News Kota   2023/07/30 10:47 WIB

Bupati Afrizal Sintong Bertemu Dr M Nurul Huda Ngobrol Serius Tapi Santai, 'Apa yang mereka Bicarakan Hingga Larut Malam'

Bupati Afrizal Sintong Bertemu Dr M Nurul Huda Ngobrol Serius Tapi Santai, 'Apa yang mereka Bicarakan Hingga Larut Malam'
Bupati Afrizal Sintong [kiri] bertemu Dr Muhammad Nurul Huda [kanan].

PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Pakar hukum Pidana dan Tata Negara dari Universitas Islam Riau [UIR] Dr Muhammad Nurul Huda berbicara serius dengan Bupati Rokan Hilir [Rohil], Afrizal Sintong SIP tadi malam Minggu 29 Juli 2023 duduk di kedai kopi Aceh Jalan Paus, Pekanbaru.

Pertemuan tadi malam itu terlihat santai tapi keduanya serius dibaringi dengan canda tawa dimulai pukul 8.00 wib malam hingga berunjung tengah malam.

Keduanya banyak membicarakan beberapa hal baik soal pemerintahan di Rokan Hilir, tetapi pembicaraan itu hanya terdengar sayup-sayup dan perlahan.

Tetapi problem mendasar pertama telah muncul terdengar soal peristiwa tertangkaptangannya Wakil Bupati Rohil H Sulaiman SS MH disebuah hotel yang sempat ditangani penyidik kepolisian.

Akrobat penegakan hukum yang dipertontonkan pada peristiwa yang sempat mengebohkan di Riau itu kemudian berujung pada korespondensi dengan bersuratnya Gubernur Riau untuk dilakukan pemberhentian perkara dan dapat dijalani secara kekeluargaan, tetapi sebagain tokoh masyarakat Riau khususnya di Rohil menilai itu sebuah tindakan yang tidak prosudural 'prosudural's inappropriate action'.

Seperti sebelumnya disebutkan H Darmawi Wardhana Zalik Aris, SE Ak, dari Badan Pekerja Nasional [Bakernas] Indonesian Corruption Investigation [ICI] mengemukakan pandangannya berdasarkan ketentuan, bahwa yang berwenang semestinya mengusulkan pemberhentian sementara kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah kepada Wabup Rohil H Sulaiman.

"Melalui instrumen aparat hukum. Dengan demikian maka terdapat aspek prosudur yang bermasalah terkait dengan Keputusan Gubri tersebut," ucap Darmawi Wardhana dengan singkat.

Tetapi kembali dengan pertemuan keduanya [Afrizal Sintong dan Nurul Huda] tergambar dalam pembicaraan mereka bahwa persoalan serius lainnya yang terjadi adalah tidak mendapatkannya Keputusan Mendagri secara resmi.

Hal ini kemungkinan sangat elementer, sebab berkaitan dengan kedudukan subjek hukum yang tentunya mempunyai hak konstitusional untuk menilai apakah produk kebijakan Mendagri tersebut mengandung unsur kesewenang-wenangan atau tidak, agar yang bersangkutan dapat mengunakan haknya untuk 'challenge' jika itu mengarah ke pengadilan.

Sebab, kata Nurul Huda, hal ini sejalan dengan prinsip hukum administrasi. Yaitu sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 61 dan Pasal 62 UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

"Dalam pasal itu ditegaskan bahwa Keputusan segera disampaikan kepada yang bersangkutan atau paling lama 5 (lima) hari kerja sejak ditetapkan."

Tetapi soal kasus Wabup Rohil ini jelas menunjukkan dan tentunya akan menimbulkan ketidakpastian hukum dalam urusan pemerintahan di Kabupaten Rohil.

'Reasoning'-nya adalah bagaimana dengan perbuatan-perbuatan hukum yang telah dilakukan oleh Wabup Sulaiman selama beberapa waktu yang lalu itu?

Sehingga secara doktriner hukum administrasi negara, idealnya produk Keputusan Mendagri harus jelas mengatur soal keadaan hukum yang secara khusus mengatur transisi seperti itu agar kepastian hukum tetap terjaga, apalagi satu keputusan yang dibuat, namun tidak menjangkau pranata jabatan Wabup Rohil, terang Nurul Huda yang terdengar sayup-sayup itu.

Jadi masalah kisruh ini sangat berpotensial akan disengketakan di pengadilan. Baik melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun soal konstitusionalitas norma Pasal 83 ayat (1) UU 23/2014 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya memandang memang terdapat problem hukum yang cukup mendasar, baik dari aspek hukum administrasi pemerintahan maupun problem konstitusionalitas," sebutnya.

Selain itu, keduanya berbicara tentang Kepala Desa Bukan Raja: Telaah Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.

Tetapi menyikapi ini, Koordinator Lembaga Ketahanan Ekonomi Desa [LKED] H. Darmawi Wardhana Zalik Aris ditanya menilai, memang sebagai negara hukum, pelaksanaan pemerintahan dilakukan berdasarkan prinsip supremasi hukum, dengan demikian setiap perbuatan yang dilakukan oleh pemerintah harus sejalan dengan hukum yang ada.

"Kondisi ini melahirkan sebuah antitesis bahwa perbuatan pemerintah yang di luar dari itu dapat termasuk bukan wewenang, melampaui wewenang, atau sewenang-wenang."

"Soal kekuasaan, dalam istilah Lord Acton, dikenal ungkapan Power tends to corrupt; absolute power corrupts absolutely sehingga tanpa pembatasan kekuasaan maka arah yang dituju oleh pemerintahan hanya kepentingan pribadi dan golongan tertentu semata," sebut Darmawi Wardhana.

Berbeda kondisi dengan pemerintahan yang menganut sistem monarki absolut, kata dia, dengan kewenangan penguasanya yang tanpa batas, sebab raja adalah hukum itu sendiri.

Dalam pemerintahan desa, menurutnya, posisi kepala desa bukan sebagai raja di wilayah disebuah Kabupaten, yang dapat menjalankan pemerintahan atas sekehendaknya saja.

"Termasuk dalam pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa, melibatkan intuisi berupa like and dislike dengan mengesampingkan aturan adalah perbuatan yang tidak dapat dibenarkan," sebut Darmawi Wardhana.

Menurut Darmawi Wardhna, kondisi ini tidak lain adalah bentuk penyakit nepotisme, pengisian jabatan di pemerintahan yang didasarkan pada hubungan bukan pada kemampuan.

Akibat paling sederhana yang dapat ditimbulkan oleh praktik pengisian jabatan seperti ini dalam aspek pelayanan publik adalah adanya potensi maladministrasi dalam pemberian layanan akibat petugas yang tidak kompeten. 

Begitu serius tetapi santai pada pertemuan kedua tokoh itu [Afrizal Sintong dan Nurul Huda] pada malam itu. Pertemuan kedua tokoh di malam Minggu ini dalam pembicaraanya dapat disimpulkan bahwa; perangkat desa yang juga merupakan unsur penyelenggara pemerintahan desa yang memiliki tugas membantu kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya pada penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat di desa, tentu berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Jadi wewenang untuk mengangkat dan memberhentikan perangkat desa tetap berada pada kepala desa, namun pelaksanaan wewenang tersebut tentunya harus sesuai dengan mekanisme yang telah diatur. (*)

Tags : bupati afrizal sintong, pakar hukum nurul huda, bupati dan pakar hukum bertemu, bupati dan pakar hukum berbicara serius tapi santai, news kota,