Linkungan   2024/01/15 8:35 WIB

Dua Harimau Sumatra dan Satu Harimau Benggala Mati dalam Dua Bulan Terakhir di Kebun Binatang Medan

Dua Harimau Sumatra dan Satu Harimau Benggala Mati dalam Dua Bulan Terakhir di Kebun Binatang Medan
Seekor harimau benggala sedang memamerkan taringnya di kebun binatang Medan di Medan Zoo.

LINGKUNGAN - Dua harimau sumatra dan satu harimau benggala mati dalam dua bulan terakhir di kebun binatang Medan, Sumatra Utara. Kematian mereka diduga karena sakit, yang diperburuk kondisi kandang tidak sesuai standar.

"Tiga harimau mati di Medan Zoo, empat lainnya sakit parah."

Saat ini, 10 ekor harimau masih bertahan di Medan Zoo. Sebanyak empat di antaranya dalam kondisi sakit parah.

Medan Zoo mengalami krisis keuangan sejak dihantam pandemi. Tak ada biaya operasional untuk merawat fasilitas. Pegawai tidak digaji penuh hampir setengah tahun. Kemudian, pakan satwa diperoleh dari utang.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerhati satwa liar melaporkan temuan kandang sempit dan kotor, dugaan satwa kelaparan, tingginya kematian hewan, sampai ketiadaan pengayaan terhadap kandang di Medan Zoo.

Binsor, 11 tahun, saat ini sedang meringkuk di dalam kandang kecilnya. Harimau sumatra ini mengalami apa yang disebut "dibius infausta" atau sakit yang sulit disembuhkan. 

Sehari sebelum masuk ke dalam kandang kecil, Binsor sempat dikeluarkan di kandang yang lebih besar untuk dipertontonkan kepada pengunjung.

Dari video yang tersebar, hewan karnivora itu nampak kurus dengan perut kempis. Langkah kakinya lamban, dan sesekali meringkuk di pojok kandang.

Juru rawat harimau di kebun binatang Medan, Yahya Bastanta Tarigan, baru saja membersihkan kandang. Yahya duduk di pinggirnya sambil sesekali menyeka keringat di dahinya.

Ia mengatakan, Binsor "kondisinya lagi kurang fit“.

Binsor adalah satu dari dua harimau sumatra yang sedang sakit parah. Pejantan ganas ini lahir dan besar di Medan Zoo. Ia punya kembaran bernama Bintang Baringin.

"Binsor itu anakan. Itu induknya, Si Manis, [usianya] itu 17-18 tahun, dari Tanjung Balai,“ kata Yahya kepada media.

Yahya mengaku dirinya sering berkomunikasi dengan berbalas auman kepada harimau-harimau yang ia beri makan, mandikan badannya, dan bersihkan kandangnya - setiap hari.

Tapi hari itu, Binsor tak bisa membalas auman darinya.

Pegawai muda yang sudah bekerja empat tahun ini juga mengurai isi hatinya saat tiga harimau mati dalam dua bulan: Avatar, Nurhaliza, dan Erha.

“Dasarnya kita sama dia, main-main. Tiba-tiba kehilangan, kok bisa? Kan sedih kita, seperti kehilangan keluarga,” kata Yahya.

Yahya juga mengaku belum digaji selama lima bulan. Tapi ia berkeras bertahan demi harimau-harimau yang ia rawat. 

“Karena sudah menjiwai, sudah sehati. Bisa saja kulepas [keluar kerja], cuma nggak tega. Nggak mungkin kulepas... Keikhlasan kita merawat dia, yang penting nyawanya selamat dulu.

“Biar pun hewannya makan, kita nggak [makan], ya tetap kita rawat,” kata Yahya, sambil berharap "kebun binatang ini lebih maju, jangan kayak sekarang."

Binsor bersama tiga harimau sumatra lainnya, beserta enam harimau benggala dari India, kini mendapat pengawasan ketat tim bentukan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut.

Selain Binsor dan dua harimau sumatra lainnya, seekor harimau benggala dilaporkan sakit parah.

Hal ini disampaikan Plt. Direktur Utama PUD Pembangunan Kota Medan, Bambang Hendarto. PUD Pembangunan Kota Medan adalah BUMD yang menjadi induk usaha Medan Zoo.

"Hari ini ada sisa empat harimau sumatra. Tiga [di antaranya] dalam kondisi dibius infausta. Satu masih dalam kondisi fausta (masih bisa disembuhkan)," kata Bambang, Jumat (12/01).

Bambang mengatakan, pihak Medan Zoo saat ini sedang berupaya menyelamatkan nyawa empat harimau yang sakit parah.

"Kita coba melakukan perawatan saja yang intensif, tetapi untuk kemungkinan pulihnya, sedikit lebih kecil," katanya.

