
JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mengatakan "konsumen berhak mendapat ganti rugi" atas dampak yang ditimbulkan dari kasus dugaan kecurangan takaran Minyakita.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pihaknya tengah mendalami temuan isi produk minyak goreng Minyakita yang disebut tidak sesuai takarannya.
Penelusuran oleh polisi ini adalah tindak lanjut dari temuan Menteri Pertanian Amran Sulaiman di Jakarta (08/03).
Dalam sidak tersebut, Amran menemukan bahwa Minyakita yang seharusnya dijual satu liter, tapi dalam kemasan tersebut hanya berisi 750-850 mililiter.
"Kemarin kita turun ke tiga lokasi, saat ini sedang kita lakukan pendalaman dan kemungkinan akan kita lakukan penegakan hukum karena memang ada yang kita dapati dia isinya tidak sesuai kemasan yang satu liter," kata Sigit kepada wartawan, Jakarta Selatan, Senin (10/03).
"Kemudian ada juga yang menggunakan label Minyakita sebenarnya palsu, semuanya sedang kita proses," tambahnya.
Namun Menteri Perdagangan, Budi Susanto, menyebut sudah tidak ada lagi kecurangan terkait produk Minyakita.
PT Tunas Agro Indolestari membantah melakukan kecurangan. Julianto, kepala pabrik perusahaan perusahaan, di Tangerang Banten mengatakan pihaknya tidak mengurangi volume minyak pada kemasan.
Berikut fakta-fakta yang diketahui sejauh ini:
'Konsumen berhak mendapatkan ganti rugi'
Rio Priambodo dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan pemerintah seharusnya lebih cermat dalam mengawasi Minyakita.
"Meminta pemerintah tidak kecolongan lagi karena ulah pelaku usaha nakal yang mengurangi takaran ke konsumen," kata Rio.
Padahal, menurut Rio, Minyakita memiliki tujuan penting demi menekan harga dan mengatasi kelangkaan stok minyak goreng.
Ia mengatakan pemerintah seharusnya belajar dari pengalaman sebelumnya di mana warga sempat mengungkapkan kemarahan soal kasus BBM oplosan Pertamina, dan pembatasan gas LPG 3 kilogram.
"Kasus gas elpiji, Pertamina dan terakhir Minyakita menjadi pukulan telak bagi pemerintah. Bagaimana bisa produk di bawah penguasaan pemerintah kok ternyata malah banyak yang tidak sesuai dari harga maupun kualitas?" kata Rio.
"Pemerintah harus mengevaluasi dirinya sendiri dan membenahi tata kelola produksi, distribusi hingga konsumsi ke konsumen," tambahnya.
Ia juga mengatakan pemerintah harus memperhatikan masyarakat yang terdampak kecurangan ini.
"Konsumen berhak mendapatkan ganti rugi dari pelaku usaha atas selisih harga yang dibayarkan oleh konsumen," kata Rio.
Warga membeli di atas harga eceran tertinggi
Heti, seorang warga di Matraman, Jakarta yang juga membuka usaha katering skala kecil, mengaku biasa membeli Minyakita dengan harga Rp18.000/liter.
Harga ini di atas harga eceran tertinggi, yakni Rp15.700/liter.
Menurutnya harga Minyakita mengalami kenaikan. "Malahan sih tadinya dulu cuma Rp16.000," kata Heti kepada wartawan, Senin (10/3).
Bagi Heti, Minyakita merupakan pilihan yang paling murah dibanding minyak goreng merk lain, yang menurutnya sudah mencapai di atas Rp20.000.
Heti mengatakan ia menggunakan Minyakita hanya untuk sekali pemakaian. Pasalnya untuk pemakaian kedua, minyak sudah menjadi keruh.
"Makanya kita kalau pakai kira-kira, sekaligus pakai. Kalau ada sisa, buang," kata Heti.
Sementara itu, Maryanto, seorang pedagang di Matraman, Jakarta Timur, menyebut menjual di harga Rp18.000.
Ia mengatakan terjadi kenaikan harga sebesar Rp2.000 untuk setiap lusin Minyakita yang dikenakan distributor kepada pengecer.
Meski ada harga lebih untuk setiap lusinnya, Maryanto mengaku tak mau mengenakan harga tambahan kepada konsumen.
Sementara itu, terkait dugaan kecurangan takaran, Maryanto menduga hal tersebut terjadi saat proses distribusi. Ia mengaku beberapa kali menemukan kemasan Minyakita yang bocor.
'Saya enggak beli yang botol, beli yang kemasan plastik saja'
Di Pulau Madura, Jawa Timur, Fairus (49), penjual aneka gorengan di Jalan Segara, Pamekasan sehari-hari menggunakan Minyakita untuk kebutuhan memasak atau mengolah dagangannya. Dia menyebut kualitas Minyakita tidak kalah dengan minyak goreng lainnya di pasaran.
