Untuk penanganan Covid-19, enam daerah di Kabupaten/Kota di Riau dibahas ini untuk percepatan penanganan yang selama ini dinilia lonjakan kasus positif terus meningkat.
PEKANBARU, RIAUPAGI.com - Gubernur Riau (Gubri), Syamsuar menggelar pertemuan secara virtual melalui zoom meeting dengan Bupati/Wali Kota dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) se-Provinsi Riau membahas terkait upaya percepatan penanganan Covid-19 di kabupaten/kota masing-masing di Riau.
Gubri menyampaikan bahwa saat ini terjadi lonjakan kasus positif di Riau. Untuk itu, ia meminta kabupaten/kota untuk segera mempersiapkan beberapa hal untuk percepatan penanganan virus tersebut. Saat ini penanganan Covid-19 di Riau difokuskan kepada enam daerah yang rawan Covid-19, karena peningkatan jumlah kasusnya terus meningkat beberapa waktu belakangan ini. Adapun enam daerah yang di maksud Syamsuar tersebut, yaitu Kota Pekanbaru, Kabupaten Kampar, Kabupaten Siak, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) dan Kabupaten Rokan Hilir (Rohil).
"Hari ini kami sengaja mengundang bupati/wali kota serta forkopimda untuk langkah-langkah penanganan Covid-19, kita harus fokus pada penanganannya," katanya di Gedung Daerah Balai Serindit, Rabu (5/8/2020).
Gubri juga meminta pemerintah daerah untuk segera melakukan peningkatan kapasitas swab untuk meminimalisir terjadinya penularan Covid19 di lingkungan masing-masing. "Saat ini banyak sekali terjadinya penemuan kapasitas positif di lingkungan kerja, oleh karena itu daerah diminta untuk segera melakukan swab massal," ujarnya.
Gubri menambahkan, kasus positif juga banyak ditemukan pada pendatang yang masuk ke Riau, untuk itu ia juga meminta daerah kembali melakukan pengawasan terhadap orang yang baru masuk apalagi yang berasal dari luar daerah. "Banyak juga yang terkonfirmasi positif warga luar daerah atau warga Riau yang sempat keluar daerah dan kembali ke Riau, makanya kita perlu mengawasi orang-orang baru datang tersebut," ungkapnya.
Perda sanksi abaikan protokol kesehatan
Seperti disebutkan Gubri Syamsuar yang mendukung diterbitkan Peraturan Daerah [Perda] sanksi bagi yang mengabaikan protokol kesehatan ditindak lanjuti Pemko Pekanbaru yang mulai hari ini, Kamis (6/8/2020), berlakukan sanksi denda sebesar Rp250 ribu dan kerja sosial bagi warga yang tidak memakai masker serta jaga jarak minimal 1 meter di tempat-tempat umum.
Hukuman serupa juga akan dikenakan bagi pengendara transportasi tidak memakai masker dan tidak patuhi protokol kesehatan. Pemberlakukan sanksi administrasi denda dan kerja sosial bagi pelanggar protokol kesehatan ini sesuai Peraturan Wali Kota (Perwako) Pekanbaru Nomor 130/2020 yang telah ditandatangani Walikota Kamis (30/7/2020) lalu. "Paling lambat Kamis (6/8/2020) atau Jumat (7/8/2020) pekan ini sudah mulai langsung ada penindakan di lapangan bagi warga yang kedapatan tidak menggunakan masker," jelas Inspektur Kota Pekanbaru Syamsuir pada wartawan.
Diuraikannya, SOP yang dibahas adalah bagaimana tata cara penerapan sanksi, waktu penerapan, penyetoran denda, hingga bentuk surat penyetoran. "Lalu kerja sosial. Misalnya nyapu jalan, membersihkan halte, berapa jam, di mana tempatnya," imbuhnya.
Menurutnya penerapan denda bagi pelanggar protokol kesehatan bukan bermaksud untuk mencari pemasukan. "Lebih untuk membuat masyarakat menjadi lebih patuh dalam menjalankan protokol kesehatan," tuturnya. Nantinya setelah sanksi efektif berlaku, maka di lapangan razia akan dilakukan terhadap masyarakat.
"Leader-nya Satpol PP namun nanti ada juga gabungan dari TNI/Polri. Personel yang melakukan razia ada yang bergerak dan ada yang nanti diam di tempat tertentu," paparnya.
Di Pekanbaru saat ini, masyarakat yang abai terhadap penerapan protokol kesehatan membuat penularan Covid-19 meningkat tajam. Penerapan denda di Perwako 130/2020 adalah langkah terbaru yang diambil untuk mendisiplinkan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Pada perwako ini, sanksi denda dimuat dalam dua pasal. Pertama yakni Pasal 17 ayat 1. Bunyi pasal ini adalah setiap orang yang tidak melaksanakan kewajiban protokol kesehatan atau tidak menjaga jarak di tempat yang diwajibkan untuk menjaga jarak minimal satu meter, dikenakan denda administrasi sebesar Rp250 ribu.
