Kepri   05-05-2025 12:2 WIB

Budidaya Ikan Napoleon dan Kerapu di Pulau Sedanau Banyak Dilirik Warga Hong Kong, 'yang Bisa Tembus Rp1 Juta Per Ekor'

Budidaya Ikan Napoleon dan Kerapu di Pulau Sedanau Banyak Dilirik Warga Hong Kong, 'yang Bisa Tembus Rp1 Juta Per Ekor'
Keramba budidaya ikan napoleon dan ikan kerapu di Pulau Sedanau Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.

KEPULAUAN RIAU - Warga Pulau Sedanau, Kecamatan Bunguran Barat, Kepulauan Riau banyak melakukan budidaya ikan Napoleon dan Kerapu yang sudah menjadi primadona dan menjanjikan karena harga jual yang mahal, mencapai Rp 1 juta per ekor.

"Harga jual ikan Napoleon dan Kerapu yang fantastis membuat warga memilih membudidayakan Ikan Napoleon sebagai mata pencaharian."

"Sumber mata pencaharian yang paling besar di Pulau Sedanau ini adalah bilis semacam ikan teri. Kemudian di sini ada juga ikan unggulan ikan napoleon dan kerapu," kata Ridwan, salah satu peduduk setempat.

Diakuinya, Pulau Sedanau menyimpan berbagai keistimewaan di dalamnya.

70 persen pemukiman warga di Sedanau berada di permukaan laut sehingga kerap disebut sebagai 'kota terapung'.

Mayoritas warga Sedanau berprofesi sebagai nelayan dan pembudidaya ikan. Adapun salah satu budi daya ikan yang paling terkenal di Sedanau adalah ikan napoleon.

Bagi warga Natuna, ikan napoleon menjadi sebuah anugerah karena bernilai jual tinggi.

Apalagi ikan ini hanya dijumpai di kawasan Samudera Hindia dan Samudra Pasifik.

"Napoleon itu kalau memang (yang) besar, besarannya itu sekitar satu kilo, kemudian kalau ada di atas satu kilo, itu harganya bisa lebih dari Rp 1 juta per kilonya," kata Ridwan lagi.

"Ikan Napoleon ini bisa diternak atau dipelihara. Jadi ikan Napoleon ini termasuk ya ikan yang menurut saya ikan yang sangat mahal. Karena memang satu kiloannya Rp 1 jutaan," lanjutnya.

Salah satu pembudidaya ikan napoleon di Sedanau, Rodi mengaku ikan napoleon biasanya dibudidaya dari bibit yang masih kecil.

"Pemeliharaan bibit pun harus dilakukan secara khusus menggunakan keramba jaring apung," sebutnya.

Rodi mengaku, meski punya harga tinggi, melakukan budi daya ikan napoleon ternyata tak semudah yang dibayangkan.

"Kalau di sini kita beli (bibit ikan) dari orang kampung, mereka cari bibit kecil-kecil, kita beli (untuk dibudidaya). Pelihara ikan napoleon dari bibit kecil itu susah, kadang-kadang kalau nggak bisa pelihara, bisa mati," katanya.

"Jadi kita harus rawat dengan baik, kalau merawatnya nggak benar, bisa mati. Memang risikonya berat itu ngerawat napoleon, untung-untungan lah," ungkapnya.

Soal perawatannya pun juga tak boleh sembarangan. Rodi menjelaskan setiap harinya ia harus memberi makan ikan sebanyak dua kali sehari.

"Untuk perawatannya dikasih makan dua kali makan, pagi sama sore lah kalau air pasang. Satu hari itu kita kasih makan satu kilo. Makanannya biasanya ikan teri," lanjutnya.

Tak hanya bernilai jual tinggi, ikan Napoleon ternyata juga banyak dilirik warga Hong Kong.

Beberapa warga Sedanau pun kerap mengekspor budi daya ikan-ikan miliknya ke Hong Kong sesuai dengan regulasi pemerintah.

"Nanti setiap satu bulan atau dua bulan sekali, akan ada kapal Hong Kong yang menjemput ikan ini dijual, mereka jual langsung ke kapal Hong Kongnya," ungkapnya.

Tetapi ekspor ikan di Sedanau tentunya juga tak lepas dari perkembangan infrastruktur di sana.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto menyatakan, pelaksanaan produksi menjadi fokus dari KKP untuk semua sektor yang menjadi wewenang, termasuk perikanan budidaya yang dalam beberapa tahun terakhir semakin memperlihatkan kemajuannya.

“Sekarang ini bagaimana menggenjot produktivitas di tengah tantangan penurunan daya dukung dan perubahan iklim global seperti saat ini,” ucapnya.

Menurut Slamet, dalam melaksanakan produksi, perikanan budidaya berusaha untuk selaras dengan program Pemerintah yang sedang melaksanakan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Dengan cara seperti itu, dia meyakini kalau perikanan budidaya tidak akan terkena dampak negatif akibat perubahan iklim, dan sebaliknya justru menjadi positif.