"Alhamdulillah bagus, menurut saya minyaknya jernih. Dimasak itu bagus," kata Fairus saat ditemui wartawan, Senin (10/03).
Fairus juga masih tetap membeli Minyakita meskipun belakangan ini ada pemberitaan bahwa volume minyak yang dijual di pasaran tidak sesuai. Ia yakin minyak yang beredar di wilayahnya masih sesuai takaran.
"Kebetulan saya tadi siang itu sempat lihat videonya. Katanya itu kurang, 700 [mililiter] berapa gitu ya, sedangkan kemasannya 1 liter. Yang saya beli itu benar-benar 1 liter," katanya.
Soal harga, Fairus mengakui membeli di atas harga eceran tertinggi yang ditetapkan, yakni Ro17.500. Namun, ia menganggap wajar jika pedagang mengambil keuntungan sepanjang tidak terlalu besar.
"Namanya orang ngambil untung ya wajar-wajar aja. Ya masih selisih Rp500 itu masih masuk akal lah," katanya.
Sementara Ruliani (60), penjual minyak goreng di Jalan Raya Larangan Badung, Kecamatan Palengaan Pamekasan sudah terbiasa menjual Minyakita di atas harga eceran. Setiap 1 liter Minyakita, ia menjualnya seharga Rp17.500.
Ia menyebut Minyakita paling dicari oleh konsumen, meskipun belakangan ini ada temuan bahwa volume minyak tersebut dikurangi. "Iya, [konsumen] tetap mencari Minyakita," katanya.
Meskipun belum ada temuan kecurangan di wilayahnya, pemilik Ruliani mengaku sudah berupaya mengantisipasi dengan membeli Minyakita kemasan plastik atau pouch. Dia juga mengukurnya untuk memastikan isinya sesuai takaran.
"Saya enggak mau, enggak beli [yang botol], beli yang kemasan [plastik] aja. Enggak jual yang lain. Sudah dicek kalau yang di kemasan [plastik]," jelasnya.
Apa temuan terbaru kepolisian?
Polres Bogor melakukan sidak ke pabrik minyak goreng di wilayah Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Di lokasi ditemukan fakta bahwa pabrik ini mengemas ulang dan mengurangi takaran minyak dengan merek MinyaKita, seperti dilaporkan Detik.com.
"Benar, peristiwanya demikian, masih kita kembangkan," kata Kapolres Bogor AKBP Rio Wahyu Anggoro, Senin (10/03).
"Mereka melakukan pengemasan ulang dan pengurangan takaran terhadap produksi minyak goreng dengan merek MinyaKita," katanya.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf mengatakan kepolisian sudah melakukan penyitaan terkait kasus tersebut.
"Atas temuan dugaan ketidaksesuaian antara label kemasan dan isi tersebut telah dilakukan langkah-langkah berupa penyitaan barang bukti, proses penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut," ujar Helfi, seperti dikutip dari Detik.com, Minggu (09/03).
Polisi menyebut setidaknya tiga perusahaan produsen Minyakita yang diduga melakukan kecurangan, yakni PT Tunas Agro Indolestari, Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara, PT Artha Eka Global Asia.
Apa temuan Menteri Pertanian atas Minyakita?
Dalam sidak yang dilakukan di Pasar Jaya, Lenteng Agung, Jakarta, Sabtu (08/03), Menteri Amran menemukan bahwa harga Minyakita mencapai Rp18.000.
Harga ini melampaui harga eceran tertinggi (HET), yakni Rp15.700.
Selain itu, Amran menemukan bahwa Minyakita yang seharusnya dijual satu liter, tapi dalam kemasan tersebut hanya berisi 750-850 mililiter.
Ia menyebut hal tersebut adalah "bentuk kecurangan" yang merugikan masyarakat, di tengah melonjaknya harga barang di bulan Ramadan.
"Saya ingatkan kepada semua produsen dan distributor, jangan bermain-main dengan kebutuhan pokok rakyat. Jika ada yang mencoba mengambil keuntungan dengan cara tidak jujur, pemerintah akan bertindak tegas. Kami tidak segan-segan menutup dan mencabut izin usaha yang terbukti melanggar aturan," kata Amran.
Apa tanggapan Menteri Perdagangan atas dugaan kecurangan Minyakita?
Sementara itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengeklaim bahwa pihaknya sudah melakukan pengawasan terhadap salah-satu perusahaan di balik keberadaan Minyakita.
Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Moga Simatupang mengeklaim Kementerian Perdagangan telah melakukan pengawasan pada 6 hingga 7 Maret 2025 pada PT Artha Eka Global Asia.
Namun, pabrik perusahaan tersebut ternyata sudah pindah dari yang sebelumnya di Depok menjadi di Karawang.
"Ada beberapa berita viral di medsos terkait dengan ukuran kurangnya Minyakita dari satu liter di lapangan ditemukan 750 ml. Saat pak Mentan kemarin viral hari Sabtu, sebenarnya (Kemendag) tanggal 6,7 [Maret 2025] sudah melakukan pengawasan.