Saat ini Medan Zoo sudah tidak lagi memiliki dokter hewan. Dokter hewan terakhir sudah keluar dari pekerjaannya sejak November 2023 silam.

Oleh karena itu, mereka saat ini dibantu tim bentukan BBKSDA Sumut bersama dengan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), Perhimpunan Kebun Binatang Se-Indonesia (PKBSI), serta tenaga profesional dari NGO.

Dalam kesempatan ini, Bambang juga mengklarifikasi kabar tunggakan gaji karyawan.

Dia mengkelaim, pihak Medan Zoo, "membayarkan gaji, misalnya dalam sebulan 30% kemudian 50% dicicil sesuai dari tiket yang masuk."

PUD Pembangunan Medan juga melakukan subsidi silang dari unit lain untuk membayar sisa gaji yang belum dipenuhi.

"Nah itulah menjadi gaji juga bagi teman di sini. Namun tidak telat empat bulan. Sebenarnya, benar tapi tiap bulannya masih bergaji, tetapi kalau full-nya, teman teman ini bergaji sampai dengan Agustus," kata Bambang.

Kebun binatang Medan memang nampak tak bergairah. Banyak kandang tak lagi berpenghuni, tapi menjadi rumah bagi rumput dan pohon liar. Sementara tanaman rambat mulai menggantikan kawat berkarat yang telah koyak.

Beberapa kandang kosong juga ditempati kucing-kucing liar yang menggeliat, lalu tidur melingkar.

Dari balik kandang lainnya, bangau tong tong tua bertubuh lesu berdiri satu kaki tak bergeming. Hanya bola matanya yang mengikuti langkah kaki beberapa pengunjung.

Sementara itu, beberapa primata yang didatangi pengunjung, menjulurkan tangan dari kawat yang menganga - seperti berharap diberi makan.

Tenda-tenda bekas tempat orang berjualan sudah usang berdebu dan kusut bagian terpalnya.

Cat beberapa bangunan seperti toilet telah mengelotok dan digerayangi lumut. Conblock jalan terburai seperti kepingan puzzle.

Papan informasi satwa dan peringatan bagi pengunjung juga sudah sulit terbaca, luntur karena cuaca dan diabaikan.

Seorang pengunjung, Cyntia, berkunjung ke kebun binatang Medan untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun lalu. Ia menyampaikan kesan "kurang nyaman“ karena sejumlah tempat "kurang terurus“.

"Hewannya juga kurang bersemangat, lemas-lemas semua,” katanya.

Pengunjung lainnya, Riarti - yang juga sudah bertahun-tahun tak berkunjung ke lokasi wisata ini - mengeluhkan hal serupa. "Sayang kurang rapih. Nggak terurus, banyak sampah-sampahnya.”

"Banyak kandang kosong. Hewannya juga sedikit. Mau lihat singa juga nggak ada. Cuma burung-burung, gajah, harimau, itu saja,” kata Riarti.

The Wildlife Whisperer of Sumatra adalah lembaga pemerhati satwa liar yang sudah beberapa tahun terakhir memantau perkembangan Medan Zoo.

Seorang juru kampanyenya, Arisa Mukharliza, ditemui di Medan Zoo. Dia menilai banyak sarana dan prasarana kebun binatang yang tidak menunjang untuk kesejahteraan satwa.

"Ini sama sekali bukan kebun binatang yang mencerminkan lembaga konservasi, yang menjunjung tinggi nilai konservasi," kata Arisa.
Satwa-satwa Medan Zoo sebagian mati, jumlahnya berkurang drastis

Menurut pihak pengelola, koleksi satwa kebun binatang Medan saat ini berjumlah 116 satwa. Padahal sebelumnya jumlahnya mencapai 255 ekor, seperti dikutip Antara.

Berkurangnya jumlah satwa di kebun binatang yang berada di Kelurahan Simalingkar B, ini sebagian karena dipindahkan. Tapi ada juga kasus kematian yang tak ditampik oleh Manajer Medan Zoo, Pernius Harefa.

“Biasa itu kan, namanya hewan [pasti] mati, tak mungkin hidup terus. Pasti ada. Tapi kita meminimalisir. Kita sedang pelihara binatang [pasti] ada batasan-batasannya,” kata Pernius.

Hal ini termasuk kematian dua harimau sumatra dan satu harimau benggala periode November – Desember 2023. 

Pernius mengatakan, ketiga harimau tersebut mati karena sakit, bukan kelaparan.

“Faktor sakit ini macam-macam, bukan karena makanan. Kalau saya katakan, kandangnya sudah termasuk tua, sudah tidak layak. Terus kedua, kandangnya lembab,” katanya.

Harimau sumatra yang mati pada November 2023 adalah Erha (11 tahun), disusul seekor harimau benggala bernama Avatar (19 tahun) awal Desember.

