JAWA TENGAH - Delapan orang pekerja tambang tradisional yang terjebak di dalam lubang tambang emas di Desa Pancurendang, Banyumas, Jateng, sejak Selasa (25/07), masih belum bisa dievakuasi, kata tim penolong.
Pada Kamis (27/07), tim penolong telah menggunakan kamera inspeksi (borehole camera) untuk mengetahui kondisi "secara persis" di dalam lubang.
Diperkirakan kedalaman lubang tambang itu sekitar 70 meter.
Penggunaan kamera itu disebut sebagai salah-satu "ikhtiar" untuk menyelamatkan para korban.
"Kita juga berdoa untuk hasil terbaik," kata Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas ESDM Jateng Boedyo Dharmawan di lokasi tambang, seperti dirilis BBC News Indonesia, Kamis .
Kamera itu sudah dimasukkan ke dalam lubang dan diperoleh gambaran bahwa sumur itu digenangi "air keruh" ungkapnya.
Langkah lainnya, menutup aliran air ke dalam lubang tambang, yang diduga dari dua sungai di sekitarnya, ujar tim SAR.
Delapan pekerja tambang tradisional yang terjebak itu adalah Cecep Suriyana (29), Muhammad Rama (38), Ajat (29), Mad Kholis (32), Marmumin (32), Muhidin (44), Jumadi (33) dan Mulyadi (40). Mereka berasal dari Bogor, Jabar.
Apa yang terekam dari kamera inspeksi?
Kamera inspeksi itu telah dimasukkan ke dalam lubang.
Pada kedalaman sekitar 11 meter, kamera itu merekam lubang sudah dipenuhi "air keruh", kata Pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas ESDM Jateng, Boedyo Dharmawan.
Dia menduga air keruh akibat aktivitas penyedotan air dari dalam lubang.
Boedyo lalu menyarankan agar penyedotan air dihentikan sementara, sehingga kamera itu dapat merekam lebih jelas.
Keputusan menghentikan penyedotan air disetujui Kepala Kantor Basarnas Cilacap, Adah Sudarsa.
"Nanti, akan dihentikan sementara agar air bisa jernih, sehingga kamera bisa mengambil gambar di dalam air,” kata Adah Sudarsa.
Di tempat yang sama, Bupati Banyumas, Achmad Husein, mengaku prihatin dengan peristiwa tersebut.
Ia mengatakan bahwa Tim SAR Gabungan "masih terus bekerja untuk melakukan evakuasi".
Terkait keberadaan penambangan ilegal, Bupati akan mengusulkan agar tambang itu ditutup.
"Karena kewenangan soal tambang tidak berada di tingkat kabupaten melainkan di provinsi dan pusat,” kata dia.
“Yang kita inginkan adalah jangan sampai peristiwa serupa terjadi lagi," tambahnya.
Kisah para penambang liar: 'Saya tetap menjalaninya, ini tuntutan ekonomi'
Kejadian terjebak di dalam lubang di Desa Pancurendang, Banyumas, bukanlah yang pertama.
Namun sebagian penambang di sana mengaku hal itu adalah risiko yang harus dihadapi.
“Kalau masih ada tambang, saya tetap akan bekerja menambang. Tidak kapok,” ungkap Agus, 40 tahun.
Tuntutan ekonomi menjadi alasannya untuk melanjutkan sebagai pekerja tambang.
Dia sudah menjalani sebagai penambang sejak sembilan tahun silam, sejak ada tambang emas di Desa Pancurendang.
Menjadi pekerja tambang sudah jadi pekerjaan utama, kata Agus.
“Kalau dibandingkan dengan bertani, hasilnya jauh,”jelasnya.
Meski tidak secara spesifik menyebutkan penghasilannya, tetapi dia memberikan informasi kalau setiap pekannya dapat mengantongi Rp1 juta hingga Rp5 juta.
Itu semua tergantung dengan hasil tambang yang didapat.
“Jika warga sini, bekerja mulai jam 09.00 WIB hingga jam 15.00 WIB,” katanya.
Ia mengaku saat turun ke bawah, hanya berbekal senter saja.
Tidak ada helm, pakaian khusus atau alas kaki seperti sepatu.
“Kalau saya masuk ke dalam tambang ya pakai kaos gini saja. Saya juga tidak pakai sepatu.
"Jika mengenakan sepatu malah repot. Jadi ya begini saja. Saat turun ke bawah juga tidak ada tali pengaman, turun lewat tangga,”ujarnya.
