Pilkada   2024/10/11 21:9 WIB

Dugaan Pelanggaran UU Pilkada Cawagub SF Hariyanto Kandas di Bawaslu Riau, 'karena Tidak Memenuhi Unsur Pelanggaran dan Syarat Materil'

Dugaan Pelanggaran UU Pilkada Cawagub SF Hariyanto Kandas di Bawaslu Riau, 'karena Tidak Memenuhi Unsur Pelanggaran dan Syarat Materil'

PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Sebanyak dua laporan terkait dugaan pelanggaran Undang-undang Pilkada dengan terlapor calon Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto kandas di Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Riau.

"Dugaan Pelanggaran UU Pilkada Cawagub SF Hariyanto tidak memenuhi unsur pelanggaran dan syarat materil."

"Kami akan melaporkan Bawaslu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)," kata Hendra yang melaporkan dugaan pelanggaran tersebut, Rabu (9/10). 

Kedua laporan yang diadukan masyarakat itu dinyatakan tidak bisa dilanjutkan karena tidak memenuhi unsur pelanggaran dan syarat materil. 

Adapun laporan yang pertama disampaikan Hendra bahwa sewaktu duduk sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Riau, SF Hariyanto dalam dua kegiatan di Kabupaten Siak, diduga telah memanfaatkan jabatan dan program Pemprov Riau untuk kepentingan elektabilitas Pilkada 2024.

SF Hariyanto juga dinilai pada kegiatan tersebut sempat menjanjikan program pembangunan jika terpilih pada Pilkada 2024 ini. 

Sementara laporan kedua terhadap SF Hariyanto di Bawaslu Riau, disampaikan oleh Ketua Barikade 98 Provinsi Riau, Ade Syaputra. Ade mempersoalkan acara pembagian sebanyak 2.000 paket sembako ke masyarakat di Desa Sontang, Kecamatan Bonai Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) pada Senin 9 September 2024 silam.

Kegiatan itu dihadiri langsung oleh SF Hariyanto saat masih aktif menjadi Sekdaprov Riau. 

"Apa yang telah dilakukan SF Hariyanto dengan membagikan ribuan paket sembako merupakan bentuk pemanfaatan posisi dan jabatannya sebagai Sekdaprov Riau. Pembagian paket sembako diduga sebagai aksi kampanye terselubung yang menggunakan fasilitas pemerintah," kata Hendra.

SF Hariyanto belakangan menjadi calon Wakil Gubernur Riau berpasangan dengan calon Gubernur Abdul Wahid. 

Terhadap laporan pertama, pelapor Hendra menyebut kalau Bawaslu telah memutuskannya tidak memenuhi unsur pelanggaran. Namun, Hendra heran karena keputusan itu terbit sebelum Bawaslu berhasil meminta keterangan dari terlapor SF Hariyanto.

Termasuk satu orang saksi lain yang bersedia memberi keterangan, namun tak dipanggil oleh Bawaslu. 

Karena itulah Hendra berencana akan melaporkan Bawaslu Riau ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). 

Begitupun laporan yang disampaikan Ketua Barikade 98 Riau, Ade Syaputra juga bernasib sama, bahkan layu sebelum berkembang.

Pada tingkatan awal, laporan Ade sudah dinyatakan tidak memenuhi syarat materil, sehingga laporan tersebut tidak bisa diresgitrasi dan ditindaklanjuti. 

"Kami sedang menunggu penjelasan lebih lanjut dari Bawaslu Riau mengapa laporan kami tidak diterima (diregistrasi)," kata Ade, Rabu (9/10). 

Soal kandasnya laporan Ade, Ketua Bawaslu Riau Alnofrizal menyatakan, syarat materil laporan Ketua Barikade 98 Riau itu masih kurang. 

"Syarat materil itu terkait uraian kejadian dan lain-lain," terang Alnofrizal, Rabu malam kemarin. 

Alnofrizal belum menjelaskan alasan laporan Hendra dinyatakan tidak memenuhi unsur pelanggaran, meski pihaknya belum berhasil meminta keterangan dari terlapor SF Hariyanto. 

Sebelumnya diwartakan, SF Hariyanto kembali dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Riau. Laporan terhadap bakal calon Wakil Gubernur Riau ini berkaitan dengan dugaan penggunaan kewenangan dan program pemerintah untuk kepentingan elektabilitas di Pilkada sewaktu dirinya duduk sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Riau. 

Melalui kuasa hukum, Arisona Suganda Hasibuan, pada Selasa 17 September 2024 menyebut kalau SF Hariyanto diduga melakukan pelanggaran terhadap Pasal 71 ayat 3 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Menurut Arisona, laporan ke Bawaslu Riau didasarkan pada tindakan SF Hariyanto saat melakukan kunjungan kerja ke salah satu pondok pesantren dan sebuah tempat di Kabupaten Siak beberapa waktu lalu. Saat itu, kata Arisona, SF Hariyanto masih menjabat sebagai Pj Gubernur Riau. 

Dalam laporannya, Arisona mempersoalkan pemberian bantuan dana CSR salah satu BUMD milik Pemprov Riau sebesar Rp 50 juta untuk pesantren yang dikunjungi.

Masih di pesantren tersebut, lanjut Arisona, bantuan bersifat pribadi dari SF Hariyanto sebesar Rp 60 juta juga ikut diberikan. 

"Saat pemberian bantuan itu, kemudian SF Hariyanto meminta dukungan dan doa untuk maju pada Pilkada," terang Arisona. 

Sementara, dalam kunjungan ke sebuah tempat di wilayah Kabupaten Siak, SF Hariyanto diduga menjanjikan program pembangunan jika terpilih pada Pilkada 2024 ini. 

