KESEHATAN - Puluhan unggas dilaporkan terjangkit flu burung di Kalimantan Selatan, Pemerintah diminta segera “bergerak cepat” menangani laporan dugaan 30 unggas yang terjangkit flu burung ini.
"Flu Burung mulai menulari ternak unggas yang perlu segera ditanggulangi agar tidak terulang lagi seperti ditahun 2005.
“Harus segera dibentuk satuan tugas lintas sektor, supaya pemerintah bergerak cepat mengambil tindakan dan kebijakan,” kata pakar genetika ekologi sekaligus Guru Besar Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB), Ronny Noor Rachman seperti dirilis BBC News Indonesia.
Apabila tindakan cepat tidak segera dilakukan, dikhawatirkan wabah flu burung seperti yang terjadi pada tahun 2005 akan terulang lagi, katanya.
"Kalau tidak, akan terulang lagi wabah seperti tahun 2005," sambung dia.
Selain kasus yang telah muncul dari dalam negeri, dia juga menyoroti ancaman lain wabah flu burung dari Kamboja setelah seorang anak perempuan berusia 11 tahun di negara itu meninggal dunia dan dinyatakan positif terjangkit virus H5N1.
Meskipun virus H5N1 yang diidentifikasi di Kamboja dan Kalimantan Selatan merupakan varian yang berbeda, Ronny menyebut pemerintah tetap “harus mewaspadainya”.
Dia mendesak agar pemerintah tidak mengulang kesalahan yang sama seperti ketika kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) pada sapi gagal dicegah masuk ke Indonesia dan belum diselesaikan hingga saat ini.
Belum lagi kerugian ekonomi yang dapat “mengguncang” para peternak apabila wabah flu burung benar-benar terjadi di saat perekonomian belum sepenuhnya pulih pasca-pandemi.
“Masyarakat pun akan kehilangan sumber-sumber protein yang murah, karena selama ini ayam dan telur kan menjadi salah satunya,” ujar dia.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan bahwa pihaknya tengah mengecek apakah varian yang ditemukan “benar-benar flu burung”.
“Kalau nanti itu benar, yang sudah kita cek penularannya bukan dari manusia ke manusia, tapi dari hewan,” kata Budi kepada wartawan di Jakarta, Selasa (28/02).
Kementerian Kesehatan sebelumnya menyatakan "mewaspadai" terjadinya kejadian luar biasa (KLB) terkait temuan ini.
Selain itu, juga mengklaim telah berkoordinasi dengan Kementerian Pertanian untuk memastikan penyebab kematian puluhan unggas tersebut demi mencegah risiko penularan kepada manusia.
Bagaimana temuan kasusnya?
Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, mengungkapkan telah menemukan 30 kasus positif terjangkit Avian Influenza (AI) atau flu burung pada unggas.
“Ada 80 unggas kami lakukan pemeriksaan swab trakea, hasil laboratorium dari sampel tersebut dinyatakan positif flu burung sebanyak 30 ekor,” kata Kepala Bidang Peternakan dan Kesehatan Hewan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Tanah Bumbu, Andrie Juniar Tenggara, dikutip dari kantor berita Antara.
Namun Andrie memastikan bahwa saat ini “belum ada” laporan zoonosis atau penularan dari hewan ke manusia maupun sebaliknya.
Pekan lalu, Kementerian Pertanian juga menyatakan telah mengidentifikasi kasus positif virus H5N1 dengan clade 2.3.4.4b –yang dianggap sebagai varian baru—di peternakan komersial bebek peking di Kalimantan Selatan.
Namun sejauh ini belum diketahui dari mana sumber penularannya.
Menurut Ronny, virus H5N1 dengan clade 2.3.4.4b disebut telah beredar luas pada burung liar dan terdeteksi di Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika Utara sejak Oktober 2020.
Di Amerika, clade 2.3.4.4b terdeteksi untuk pertama kalinya pada 2021 pada burung liar dan terus menyebar di 49 negara dan menjangkiti 58 juta ayam ras dan ayam yang dipelihara secara umbaran.
“Jadi penemuan clade 2.3.4.4b di Kalimantan Selatan tentunya harus menjadi perhatian yang serius dan setiap temuan clade baru harus kita waspadai dan kita amati seberapa jauh tingkat penyebaran dan pathogennya utamanya dalam penularannya pada unggas dan burung liar dan peningkatan resiko penularannya pada manusia,” tutur dia.