"Kita sudah tracing pabriknya di Depok dan pindah ke Karawang," kata Moga saat rapat koordinasi inflasi di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin (10/03).
Moga menjelaskan pihaknya tengah menindaklanjuti perusahaan tersebut yang saat ini berlokasi di Karawang.
Menurut Moga, dalam proses pengawasan tidak bisa dikenakan sanksi langsung bagi pelaku usaha agar menimbulkan efek jera.
Dia menyebut harus melalui beberapa tahapan, seperti gelar perkara, klarifikasi, hingga barang bukti.
"Kita temukan [pelanggaran], kita proses. Yang ini juga kita proses. Pengawasan kan kita tidak bisa langsung dikenakan sanksi, harus ads klarifikasi ada barang bukti Hari ini teman-teman akan menindaklanjuti," jelas Moga.
Kasus kecurangan kemasan Minyakita sebelumnya juga pernah dilakukan oleh PT Navyta Nabati Indonesia (NNI). Bahkan PT NNI ini tidak mempunyai surat izin edar dan sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI).
Terkait perkembangan kasus tersebut, Moga menjelaskan masih diproses di Bareskrim Polri.
Moga memastikan PT NNI sudah menutup usahanya. "NNI Sudah tutup kan. Memang nggak ada izinnya jadi udah tutup ya. Kita periksa kan izin edar, izin halal," imbuh Moga.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Budi Santoso sempat menanggapi perihal dugaan kecurangan Minyakita yang viral di Tiktok karena unggahan akun @miepejuang, awal Maret 2025.
Dalam video tersebut Minyakita ukuran satu liter, disebut berisi hanya 750 mililiter.
Budi mengatakan kini sudah tidak ada lagi kecurangan terkait Minyakita, karena sudah ada penindakan mengenai hal tersebut.
"Jadi itu mungkin video lama, tapi sudah kita laporkan juga ke polisi," kata Budi (5/3), seperti dikutip dari Tempo.
Ia menyebut, sebuah perusahaan yakni PT Navyta Nabati terkait kasus dugaan kecurangan Minyakita.
Ia mengatakan polisi masih melakukan investigasi terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan perusahaan tersebut.
Perusahaan yang disebut melakukan kecurangan membantah
PT Tunas Agro Indolestari membantah melakukan kecurangan. Julianto, kepala pabrik perusahaan perusahaan, di Tangerang Banten mengatakan pihaknya tidak mengurangi volume minyak pada kemasan.
"Jadi kita menimbang yang berat besinya sesuai prosedur. Di sini timbangan kita ikuti prosedur. Enggak mungkin kita pakai timbangan 700 sampai 750 mililiter seperti yang diberitakan. Kita enggak seperti itu," ujarnya.
Julianto juga mengatakan perusahaannya telah diperiksa Bareskrim Polri.
Selain itu, ia juga mengatakan perusahaan tidak memproduksi Minyakita dalam botol, melainkan pouch. Julianto menyebut, temuan pemerintah soal volume dalam kemasan yang tak sesuai takaran bukan milik mereka.
"Jadi produk yang diperiksa itu bukan milik kita, melainkan dari perusahaan lain. Karena, PT Tunas Agro tidak mengeluarkan produk minyakita versi botolan seperti yang disidak pak menteri. Kalau timbangan yang pouch (Minyakita kemasan) punya Tunas Agro timbangannya sudah sesuai prosedur," terangnya.
Minyakita dan kontroversi di balik kelahirannya
Belum sampai setahun sejak diluncurkan, Minyakita sempat langka sekitar akhir 2022 lalu.
Padahal, awalnya Minyakita diluncurkan pemerintah untuk menekan kenaikan harga minyak goreng, yang pada saat itu sempat menyentuh harga Rp25.000 per liter.
Minyakita diproduksi oleh perusahaan-perusahaan minyak goreng untuk memenuhi DMO demi mendapatkan izin ekspor.
Menteri Perdagangan kala itu, Zulkifli Hasan mengatakan salah satu penyebab Minyakita langka adalah realisasi suplai pasokan dalam negeri yang harus dipenuhi perusahaan sebelum melakukan ekspor atau domestic market obligation (DMO) sempat turun.
Pada November 2022 realisasi DMO mencapai 100,94%, tapi sebulan kemudian turun menjadi 86,31%.
Di lapangan saat itu, di beberapa wilayah yang tersedia Minyakita, harganya bisa mencapai Rp17.000.
Padahal saat itu, harga Minyakita tidak boleh dijual di atas Rp14.000.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga, saat itu mengatakan peraturan saat itu mengharuskan bahwa para produsen mengantarkan Minyakita ke distributor.
Hal ini menyebabkan biaya produksi semakin mahal, dan membuat para produsen enggan memproduksi Minyakita. (*)
Tags : Pangan, Minyak gas, Pemolisian, Ekonomi, Hukum, Indonesia, Biaya hidup,