“Upaya yang dilakukan, adalah dengan melaksanakan produksi perikanan yang ada di darat dan laut dengan prinsip berkelanjutan,” tuturnya.

Menurut Slamet, upaya untuk menggenjot produksi perikanan budidaya, menjadi bagian dari pemenuhan kebutuhan pangan nasional dari sektor kelautan dan perikanan.

Akan tetapi, upaya tersebut saat ini sedang mendapat gangguan karena adanya ancaman dampak perubahan iklim yang sedang menerjang seluruh dunia.

Ancaman itu, dinilai akan bisa menurunkan produktivitas dan juga ketersediaan sumber daya air dan lahan. Padahal, kedua item itu diketahui menjadi faktor penentu keberhasilan produksi komoditas di kelautan dan perikanan.

Bagi Slamet, permasalahan tersebut harus dicarikan solusi yang efektif dalam pelaksanaannya.

“Terlebih, Indonesia berkomitmen untuk mewujudkan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) utamanya pada goal kedua, yakni pengentasan kelaparan,” jelasnya.

Slamet juga menyebutkan, karena ada tanggung jawab yang besar untuk Indonesia, maka dalam pencarian solusi yang efektif, perlu dipertimbangkan berbagai faktor, terutama tentang pengembangan produksi dengan tetap berlandaskan pada prinsip berkelanjutan.

Cara tersebut, diharapkan bisa memecahkan persoalan pemenuhan pangan, terutama untuk negara berkembang seperti Indonesia.

Di antara upaya yang bisa dilakukan, menurut Slamet, adalah dengan membuat inovasi produksi perikanan budidaya yang berkelanjutan dengan berlandaskan pada adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.

Cara seperti itu, bisa dipertimbangkan, karena di masa mendatang perikanan budidaya diprediksi akan menjadi andalan dunia untuk pemenuhan kebutuhan pangan.

Dengan melakukan inovasi, Slamet berkeyakinan bahwa produksi perikanan budidaya akan tetap berjalan normal dan bisa memenuhi kebutuhan pangan nasional dan dunia.

Kemudian, di saat yang sama juga dampak dari perubahan iklim bisa tetap dikendalikan oleh seluruh negara di dunia, utamanya adalah Indonesia.

“Saya rasa ini jadi pekerjaan rumah kita, dan harus memulai dari sekarang,” tegasnya.

Dampak perubahan iklim yang diprediksi akan masuk ke semua sektor kehidupan, menurut Slamet, memang sudah diprediksi oleh KKP dan karenanya sudah disiapkan berbagai langkah untuk mengatasi dampak tersebut. Termasuk, menghadapi tantangan dari sektor perikanan budidaya yang juga terkena dampak dari perubahan iklim.

Untuk itu, KKP mendorong kepada semua pembudidaya ikan untuk bisa melaksanakan produksi demi terwujudnya pemenuhan pangan dengan menerapkan prinsip berkelanjutan.

Salah satu yang bisa mendorong terwujud tujuan tersebut, adalah dengan membuat inovasi yang bisa mewujudkan peningkatan produksi sekaligus beradaptasi dan mitigasi dengan dampak perubahan iklim.

Adapun, Slamet menyebutlan, inovasi yang bisa dilakukan adalah dengan mengadopsi teknologi mutakhir untuk perikanan budidaya. Seperti:

  • Penerapan integrated multitrophic aquaculture (IMTA);
  • Pengembangan teknologi bioflok yang memungkinkan peningkatan produktivitas tinggi, ramah lingkunganan efisien dalam penggunaan lahan dan sumber daya air;
  • Pengembangan sistem minapadi;
  • Pengembangan recirculating aquaculture system (RAS) atau close system yang mampu menggenjot produktivitas hingga 100 kali lipat, efisien dalam penggunaan air dan lahan;
  • Teknologi ultrafine bubble oxygen yang mampu meningkatkan produktifitas; dan
  • Mendorong pengembangan budidaya ikan lokal seperti papuyu, belida, tawes, semah, gabus, ikan batak, dan jenis lokal lainnya.

Jadi menurut Slamet, inovasi dilakukan bisa menyelamatkan sub sektor perikanan budidaya di Indonesia dari keterpurukan akibat terkena dampak dari perubahan iklim. Inovasi-inovasi tersebut, menjadi langkah yang strategis bagi Indonesia untuk mendorong terwujudnya pemenuhan pangan dengan prinsip berkelanjutan.

“Inovasi-inovasi teknologi semacam inilah yang akan terus kita dorong dan diaplikasikan di masyarakat secara massif, sehingga tantangan berkaitan dengan penurunan daya dukung dan perubahan iklim ini dapat diantisipasi sejak dini,” katanya. (rp.hend/*)

Tags : budidaya ikan napoleon dan kerapu, pulau sedanau, kepulauan riau, ikan napoleon dan kerapu dilirik warga hongkong, harga jual ikan napoleon dan kerapu bisa tembus rp1 juta per ekor ,