Bahkan, lanjut Agus, di dalam perut bumi di Pancurendang itu, ada semacam goa besar yang bisa untuk parkir beberapa mobil.
“Luasannya kisaran 10 x 10 meter di dalam. Jadi seperti goa. Itu sengaja dilubangi, karena memang mengikuti urat emas yang ada,”katanya.
Penambang lainnya, Nino (40) mengaku pernah mengalami "mati lampu pada kedalaman 90 meter".
“Pada saat itu, paniknya luar biasa. Namun, karena penambang, maka risiko semacam itu harus dihadapi.
"Waktu itu saya tidak sendiri, ada beberapa penambang lainnya.
"Untungnya masih bisa sampai luar lagi, meski naiknya harus memakan waktu sampai 30 meter,” jelasnya.
Dikatakan Nino, berdasarkan pengalamannya, air di dalam tanah itu paling di atas 25 meter dan setelahnya akan kering.
“Kalau situasi yang terjadi sekarang, sepertinya ada air dari tempat lain, sehingga menutup lubang atau jalan turun ke lokasi tambang,”katanya.
Nino menambahkan para penambang ada yang dijuluki “Raja Tikus”.
Dia bertugas untuk menelusuri urat emas yang ada. Yang dia lakukan adalah membuat lubang kecil paling dengan diameter maksimal satu meter.
“Mereka masuk ke lubang-lubang kecil itu untuk menelusuri urat emas. Baru nanti di belakangnya ada tim yang menggali. Tetapi, “Raja Tikus” itu biasanya orang-orang Jawa Barat. Kalau orang sini tidak berani,” jelasnya.
Kondisi di dalam, lanjut Nino, sebetulnya nyaman.
Karena ada blower yang mengikuti di belakang. Jadi, pada saat menggali ke bawah atau ke dalam, ada blower dengan jarak satu meter di belakangnya.
“Bahkan di dalam, saya bisa merokok dan minum kopi. Tidak hanya itu, saya bisa tidur-tiduran. Lubangnya ketinggian 90 cm dan lebar sekitar 70 cm,”katanya.
Bahkan, Nino mengaku tidak takut di dalam meski pernah mengalami mati lampu dan blower mati.
“Kalau sudah di dalam itu pikirannya hanya “dapat” dan “selamat”. Dapat emas, tetapi juga bisa pulang dengan selamat,” tandasnya.
Apa yang terjadi di lubang tambang di Banyumas?
Sebanyak delapan pekerja tambang tradisional terjebak di dalam lubang tambang emas di areal persawahan di Desa Pancurendang, Kecamatan Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah sejak Selasa (25/07) malam, pukul 20.00 WIB.
Tim Basarnas Cilacap bersama dengan aparat Polresta Banyumas dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Banyumas melakukan upaya evakuasi dengan menyedot air di dalam tambang emas.
“Ada delapan orang yang terjebak di dalam lubang tambang. Kami bersama dengan Basarnas Cilacap dan TNI melakukan upaya evakuasi terhadap pekerja yang terjebak di dalam. Menurut laporan yang ada, mereka mulai bekerja jam 20.00 WIB dengan masuk ke dalam lubang tambang,” kata Kapolresta Banyumas Kombes Edy Suranta Sitepu di lokasi kejadian pada Rabu (26/7/2023).
Menurut Kapolresta, para penambang tersebut terjebak air dari lubang tambang sebelah yang masuk ke dalam lubang tambang tempat mereka bekerja. “Kami mendapat laporan Rabu jam 04.00 WIB dan langsung ke lokasi tambang,”katanya.
Di tempat yang sama, Koordinator Lapangan Basarnas Cilacap, Amir Riyanto, mengatakan pihaknya belum dapat masuk ke dalam lubang tambang untuk melakukan evakuasi.
“Paling awal, kami melakukan assesment di lokasi dengan menanyai para pekerja tambang. Kami ingin tahu mengenai kedalaman dan sumber bocoran air yang kemudian masuk ke dalam lubang tambang yang ada para pekerjanya,”ujarnya.
Para penambang tersebut masuk ke dalam lubang tambang dengan kedalaman yang diperkirakan mencapai 70 meter.
“Yang bisa dilakukan sekarang adalah menyedot air dari dalam lubang tambang. Kita akan lihat, apakah itu berhasil atau tidak. Jika tidak, maka ada cara lain dengan menyelam ke dalam lubang tambang,” kata Amir.