Kemudian, harimau sumatra bernama Nurhaliza (9 tahun) yang mati di penghujung Desember 2023.

Mengapa Medan Zoo menghadapi krisis keuangan?

Pernius mengeklaim pandemi dan persaingan dengan kebun binatang lainnya di Sumatra Utara menjadi faktor Medan Zoo menghadapi masalah krisis keuangan. Tiket dari pengunjung adalah satu-satunya pemasukan.

Sejak masa Covid, biaya operasional disebut Pernius, “mulai tak sanggup lagi untuk kelangsungan kebun binatang ini”. Kebersihan mulai terabaikan, dan fasilitas yang rusak dibiarkan.

“Kita kalah saing. Sementara ini kan belum ada perubahan. Jadi minat pengunjung atau minat masyarakat kemarin sudah mulai berkurang, karena yang kita harapkan dari pengunjung, dari ticketing pemasukan keuangan,” kata Pernius.

Sebagai gambaran, seorang staf kebun binatang berkata, sebelum masa pandemi, pengunjung yang datang bisa mencapai 400 di hari biasa, dan 2.000 di akhir pekan.

Pemasukan sebulan saat masa berjaya itu lebih dari Rp200 juta/bulan.

Uang ini sudah sangat cukup untuk membayar gaji pegawai dan perawatan satwa termasuk kandang, makan dan minumnya.

Tapi sejak pandemi, pengunjung menyusut hampir 10 kali lipat. Pemasukan paling besar hanya Rp30 juta/bulan.

Bisnis wisata satwa ini tekor untuk memenuhi gaji seluruh pegawai yang mencapai Rp60 juta/bulan, serta pakan satwa hingga Rp90 juta/bulan.

Oleh karena itu, pada periode Agustus – November 2023, pihak pengelola harus utang pakan pada pihak pemasok makanan satwa.

“Faktor keuangan ini, nggak ada. [Utang] sampai Rp300 juta,” kata Pernius sambil menambahkan, pihaknya mengembalikan utang tersebut dengan sistem cicilan.
Mengapa harimau mati?

Kepala BBKSDA Sumut, Rudianto Saragih Napitupulu berkata tiga harimau yang mati dalam dua bulan terakhir di Medan Zoo karena “sakit yang sudah berlangsung lama”.

Dalam kasus kematian terakhir, harimau sumatra bernama Nurhaliza didiagnosis mengalami masalah kesehatan pernapasan, gangguan ginjal, paru dan hati, kerusakan gigi, serta dehidrasi berat.

“Kalau dari hasil (pemeriksaan) dokter itu kan dia statusnya kemarin infausta. Artinya satu kondisi yang tidak bisa dipulihkan,” kata Rudianto.

Dalam keterangan lainnya, Rudianto mengatakan, kematian harimau-harimau ini juga terkait dengan kondisi kebun binatang yang memprihatinkan atau belum memenuhi standar kesejahteraan satwa, seperti fasilitas kandang dan tata kelola lingkungan.

Ini bukan pertama kali Medan Zoo menjadi sorotan publik. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah mengeluarkan surat peringatan pada 22 Desember 2023 lalu.

Sebelumnya, KLHK juga memberikan dua kali peringatan terkait pengelolaan Medan Zoo yang tidak memenuhi unsur kesejahteraan satwa.

Para pemerhati satwa liar menemukan kandang sempit dan kotor, dugaan satwa kelaparan, tingginya kematian hewan, sampai ketiadaan pengayaan terhadap kandang.

BBC News Indonesia memperoleh laporan bahwa sejumlah pihak manajemen pengelola saat ini dalam pemeriksaan di Polda Sumut.

Kepala Balai BKSDA Sumut, Rudianto Saragih Napitupulu, tidak menampik hal itu. Tapi ia enggan berkomentar lebih jauh. "Itu masuk penyelidikan. Itu ranah polisi. Kalau BKSDA kita fokus pada welfare, fokus pada satwanya,” katanya.

Saat dikonfirmasi, Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi mengatakan, "Kami belum dapat konfirmasinya.”

Sejauh ini jumlah harimau sumatra yang tersebar di Indonesia diperkirakan berjumlah 400 – 600 ekor. Angka ini sudah termasuk yang berada di kebun-kebun binatang atau lembaga konservasi lebih dari 200 ekor.

Harry Siswoyo dari Lingkar Inisiatif, lembaga yang fokus pada penyelamatan harimau sumatra, mengatakan populasi kucing besar ini makin terhimpit di alam liar karena perizinan tambang dan perkebunan yang menggusur habitat mereka.

Alih-alih diharapkan bisa hidup lebih lama di lembaga konservasi seperti kebun binatang, harimau sumatra justru mati karena sakit di tengah lingkungannya yang tidak layak. 