Menurut Arisona, dua kegiatan yang dilakukan oleh SF Hariyanto tersebut berlangsung kurang dari 30 hari sebelum dirinya mendaftar sebagai bakal calon Wakil Gubernur Riau yang berpasangan dengan calon gubernur Abdul Wahid pada 28 Agustus 2024 lalu. 

"Sehingga menurut kami, perbuatan SF Hariyanto ini diduga melanggar Pasal 71 ayat 3,4 dan 5, Undang-undang Pilkada," kata Arisona. 

Adapun bunyi Pasal 71 ayat 3 UU Pilkada yakni "Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih".

Ketentuan tersebut menurut UU Pilkada juga berlaku juga untuk Penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/ Walikota. 

Sementara sanksi yang bisa dijatuhkan apabila melanggar Pasal 3 termuat dalam Pasal 5 UU Pilkada yang berbunyi: " Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota".

Arisona dalam laporannya juga merujuk pada Pasal 89 ayat 2 dan ayat 3 Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2017 sebagaimana telah diubah menjadi PKPU Nomor 8 Tahun 2024. Adapun bunyi Pasal (89) ayat 2 PKPU dimaksud yakni: "Bakal Calon selaku Petahana dilarang menggunakan kewenangan,program dan kegiatan pemerintah daerah untuk kegiatan pemilihan 6 (enam) bulan sebelum penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih".

Sementara bunyi Pasal 89 ayat 3 yakni: "Dalam hal bakal calon melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan 2, petahana yang bersangkutan dinyatakan tidak memenuhi syarat".

"Sehingga berdasarkan paparan serta data dan informasi tersebut ,sangat wajar dan beralasan hukum bagi Bawaslu Riau agar merekomendasikan pembatalan pencalonan SF Hariyanto sebagai bakal calon atau bahkan calon Wakil Gubernur Provinsi Riau periode 2024-2029 di KPU Provinsi Riau," tegas Arisona. 

Sementara Barisan Kawal Demokrasi Jaga Indonesia 98 (Barikade 98) Provinsi Riau melaporkan calon Wakil Gubernur Riau, SF Hariyanto ke Bawaslu Riau. Laporan dilayangkan atas dugaan terjadinya praktik penggunaan kewenangan dan program pemerintah untuk kepentingan politik. 

Laporan Barikade 98 Riau dilayangkan ke Bawaslu pada 30 September 2024 lalu. Adapun laporan tercatat dengan nomor: 005/PL/PG/Prov/04.00/IX/2024 yang dilaporkan oleh Ketua DPW Barikade 98 Riau, Ade Syahputra.

Barikade 98 Riau meminta agar Bawaslu Riau segera menindaklanjuti laporan tersebut. 

"Kami membuat laporan dugaan pelanggaran pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Riau tahun 2024 yang diduga dilakukan oleh SF Hariyanto saat ia masih menjabat Sekdaprov Riau," kata Ade Syahputra. 

Dalam laporannya, Barikade 98 mempersoalkan acara pembagian sebanyak 2.000 paket sembako ke masyarakat di Desa Sontang, Kecamatan Bonai Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) pada Senin 9 September 2024 silam. Kegiatan itu dihadiri langsung oleh SF Hariyanto saat masih aktif menjadi Sekdaprov Riau. 

Kata Ade, Barikade 98 Riau menilai, apa yang telah dilakukan SF Hariyanto dengan membagikan ribuan paket sembako merupakan bentuk pemanfaatan posisi dan jabatannya sebagai Sekdaprov Riau.

Pembagian paket sembako diduga sebagai aksi kampanye terselubung yang menggunakan fasilitas pemerintah. Apalagi, SF Hariyanto belakangan menjadi calon Wakil Gubernur Riau berpasangan dengan calon Gubernur Abdul Wahid. 

"Barikade 98 akan mengawal demokrasi agar tercipta Pilkada aman dan damai tanpa politik uang. Kalau begini yang terjadi, maka ada dugaan kesan politik uang yang sangat menciderai demokrasi," tegas Ade.

Ade juga menyayangkan langkah Dinas Kominfotik Provinsi Riau yang ditudingnya telah mengubah foto yang di-upload pada laman mediacenter.riau.go.id. Dalam postingannya pada tanggal 9 September 2024, laman berita milik Pemprov Riau itu memuat berita dengan judul "Sekda Riau Sapa Ribuan Warga Sontang, Begini Kata Kepala Desa".

Anehnya, kata Ade, pada saat berita diupload, foto yang tertera memuat gambar ketika SF Hariyanto sedang membagikan sembako kepada masyarakat di atas panggung.

Di backdrop panggung, tertera nama acara yakni "Silaturahmi Sekda Provinsi Riau Bapak Ir SF Hariyanto MT". Belakangan foto tersebut kata Ade diganti dengan foto lain. 

Saat SabangMerauke News membuka link berita yang dimaksud pada Selasa sore ini, memang foto yang dimuat justru menampilkan sejumlah remaja perempuan sedang memperagakan tari tradisional menggunakan pakaian adat tertentu. 

"Awalnya foto dalam berita yakni saat pembagian sembako, tapi sekarang sudah diganti dengan foto lain," kata Ade. 

Menurut Barikade 98, dugaan terjadinya praktik penggunaan kewenangan dan program pemerintah untuk kepentingan politik tertentu sangat terasa. 

"Ini pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif dengan cara memanfaatkan kekuasaannya sebagai pejabat," pungkas Ade. (*)

Tags : pilkada serentak 2024, dugaan pelanggaran UU Pilkada, Cawagub SF Hariyanto diduga langga UU Pilkada, Bawaslu Riau,