LINGKUNGAN - Ketika letusan dahsyat gunung berapi bawah laut Hunga-Tonga-Hunga-Ha'apai memicu tsunami di Tonga, Pasifik Selatan, pada Sabtu (15/01), berbagai satelit luar angkasa berada dalam posisi masing-masing untuk menangkap fenomena alam tersebut.
Hal ini dimungkinkan armada pemantau Bumi semakin banyak dan terus bertambah. Beberapa satelit secara konstan mengamati wilayah tertentu di Bumi, yang berarti datanya dapat segera dipelajari, sementara ada satelit-satelit lainnya yang ditugaskan untuk melakukan pengamatan lanjutan.
Semua informasi yang dikumpulkan satelit-satelit ini akan membantu upaya tanggap darurat serta membantu para ilmuwan memahami lebih baik peristiwa alam tersebut.
Terdapat sekelompok satelit yang memantau sistem cuaca dari jarak 36.000 kilometer di atas Bumi.
Berbagai perangkat itu memindai seluruh belahan bumi setiap beberapa menit, dan menyampaikan semua gambar yang terpantau serta prakiraan terkini ke kru di Bumi.
Satelit-satelit meteorologi inilah yang merekam beberapa pemandangan awan abu gunung berapi Tonga yang paling spektakuler saat menjulang tinggi ke langit.
Selama Gunung berapi bawah laut Hunga-Tonga-Hunga-Ha'apai erupsi, semburan abu membuat pengamatan di darat menjadi sulit, kecuali jika menggunakan teknologi radar yang menembus abu dan awan.
Ketika satelit Sentinel-1A Uni Eropa melintasi bagian atas gunung berapi pada Sabtu malam, terlihat jelas banyak bangunan di perairan Samudra Pasifik telah hancur.
Tapi gambar-gambar radar bisa sangat sulit ditafsirkan jika Anda tidak terbiasa melihatnya.
Karena itu, lebih baik menyimak gambar-gambar gunung berapi yang diperoleh perusahaan Planet yang berbasis di San Francisco.
Salah satu gambar diperoleh hanya dua jam sebelum letusan. Bandingkan dengan data radar di atas, dan Anda akan memahami dahsyatnya ledakan.
Gelombang kejut global
Salah satu aspek yang paling menakjubkan dari pemantauan satelit cuaca adalah gelombang kejut yang bergerak cepat ke segala arah.
Gelombang tekanan dari letusan eksplosif ini mencakup seluruh dunia. Lembaga Meteorologi Inggris mencatat gelombangnya di barometer, tidak hanya sekali tetapi dua kali.
Contoh lain dari dampak gunung berapi di atmosfer dapat dilihat pada data yang diambil oleh misi Aeolus dari Badan Antariksa Eropa.
Satelit ini mengukur pergerakan angin dari permukaan tanah hingga ketinggian 30 kilometer di stratosfer.
Satelit tersebut melakukannya dengan menembakkan laser ultraviolet, tetapi saat Aeolus melewati Pasifik, sinarnya terhalang oleh semua material yang tersembur ke langit.
Meski demikian, hal itu memberikan indikasi yang baik tentang ketinggian awan abu.
Dampak pada iklim
Berbagai erupsi terbesar gunung berapi dapat mendinginkan iklim dalam waktu singkat.
Letusan Gunung Pinatubo di Filipina pada tahun 1991, misalnya, menurunkan suhu rata-rata global Bumi hingga setengah derajat selama beberapa tahun.
Cara utama gunung berapi melakukan ini adalah dengan menyemburkan sulfur dioksida (SO2) dalam jumlah besar ke atmosfer.
SO2 kemudian bercampur dengan air sehingga menghasilkan kabut tetesan kecil, atau aerosol, yang memantulkan radiasi matahari.
Satelit Sentinel-5P dapat memetakan kuanitas dan sebaran sulfur dioksida tersebut.
Memetakan kerusakan
Skala kerusakan di seluruh Tonga masih belum jelas. Penduduk negara kepulauan itu harus menghadapi dampak abu dan banjir yang diakibatkan gelombang tsunami.
Satelit-satelit beresolusi tinggi kini ditugaskan untuk memetakan pulau-pulau di kawasan itu, untuk membantu mengarahkan tim tanggap darurat ke tempat-tempat yang penduduknya memerlukan bantuan mendesak. (*)
Tags : Selandia Baru, Sains,