Kata Harry, usia harimau sumatra di alam liar rata-rata 10-12 tahun, tapi jika dirawat di lembaga konservasi, umurnya bisa lebih dari 15 tahun.

"Harusnya mereka di pusat konservasi, yang jelas ada manusianya, tiap hari dikasih minum, dikasih makan, harusnya umurnya lebih panjang dibandingkan di alam liar,” kata Harry.

Persoalan kematian harimau sumatra yang bertubi-tubi dalam dua bulan terakhir di Kebun Binatang Medan disebut Harry Siswoyo sebagai "sungguh menyedihkan”.

"Kalau sebelumnya sudah tahu pengawasan, pengelolaan Medan Zoo kurang baik, sudah beberapa kali menjadi laporan di media massa, semestinya pemerintah daerah bisa memiliki iktikad lebih serius, dan pengelola Medan Zoo juga lebih serius untuk itu. Kan bisa dicari banyak jalan,” katanya.

Untuk satwa endemik yang dilindungi seperti harimau sumatra, kata dia, semestinya menjadi prioritas dalam hal perawatan.

Artinya, segala ongkos yang dikeluarkan lebih baik dibebankan di APBD, tidak bisa hanya mengandalkan retribusi tiket masuk pengunjung. “Kalau hanya mengandalkan retribusi, ya repot dong,” katanya.

Wali Kota Medan, Bobby Nasution, telah meminta PUD Pembangunan Medan melakukan subsidi silang terhadap salah satu unit usahanya itu.

Kata Bobby, saat ini BUMD itu memiliki lima unit usaha.

"Kita lihat memang dari unit usahanya, saat ini hanya satu unit usaha profitnya bisa menutupi kegiatan usaha yang lain. Ini yang kita sampaikan, dari profit itu ditambahkan yang pertama adalah untuk satwa disitu dan para pegawai Medan Zoo,” kata Bobby seperti dikutip dari Detik. 

Selain itu, menantu Presiden Jokowi ini juga mengurai opsi lain yaitu suntikan modal dari APBD kepada Medan Zoo. Akan tetapi hal ini perlu mendapat restu dari DPRD.

Opsi lainnya adalah relokasi.

"Opsi-opsi yang sudah ada sudah kita list, nanti opsi yang paling tepat itu yang kita pilih," kata Bobby.

Sementara itu, Plt. Direktur Utama PUD Pembangunan Medan, Bambang Hendarto mengatakan, “Tinggal ditunggu saja sama teman-teman, terobosan apa yang akan dilakukan pak wali kota ke depan.”

"Pak wali sedang menyiapkan konsep bagaimana kebun binatang medan ini jauh lebih baik dari sebelumnya,” kata Bambang.

Namun, pemerhati satwa liar dari The Wildlife Whisperer or Sumatra, Arisa Mukharliza menilai belum ada jalan keluar yang jelas dari Pemkot Medan. Padahal situasi satwa di dalamnya sudah pada tahap kritis.

"Kalau kita masih bergantung dari keputusan wali kota, ya mungkin selanjutnya yang kita dapatkan adalah kabar-kabar kematian satwa selanjutnya,” kata Arisa.

Bagaimana kebun binatang bertahan dari hantaman pandemi?

Hampir seluruh kebun binatang yang tersebar di Indonesia pernah dihantam pandemi. Lebih dari 90% kebun binatang tidak mampu bertahan memberi makan satwa lebih dari satu bulan.

Karyawan dirumahkan, dan sebagian sudah mengambil ancang-ancang mengorbankan satwa herbivora sebagai umpan yang karnivora.

Di tengah situasi itu, sebagian pihak pengelola kebun binatang tak kehilangan akal mengambil jurus penghematan. Mereka mencari sumbangan dari donatur, melakukan substitusi makanan satwa, sampai menggagas penjualan tiket di muka. 

Pemerhati kebun binatang, Sulhan Syafi’i, mengatakan hampir semua kebun binatang plat merah di daerah-daerah berhasil melewati masa sulit di tengah pandemi.

Kuncinya kata dia, "Pimpinan dan karyawan itu harus kreatif, karena itu harus membuat hal-hal yang menarik pengunjung“.

"Jadi sebuah Zoo harus melakukan inovasi, karena inovasi itulah yang membuat pengunjung, akan atau ingin berkunjung kembali,“ kata Sulhan yang saat ini menjabat manajer komunikasi di Bandung Zoo.

Namun, Sulhan tak menutup kemungkinan dalam kasus Medan Zoo faktor persaingan ikut berkontribusi dalam krisis keuangan berkepanjangan. "Tapi ketika persaingan makin ketat, dan lembaga konservasi atau institutsinya tidak berinovasi, ya kejadiannya seperti sekarang,“ katanya. (*)

Tags : Indonesia, Hewan-hewan, Kesejahteraan hewan, Lingkungan, Alam, Hak hewan, Pelestarian,