INTERNASIONAL - China merilis peta baru yang mencaplok wilayah yang disengketakan dengan India. Peta itu juga mencakup klaim Beijing yang meluas atas wilayah Laut China Selatan - termasuk perairan Natuna di Indonesia.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi menegaskan bahwa penarikan garis wilayah, termasuk Peta Standar China Edisi 2023, harus sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982).
"Penarikan garis apa pun, klaim apa pun yang dilakukan harus sesuai dengan UNCLOS 1982," kata Retno, seperti dikutip dari kantor berita Antara, Kamis (31/08).
"Posisi Indonesia ini bukan posisi yang baru, tetapi posisi yang selalu disampaikan secara konsisten," tegas Retno kemudian.
Sebelumnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah mengatakan pihaknya tengah mencari "kebenaran berita" terkait peta baru yang dirilis negeri Tirai Bambu tersebut.
"Tengah dimintakan informasi ke KBRI Beijing atas kebenaran berita tersebut," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah kepada BBC News Indonesia, Rabu (30/08).
Ketika ditanya apakah Indonesia akan melayangkan protes seperti halnya yang dilakukan India, Faizasyah mengatakan bahwa pihaknya "menunggu masukan dari KBRI terlebih dahulu".
Peta terbaru China itu disebut mencakup bagian wilayah maritim zona eksklusif ekonomi (ZEE) Malaysia dekat Sabah dan Sarawak, Brunei, Filipina, Indonesia, dan Vietnam.
ZEE adalah laut lepas di mana sebuah negara mempunyai hak berdaulat (sovereign right) atas sumber daya alam yang ada di dalam laut itu.
Menurut Konvensi Hukum Laut Internasional, di wilayah perairan ini, negara mempunyai hak untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam hayati maupun non hayati.
Sengketa di perairan Natuna kembali mencuat pada akhir Desember 2019 silam setelah terjadi insiden yang digambarkan sebagai pengambilan ikan secara ilegal oleh nelayan-nelayan China di kawasan ZEE Indonesia.
Kementerian Luar Negeri Indonesia lantas melayangkan protes keras ke Beijing kala itu. Dalam kesempatan terpisah, juru bicara Kementerian Luar Negeri China mengatakan, China mempunyai hak historis di Laut China Selatan.
'Protes keras' India dan Malaysia
Pemerintah Malaysia menolak peta baru China yang mengeklaim perairan lepas pantai Malaysia di Laut China Selatan.
Dalam peta baru China, negara itu mengeklaim kedaulatan atas hampir seluruh Laut China Selatan, meskipun pengadilan internasional memutuskan bahwa hak Beijing tidak memiliki dasar hukum.
“Malaysia tidak mengakui klaimChina di Laut Cina Selatan, sebagaimana dituangkan dalam ‘Peta Standar China Edisi 2023’ yang mencakup wilayah maritim Malaysia,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Malaysia, seperti dikutip dari kantor berita AFP.
Pemerintah Malaysia mengatakan perselisihan tersebut harus “ditangani secara damai dan rasional melalui dialog” berdasarkan hukum internasional.
Malaysia, Filipina, Vietnam dan Brunei juga memiliki klaim yang tumpang tindih di beberapa bagian Laut China Selatan.
Peta yang dirilis pemerintah China pada Senin (28/08) juga mencaplok wilayah yang disengketakan dengan India. India telah melayangkan "protes keras" atas klaim sepihak itu.
“Kami hari ini telah mengajukan protes keras melalui saluran diplomatik dengan pihak China mengenai apa yang disebut ‘peta standar’ China tahun 2023 yang mengklaim wilayah India,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri India, Arindam Bagchi dalam sebuah pernyataan.
Dalam peta yang dibuat oleh Kementerian Sumber Daya Alam China itu, negara bagian Arunachal Pradesh di timur laut dan dataran tinggi Aksai Chin yang disengketakan dengan India sebagai wilayah China.
Sementara juru bicara Kementerian Luar Negeri India Arindam Bagchi menambahkan bahwa klaim sepihak yang dilakukan oleh China itu “hanya mempersulit penyelesaian masalah perbatasan”.
“Kami menolak klaim tersebut karena tidak memiliki dasar,” tegas Arindam.
Menteri Luar Negeri India S Jaishankar juga menyebut klaim Tiongkok “tidak masuk akal”.
“China bahkan di masa lalu telah mengeluarkan peta yang mengklaim wilayah-wilayah yang bukan milik China, yang merupakan milik negara lain. Ini adalah kebiasaan lama mereka,” katanya kepada saluran TV NDTV pada Selasa (29/08).
Protes India terjadi beberapa hari setelah Perdana Menteri Narendra Modi dan Presiden Tiongkok Xi Jinping berbicara di sela-sela konferensi aliansi negara berkembang BRICS di Afrika Selatan.
India kerap bereaksi keras terhadap upaya China untuk mengklaim wilayahnya.
Sumber ketegangan antara kedua negara tetangga ini adalah sengketa perbatasan sepanjang 3.440 km (2.100 mil) di sepanjang Himalaya yang tidak memiliki batas yang jelas.
Kehadiran sungai, danau, dan hamparan salju membuat garis tersebut dapat berpindah di beberapa tempat.
Tentara dari kedua belah pihak saling berhadapan di banyak titik, yang kerap memicu ketegangan – terakhir kali terjadi pada bulan Desember silam ketika pasukan India dan China bentrok di sepanjang perbatasan di Tawang, Arunachal Pradesh.
China mengeklaim seluruh Arunachal Pradesh sebagai wilayahnya dan menyebutnya sebagai “Tibet Selatan” – sebuah klaim yang ditolak keras oleh India. India mengklaim dataran tinggi Aksai Chin di Himalaya, yang dikuasai China.
Pada bulan April, Delhi bereaksi tajam terhadap upaya China untuk mengganti nama 11 tempat di Arunachal Pradesh, dengan mengatakan bahwa negara bagian tersebut akan selalu menjadi “bagian integral dan tidak dapat dicabut dari India”.
Hubungan antara India dan China memburuk sejak tahun 2020, ketika pasukan mereka terlibat dalam bentrokan mematikan di lembah Galwan di Ladakh – ini merupakan konfrontasi fatal pertama antara kedua belah pihak sejak tahun 1975.
Tags : china caplok wilayah sengketa, malaysia dan india tolak dan protes keras, cina, politik, india,