DR H. KAMSOL MM, putera kelahiran Daik Lingga sosok bersahaja dan murah senyum itu ternyata sebelum mengawali dan masuk di Aparatur Sipil Negara [ASN], dirinya mengaku bukannya hidup dari golongan yang dibilang senang.
Mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Riau, ini memiliki banyak kisah perjuangan, mulai dari kecil hingga akhirnya bisa menjadi pejabat dengan pangkat IV D.
Ia mengaku, dirinya bukan berasal dari keluarga serba ada yang bisa memberi menjamin pendidikan, karena ayahnya hanya seorang guru biasa di Dabo Singkep, Kepulauan Riau.
Kamsol kecil sudah ditinggal oleh ayahnya di usia yang sangat belia, yakni tiga tahun, sehingga ekonomi keluarganya cukup terganggu.
"Jangankan membeli sepeda untuk berangkat sekolah, untuk memenuhi kebutuhan hidup saja, ibu saya harus berjuang melawan kerasnya hidup," kata dia didepan awak media belum lama ini.
Kamsol kecil bersekolah di salah satu SD negeri di kampungnya pada tahun 1970, dia harus menempuh jarak berkilo-kilo dengan berjalan kaki.
Tak hanya membawa tas berisi buku, Kamsol juga membawa kue jualan ibunya.
Selain itu, Kamsol juga kerap menjadi pemimpin dalam rombongan anak-anak yang berangkat ke sekolah, mengingat jarak sekolah sangat jauh dari kampung mereka.
Sehingga, berangkatnya harus bersama.
"SD itu saya sudah membawa adik-adik ke sekolah, transportasi kan susah sekali, yang ada hanya sepeda. Itu pun yang punya hanya orang-orang kaya," ujar Kamsol.
Pernah sekali Kamsol meninggalkan adik-adiknya karena berbonceng sepeda temannya, namun dia mengalami kecelakaan karena kakinya terjepit di jari-jari sepeda.
Dia pun menyadari kesalahannya yang meninggalkan adik-adiknya.
Kamsol menjalani aktivitas pendidikannya selama tiga tahun di sekolah negeri, dan tiga tahun lagi di sekolah swasta khusus pegawai tambang timah.
Karena, saat itu ibunya menikah dengan ayah tirinya yang bekerja di pertambangan timah.
Melihat kondisi pendidikan yang sulit di kampungnya, Kamsol bercita-cita menjadi guru, sehingga Kamsol pun memilih melanjutkan pendidikan di Sekolah Pendidikan Guru (SPG).
Setelah menamatkan pendidikan di SPG Tanjung Pinang, Kamsol ternyata tidak puas hanya menjadi guru di kampung, dia mempertinggi cita-citanya untuk menjadi seorang guru yang lebih hebat supaya dunia pendidikan bisa lebih baik. Satu-satunya jalan adalah berkuliah.
Sayangnya, keterbatasan ekonomi lagi-lagi menjadi persoalan, apalagi dia sudah punya lima orang adik sehingga tak mungkin rasanya mengharapkan uang dari orang tuanya.
Pria kelahiran 14 Maret 1965 ini tak mau dikalahkan oleh keadaan sehingga dia melakukan perhitungan yang sangat matang untuk bisa berkuliah.
Kesimpulannya, biaya pendidikan kuliah tidak besar, yang besar hanya biaya hidup mulai dari tempat tinggal hingga kebutuhan makan.
Kamsol pun akhirnya memutuskan berkuliah dan hidup menumpang dengan orang-orang yang satu kampung dengan dia, salah satunya mantan Kepala Dinas Pendidikan, Djauzak Achmad.
Bermodalkan tekad yang luar biasa, Kamsol akhirnya bisa masuk di Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Islam Riau (UIR).
Kamsol tak bisa masuk kampus lain karena dirinya terikat perjanjian dinas, dimana semua lulusan SPG harus mengabdi menjadi guru dan ijazahnya ditahan.
Di rumah Djauzak, Kamsol membantu keluarga Djauzak dengan ikut membersihkan rumah, dan melakukan pekerjaan lainnya.
Karena dia sadar, tidak punya uang menyewa rumah lain, dan membantu pekerjaan rumah adalah bayaran yang bisa dia bayar.
Seperti di kampung, Kamsol harus bertarung dengan jarak dalam menempuh pendidikan.
Tak jarang dia harus jalan kaki dari Pasar Pusat ke kampusnya. Karena dia tak punya uang untuk naik transportasi umum.
Kamsol menjalani aktivitas perkuliahan tanpa kiriman dari orang tuanya, baik untuk pembayaran kuliah ataupun biaya hidup. Namun, kemampuan menjadi guru dia manfaatkan untuk mencari uang.
Kamsol diterima bekerja sebagai guru di SMK Ekatama, karir Kamsol membaik hingga kemudian diangkat sebagai kepala sekolah.
Dibawah kepemimpinannya di SMK Ekatama menjelma sebagai sekolah yang jauh lebih baik meski memiliki keterbatasan dalam sarana dan prasarana.
"Saya berprinsip, semua tergantung mindset, kalau kita berpikir ada yang masalah, maka kita akan mengalami hambatan. Tapi kalau kita berpikir solutif, maka kita akan menemukan solusi," katanya.
Yang paling diingat Kamsol, dirinya berhasil menjalin kerjasama dengan beberapa pegawai hotel untuk diajak mengajar anak-anak. Sehingga, mereka punya tempat untuk praktik lapangan.
Hasilnya, banyak lulusan SMK Ekatama yang kemudian tembus bekerja di hotel. Tak hanya itu, anak-anak didiknya juga mendapatkan uang dari hotel karena mendapatkan pekerjaan sebagai pekerja harian.
"Daripada mencari pegawai part time, mending mereka tarik anak sekolah ini," tutur ayah empat anak ini yang pernah jadi Pj Bupati Kampar ini.
"Sebagai ASN, Saya harus taat dan patuh kepada kebijakan pimpinan."
Ia menjelaskan sekelumit tentang menjadi ASN tetap mengacu ke Undang Undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 2014. Terutama Pasal 5 Ayat 2 yang berbunyi ;
“Sebagai ASN saya hanya harus taat dengan kebijakan dan patuh kepada pimpinan,” ujar Dr H Kamsol.
Diangkat sebagai Pj Bupati Kampar, kisahnya karena terjadinya kekosongan kepala daerah akibat tidak diselenggarakannya Pilkada 2022 dan 2023 telah diatur dalam UU No.10 Tahun 2016.
Terkait penunjukan pusat terhadap dirinya menjadi Pj Bupati Kampar, hal itu merujuk pertimbangan keadaan strategis Nasional.
“Ya memang betul penunjukan pusat terhadap saya untuk mengisi kekosongan kepala daerah di Kabupaten Kampar, akibat tidak diselenggarakannya Pilkada 2022 dan 2023," kata dia.
Tetapi kembali ditegaskan Dr Kamsol kalau itu telah diatur dalam UU dan masyarakat Riau khususnya Kabupaten Kampar mendukungnya. Lantas terkahir Ia pun berencana bakal maju di Pilgubri 2024 ini. (*)
Tags : Dr Kamsol Putera Lingga, Awali ASN, Dr Kamsol Pejuang Pendidikan Riau,