Berdasarkan pemantauan di lapangan, lubang tambang tersebut memiliki luas satu meter persegi. Di setiap sisi dibatasi dengan kayu-kayu seperti tangga yang berfungsi untuk turun sekaligus penguat dinding tanah supaya tidak longsor. Sementara di dalam lubang tersebut terlihat air yang menetes dari dinding tanah. Di dalam juga ada lampu-lampu yang dipasang.
Berdasarkan gambar denah lokasi tambang yang dirilis Basarnas Cilacap, lubang tersebut memiliki kedalaman antara 60 hingga 70 meter dengan beberapa tingkatan. Basarnas Cilacap memperkirakan para penambang terjebak di tingkat keempat.
Kondisi lapak tambang yang berada di areal persawahan di Desa Pancurendang tersebut terlihat kumuh. Lapak-lapak tambang hanya ditutup dengan dinding kayu semi permanen dengan atap seng.
Sementara ada kabel-kabel listrik dari pemukiman penduduk yang dialirkan ke dalam lapak-lapak tambang tersebut.
Salah seorang penambang yang enggan disebutkan namanya menjelaskan bahwa setiap dirinya masuk ke dalam lubang tambang dilengkapi dengan helm, lampu yang menempel helm, kaos tangan serta sepatu bot.
“Kalau masuk ke dalam tambang yang tidak boleh lupa adalah helm dilengkapi headlamp, kaos tangan dan sepatu bot. Kami masuk ke dalam lewat tangga kayu,”ujar laki-laki berusia 30 tahunan asal Bogor tersebut.
Tambang emas tak berizin
Kapolresta Banyumas, Kombes Edy Suranta Sitepu, memastikan bahwa tambang emas yang beroperasi di areal persawahan di Desa Pancurendang, Kecamatan Ajibarang tersebut ilegal. “Jadi, tambang emas di sini tidak berizin. Kami sedang melakukan pendataan terhadap tambang-tambang yang ada di sini,” jelas Kapolresta.
Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polresta Banyumas, Kompol Agus Supriadi, mengatakan pihaknya telah melaksanakan pemeriksaan terhadap para saksi terkait dengan kasus terjebaknya delapan penambang emas di dalam lubang tambang.
“Kami telah memeriksa saksi-saksi, salah satunya adalah Kepala Dusun II Desa Pancurendang Karipto. Dia mengatakan bahwa tambang emas tersebut belum berizin dan mulai ada sejak tahun 2014 silam. Pertambangan rakyat tersebut merupakan mata pencaharian sebagian besar warga Desa Pancurendang. Saat pembukaan lahan tambang, ada kesepakatan antara pemilik lahan dengan penambang dengan persentase bagi hasil 20℅ untuk pemilik lahan, 20 % untuk pemodal dan 60 % untuk pekerja,”katanya.
Menurut Karipto, lanjut Kasat Reskrim, saat sekarang ada sebanyak 35 lapak tambang, 30 di antaranya aktif dan lima lainnya tidak aktif.
“Dari informasi Karipto, para penambang tersebut membentuk Koperasi Sela Kencana sebagai wadah penambang. Tahun 2021 lalu telah mengajukan izin tambang, tetapi hingga kini Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Jateng belum mengeluarkan izin,” ujarnya.
Kades Pancurendang, Narisun, mengatakan sejak dirinya menjadi kades tahun 2015 akhir, sudah ada pertambangan rakyat.
“Pemerintah desa hanya sebatas mengimbau saja, jangan diteruskan. Tetapi ya begitu, masih tetap jalan terus. Saya menyadari kalau itu sudah menjadi bagian dari ekonomi rakyat. Saya juga tidak pernah berani masuk ke sini,” tuturnya.
Narisun mengatakan para pekerja yang berasal dari desa setempat tidak terlalu banyak, hanya kisaran 50 orang saja. “Sebagian besar dari Jawa Barat. Saya tidak tahu dari mana saja. Warga di sini jarang yang berani masuk ke dalam,” jelasnya.
Lokasi penambangan emas tersebut berada di persawahan milik pribadi warga dengan luas sekitar dua hektare. “Umumnya, antara pekerja dan pemilik lahan akan bagi hasil". (*)
Tags : pekerja tambang tradisional, pekerja tambang terjebak dalam lubang, pekerjaan tambang,