Ayat 1 ini kemudian diikuti dengan pasal 17 ayat 2 yang mengatur bahwa apabila denda sebagaimana dimaksud ayat 1 tidak bisa dilakukan, akan dikenakan sanksi kerja sosial. Berupa pembersihan sarana fasilitas umum. Lalu, pasal kedua yang juga mencantumkan sanksi administratif denda adalah pasal 19. Ini berbunyi, pengendara transportasi yang tidak memakai masker dan tidak mematuhi protokol kesehatan dikenakan sanksi administrasi. Untuk kendaraan roda dua sebesar Rp250 ribu dan kendaraan roda empat atau lebih sebesar Rp1 juta.
Perjalanan dinas ASN dikritik
Dalam penanganan Covid-19 yang menjadi target di enam daerah maupun diberlakukannya Perda denda [sanksi] bagi pelanggar protokol kesehatan tampaknya diamini Lembagan Melayu Riau [LMR] H Darmawi Aris SE. Dia juga mengusulkan pemerintah juga membatasi perjalanan dinas bagi Aparatur Sipil Negara [ASN] ke luar daerah.
"Hendaknya perjalanan dinas di kalangan aparatur sipil negara (ASN) juga bisa diterapkan secara selektif, di tengah meningkatnya kasus positif Covid-19.
Menurutnya, Pemerintah telah mengizinkan kembali para ASN melakukan perjalanan dinas demi menggerakkan ekonomi, kebijakan yang disebut pengamat anggaran 'sembrono', baik dari segi anggaran maupun kesehatan. Darmawi menyorot masalah efisiensi di tengah pandemi, merujuk temuan BPK, bahwa pada 2019 saja masih ditemukan sejumlah perjalanan fiktif di sejumlah lembaga.
'Bantu perekonomian lokal'
Sejumlah ASN di beberapa lembaga negara, baik di tingkat pusat maupun daerah, telah melakukan perjalanan dinas ke luar kota, di tengah peningkatan kasus positif Covid-19 di kalangan ASN. Menurutnya, kebijakan terkait perjalanan dinas itu "sembrono", baik dari segi anggaran maupun kesehatan. Dari segi anggaran, semestinya bisa mengalirkan dana itu ke daerah-daerah untuk penanganan Covid-19. Penyaluran, katanya, juga berguna untuk mempercepat penyerapan anggaran yang masih rendah. "Sebenarnya daerah-daerah sangat memerlukan kelengkapan kesehatan, misalnya APD atau peralatan rapid test, atau swab yang harusnya diperbanyak terutama di daerah yang tingkat persebarannya Covid-19-nya tinggi. Ini satu alternatif bagaimana serapan anggaran bisa segera ditunaikan. Serapan anggaran melalui perjalanan dinas itu sangat rentan penyimpangan anggaran dan mengingkari komitmen pemerintah sendiri yang sejak awal ingin melakukan efisiensi anggarannya," ujarnya.
Langkah penanganan Covid19
Sementara Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Cabang Provinsi Riau, dr. Wildan Asfan Hasibuan menyampaikan rekomendasi beberapa langkah yang bisa dilaksanakan Pemerintah Provinsi Riau dalam menangani kenaikan angka positif Covid19 di Riau. Situasi saat ini di Riau terjadi peningkatan dalam dua minggu terakhir. Untuk itu, ia berharap rekomendasi tersebut dapat mengendalikan atau mengontrol penularan Covid19 sampai vaksin atau obat ditemukan.
"Penyebab terjadinya peningkatan kasus ini karena 80% Orang Tanpa Gejala (OTG) sulit dideteksi, kontak tracing, testing massive, mobilitas penduduk dari zona merah, isolasi di rumah kurang efektif dan disiplin yang rendah terhadap protokol kesehatan," katanya saat pertemuan bersama Gubernur Riau dan bupati/wali kota se Riau.
Adapun rekomendasi dari Ketua PAEI Cabang Pekanbaru tersebut, yaitu peraturan walikota atau peraturan bupati tentang adaptasi kebiasaan baru (new normal), kontak tracking dilakukan sebelum tiga hari dan dibantu gugus tugas kecamatan. Kemudian, percepatan pemeriksaan PCR atau TCM sebelum tiga hari sudah keluar hasilnya, swab massal di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Siak, Kampar dan Pelalawan dengan prioritas pasar dan layanan publik.
Selanjutnya, pembentukan dan penguatan Satgas internal Covid19 di kantor dan tempat kerja untuk mencegah cluster baru, penyediaan tempat isolasi mandiri oleh RT/RW setempat. "Pencegahan Pengendalian Infeksi dan fasilitas pelayanan kesehatan," ucapnya.
Ia melanjutkan, rekomendasi selanjutnya adalah penegakan hukum dan supervisi dipimpin langsung Gubernur Riau dan Wakil Gubernur Riau atau unsur Forkopimda lainnya. "Kalau untuk saat ini terjadinya peningkatan Covid-19 tidak masalah karena tandanya kita bekerja dalam menangani pandemi Covid1-9," tutupnya. (*)
Tags : kasus covid-19 meningkat, gubernur riau, drs h syamsuar msi, penyebaran covid-19 dibahas,