatif tes RT-PCR yang sampelnya diambil dalam maksimal 2x24 jam sebelum keberangkatan.
Adapun perjalanan dengan moda transportasi laut dan darat, menggunakan kendaraan pribadi atau umum, mensyaratkan kartu vaksin (minimal dosis pertama) dan surat keterangan hasil negatif PCR yang berlaku 2x24 jam atau hasil negatif rapid test antigen yang berlaku 1x24 jam.
Juru bicara pemerintah untuk Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, menjelaskan alasan pengetatan syarat tes untuk moda udara adalah sudah tidak diterapkannya penjarakan antar tempat duduk dan kini pesawat boleh mengangkut penumpang dengan kapasitas penuh.
"PCR sebagai metode tes gold standard dan lebih sensitif daripada rapidantigen dalam menjaring kasus positif diharapkan dapat mengisi celah penularan yang mungkin ada," ujarnya dalam konferensi pers.
Namun demikian, untuk mengoptimalkan upaya pencegahan penularan, pihak maskapai wajib menyiapkan tiga baris yang dikosongkan untuk pemisahan jika ditemukan penumpang yang bergejala saat perjalanan.
Juru bicara kementerian perhubungan, Adita Irawati, mengatakan pengetatan persyaratan naik pesawat ini diterapkan dalam rangka menyusun langkah-langkah antisipasi menjelang Natal dan Tahun Baru 2022.
Adita menjelaskan, transportasi udara menunjukkan peningkatan seiring kondisi pandemi di Indonesia mulai melandai. Kemenhub telah mencatat peningkatan 10-12% jumlah penumpang pesawat sejak Agustus lalu.
"Jadi dengan tidak adanya pembatasan kapasitas namun dilakukan pengetatan syarat perjalanan dengan PCR, ini sebenarnya salah satu cara kita untuk melihat apakah pola ini untuk tetap menjaga agar mobilitas masyarakat itu aman dan sehat, tidak menimbulkan lonjakan-lonjakan kasus seperti kejadian Nataru sebelumnya," ujarnya.
Selain memperketat syarat untuk moda transportasi udara, Adita mengatakan pemerintah juga akan meningkatkan pengawasan pada transportasi darat, termasuk bekerja sama dengan Korlantas Polri.
"Kami terus belajar dari pengalaman-pengalaman libur panjang, di tahun 2021 maupun 2020 untuk mengantisipasi agar transportasi darat, khususnya bus antar kota ini bisa mengikuti ketentuan dan tidak punya potensi untuk terjadi penularan di dalam transportasi tersebut," kata Adita.
Epidemiolog Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko Wahyono, mengatakan persyaratan tes PCR bagi penumpang pesawat udara dapat membantu mengurangi kasus baru, namun ia menilai pemerintah masih kurang berhati-hati dengan mengizinkan kapasitas maksimal pesawat hingga 100%.
Menurut Miko, seharusnya kapasitas pesawat tetap dibatasi, lalu ditingkatkan perlahan-lahan. "Harusnya hati-hati, kemudian dicoba dulu, dicek apakah tidak ada penularan selama dua minggu lah paling tidak. Kalau itu bagus ya silakan dinaikkan jadi 90% atau 100%," ujarnya.
Selain itu, ia menekankan perlunya pengawasan ekstra pada laboratorium yang mengeluarkan hasil tes PCR. Jangan sampai ada calon penumpang yang hanya membeli hasil negatif tanpa diperiksa, ujarnya.
Waspada gelombang ketiga
Kekhawatiran terhadap kemungkinan gelombang ketiga pandemi Covid-19 menjadi perhatian Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Riau. Satgas khawatir, menurunnya angka kewaspadaan akan menurunkan kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan.
"Kalau pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) turun level, kepatuhan pakai masker itu tetap, karena kita harus tetap waspada gelombang ketiga," kata Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Riau dr Indra Yovi.
Pada gelombang kedua pandemi, menurut Yovi, kasus harian Covid-19 bisa mencapai 2.000 kasus. "Jangan sampai terjadi penambahan 2.000 kasus kembali. Kalau paling tinggi 500 kasus, setidaknya rumah sakit tidak penuh," kata Yovi. Untuk itu, Yovi mengingatkan agar protokol kesehatan tetap dijalankan, agar kekhawatiran gelombang ketiga pandemi tidak terjadi.
Adapun kasus kematian akibat Covid-19 di Riau masih cukup tinggi Berdasarkan data, kasus kematian tertinggi di Riau didominasi oleh Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) dengan sebanyak 6 persen. Selanjutnya, Pelalawan 5,1 persen; Bengkalis dan Kampar masing-masing 4,3 persen; serta Rokan Hilir (Rohil) 4,1 persen.
"Kasus kematian akibat Covid-19 di Rohul, Pelalawan, Bengkalis dan Rohil, angkanya hampir mencapai angka nasional. Ini sedang kami mapping, apa permasalahannya, kok bisa angka kematiannya tinggi," kata Yovi.
Selain itu, menurut Yovi, kasus kematian terhadap anak juga tinggi. Ia menduga, tingginya kasus kematian disebabkan lambatnya pasien dirujuk ke rumah sakit.
"Ini sedang kita cari tahu, apa karena pasiennya enggak mau dirawat di rumah sakit atau bagaimana. Misal kalau kasus anak, orangtuanya ragu untuk membawa anak ke rumah sakit, karena khawatir apakah saat diisolasi nanti bisa ditemani atau tidak, atau bagaimana," kata Yovi.
Harga swab PCR turun
Menyikapi bisnis penerbangan dan turisme yang terkihat sudah terseok ditengah pandemi, Pemerintah provinsi Riau yang masih tetap mengikuti apa yang menjadi keputusan pemerintah pusat, dalam penerapan syarat perjalanan dengan menggunakan pesawat udara dimana penumpang diwajibkan menunjukkan hasil tes PCR negatif Covid-19, untuk seluruh tujuan penerbangan lantas memberikan angin segar dengan menurun harga tes PCS menjadi Rp300 ribu.
“Sesuai instruksi Menteri Dalam Negeri, untuk perjalanan dengan menggunakan pesawat udara menggunakan hasil tes PCR negatif Covid-19. Hasil rapid antigen tidak diberlakukan lagi, kita mengikuti apa yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah,” kata Kepala Dinas Kesehatan [Kadiskes] Riau, Mimi Yuliani Nazir dalam keterangan pers nya, Selasa (26/10).
Terkait intruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar harga tes PCR dapat diturunkan menjadi Rp300 ribu, Pemprov Riau minta seluruh rumah sakit dan klinik yang menerima swab PCR bagi masyarakat, agar nantinya ikut menyesuaikan aturan Kementerian Kesehatan.
“Aturan perjalanan hasil swab negatif, diikuti dengan penurunan harga swab PCR. Sebelumnya kan harganya Rp500 ribu, dan sekarang dari keputusan Menteri Kesehatan turun lagi menjadi Rp300 ribu. Tapi kita masih menunggu apa isi aturan yang berlaku untuk penerbangan sesuai dengan tingkatannya,” jelasnya.
“Bagi rumah sakit dan klinik yang membuka swab PCR, agar bisa menyesuaikan dengan harga yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan. Hasil swab disesuaikan degan keberangkatan penumpang,” tambahnya. (*)
Tags : Pesawat, Bisnis di Riau, Perjalanan, Virus Corona, Tes PCS, Kesehatan,