JAKARTA - Pemerintah menyediakan anggaran sebesar Rp123 triliun untuk menopang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang terdampak pandemi Covid-19. Namun skema penyaluran stimulus ekonomi itu dianggap berbelit dan penyalurannya lamban sehingga pelaku UMKM cemas mereka bakal terpuruk.
Kelompok UMKM di sektor perikanan yang tergabung dalam Komite Nasional Nelayan Indonesia (KNTI) khawatir tidak akan kebagian dana bantuan ratusan triliun rupiah yang dialokasikan pemerintah. Alasannya, kata Ketua KNTI, Dani Setiawan, sebelum pandemi mayoritas kelompok nelayan belum mampu mengakses bantuan pembiayaan pemerintah, seperti kredit usaha rakyat (KUR).
Jika pemerintah tidak aktif mendata UMKM dan bergerak cepat menyalurkan stimulus ekonomi, Dani menilai UMKM perikanan akan tetap terpuruk. Dani berkata, selama pandemi Covid-19 pelaku usaha perikanan terhimpit pasar ekspor yang lesu serta jual-beli domestik yang terhambatnya akibat pembatasan sosial. "Kredit usaha rakyat untuk sektor perikanan, persentasenya kecil sekali. Dalam kondisi sebelumnya, UMKM di bidang ini pada umumnya tidak terjangkau skema pembiayaan pemerintah," kata Dani dirilis BBC News Indonesia, Selasa (30/06).
Pemerintah, menurutnya, harus secara proaktif mendapatkan data lengkap, apa dan di mana saja UMKM perikanan yang mengalami masalah. "Secara substansi, kebijakan yang ada sudah baik, tapi skemanya rumit. Itu hanya bisa berjalan kalau ada UMKM yang mengajukan restrukturisasi," tutur Dani.
Stimulus ekonomi yang dijalankan melalui Kementerian Koperasi dan UMKM terdiri dari sejumlah program, antara lain subsidi bunga pinjaman sebesar Rp35,2 triliun, pinjaman modal kerja (Rp1 triliun), dana restrukturisasi (Rp78,7 triliun), dan pembebasan pajak penghasilan (Rp2,4 triliun). Presiden Joko Widodo, dalam rapat kabinet pada 18 Juni, meminta jajarannya melakukan berbagai upaya untuk menyalurkan bantuan untuk UMKM tersebut. Dalam video rapat kabinet yang dirilis hari Minggu (26/06) lalu itu, Jokowi mewanti-wanti agar jangan sampai stimulus ekonomi itu cair justru ketika UMKM sudah gulung tikar.
Namun alokasi anggaran lebih dari Rp100 triliun itu dianggap bukan satu-satunya solusi terbaik oleh Syahnan Phalipi, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia. Syahnan menilai, lembaga pemerintah semestinya bisa menyerap produk UMKM melalui proses pengadaan barang dan jasa. Ia menilai metode ini akan memberikan dampak langsung yang positif untuk UMKM. "Kalau UMKM kesulitan masuk ke proses pengadaan, bantu mereka. Dahulukan produk UMKM. Itu salah satu upaya membantu yang luar biasa," ujar Syahnan saat dihubungi.
"UMKM kan bisa berharap kepada negara karena negara memang punya uang."
"Kalau perlu, ubah cara lelang supaya produk UMKM yang diutamakan. Jangan gunakan cara lama, sampai kapanpun UMKM tidak akan mampu menang," kata Syahnan.
Pendapat Syahnan itu sama seperti anjuran Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P LIPI), yang menyebut stimulus dalam bentuk permintaan akan membantu UMKM bertahan dalam krisis. Berdasarkan survei Pusat Penelitian Ekonomi LIPI, yang dilakukan 1-20 Mei lalu terhadap 679 responden di 24 provinsi, penjualan lebih dari 94% UMKM turun selama pandemi Covid-19.
Sebanyak 59% UMKM menurunkan harga jual produk dan jasa untuk mempertahankan usaha. Akibatnya, keuntungan 43% UMKM turun lebih dari 75%. Deputi Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UMKM, Hanung Harimba Rachman, mengakui masih terdapat sejumlah kelemahan dalam regulasi dan implementasi stimulus ekonomi itu. Dari segi sosialisasi program misalnya, kata Hanung, belum banyak debitur yang tahu bahwa mereka harus secara mandiri mengajukan restrukturisasi pinjaman ke lembaga pembiayaan. "Ada 18 kementerian dan lembaga yang menangani UMKM. Kami adalah kementerian yang koordinasikan kebijakan, bukan kementerian teknis yang menyalurkan berbagai program," kata Hanung.
"Kami sekarang punya pusat kontak untuk memberikan informasi ke pelaku UMKM serta lembaga keuangan yang terkadang belum sepaham dengan proses ini," tuturnya.
Hanung menuturkan, kebijakan bantuan terhadap UMKM sudah menyasar berbagai sisi. Ia berkata, selain subsidi bunga kredit usaha, terdapat pula pinjaman modal kerja baru agar UMKM bisa kembali produktif setelah pembatasan sosial dilonggarkan. Kementeriannya, kata Hanung, juga sudah membuat skema agar pengadaan barang dan jasa di lingkungan pemerintah kini mengutamakan UMKM. "Dalam proses pengadaan barang dan jasa ada katalog elektronik. UMKM bisa mendaftarkan produk mereka ke sana," ujar Hanung.
"Nanti akan ada katalog khusus untuk produk UMKM, jadi kementerian atau lembaga, sebelum masuk ke katalog lain, wajib lebih dulu membuka katalog khusus UMKM. Tujuannya agar barang dan jasa UMKM terserap oleh negara."
"Selain siapkan katalog khusus UMKM, kami juga akan memberi bimbingan agar standar mereka bisa masuk ke dalam katalog itu," ucapnya.
Merujuk kajian Organisasi Buruh Internasional (ILO), mayoritas UMKM tutup, baik sementara maupun permanen, akibat pandemi Covid-19. Dari total 571 UMKM yang terlibat dalam survei ILO, 28% di antaranya mengaku kehilangan setengah dari pendapatan mereka. Bantuan pemerintah, baik finansial dan asistensi langsung, menurut ILO adalah salah satu faktor penentu bertahannya UMKM pada gejolak ekonomi selama pandemi. (*)
Tags : Covid-19, Usaha Mikro Kecil Menengah, UMKM, Stimulus Ekonomi, Penyaluran Lamban,