Ronny menduga ada dua kemungkinan sumber penularan subvarian baru tersebut di Indonesia.
“Pertama, kebobolan masuk dari luar Indonesia melalui jalur tikus masuknya unggas, atau dari burung liar. Jadi perlu dicermati lebih dalam lagi terkait sumber masuknya agar dapat memastikannya,” ujar Ronny.
Pelacakan sumber penularan ini pun disebut diperlukan sebagai dasar mitigasi mencegah wabah flu burung ke depannya serta mencegah risiko penularan pada manusia. Namun, dia meragukan itu akan terungkap.
“Waktu wabah flu burung yang lalu masih belum terjawab dari mana pastinya asal penularannya ke manusia. Waktu itu hanya dugaan saja dari burung liar yang menulari unggas komersil dan menulari manusia, tapi bukti ilmiahnya belum ada dan masih misteri,” kata dia.
Adakah kaitannya dengan kasus di Kamboja?
Meski terjadi dalam rentang waktu yang berdekatan, temuan subvarian baru yang teridentifikasi di Kalimantan berbeda dengan yang teridentifikasi di Kamboja.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hasil pengurutan genetik yang dilakukan otoritas Kamboja menyebutkan bahwa virus yang teridentifikasi adalah H5N1 dengan clade 2.3.2.1c yang sama seperti yang beredar di wilayah Asia Tenggara sejak 2014.
“Virus [clade 2.3.2.1c] ini juga ditenggarai telah menyebabkan infeksi pada manusia secara sporadis dan muncul kembali di 2023 sejak mereda pada 2014,” ujar Ronny.
Meski berbeda, Ronny mengingatkan pemerintah Indonesia untuk tetap mewaspadainya.
“Karena ketika itu sudah menjangkiti orang, berarti itu menggambarkan fenomena gunung es penularan pada unggas yang berarti sudah banyak,” ujar dia.
Berkaca dari merebaknya wabah flu burung pada 2005, Ronny mengatakan mutasi virus yang terdeteksi di salah satu negara di Asia berpotensi “merebak dengan cepat” ke negara-negara sekitarnya, apalagi jika tidak ditangani dengan serius.
Meski Indonesia tidak mengimpor unggas, dia khawatir apa yang menjangkiti Kamboja bisa masuk ke Indonesia melalui jalur-jalur gelap pengiriman burung yang berpotensi juga terjangkit tanpa melalui karantina.
Hal itu akan menggandakan risiko wabah flu burung di Indonesia, selain ancaman subvarian baru yang telah teridentifikasi di Kalimantan Selatan.
“[Virus] itu kan merebak di antara populasi hewan liar, kalau itu merebak lagi dan terjadi mutasi, fatalitasnya akan naik lagi,” kata Ronny.
Kemungkinan kasus-kasus yang “tidak dilaporkan”
Temuan kasus flu burung pada unggas di Kalimantan Selatan pun, menurut Ronny, menggambarkan “fenomena gunung es” yang mengindikasikan telah terjadi kasus-kasus kematian pada unggas yang “tidak dilaporkan” sebelumnya.
“Itu karena banyak yang tidak mengerti dan unggas mati dianggap biasa. Harusnya dalam keadaan genting ini, setiap unggas mati perlu dilaporkan dan diperiksa,” kata Ronny.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, R Wasito, menyebut pada dasarnya kasus flu burung selama ini tidak pernah hilang di Indonesia sejak mewabah dan “masih banyak terjadi”.
“Biasanya gejalanya adalah penurunan produksi telur,” kata dia.
Namun belakangan, dia mengaku mulai menerima keluhan dari para peternak di berbagai daerah.
“Beberapa hari yang lalu saya ke peternakan ayamnya 90% sakit semua, dan bahkan mati sehari 30 sampai 40. Itu di Jawa Tengah banyak, Jawa Timur banyak, di Kalimantan juga. Saya melihat dan periksa sendiri ayam-ayam itu,” kata Wasito.
Apakah flu burung menular pada manusia atau antar-manusia?
Belum ada bukti bahwa flu burung dapat menular antar-manusia. Namun Center of Desease Control (CDC) di Amerika Serikat menyebut penting untuk memantau risiko penularannya antar-manusia mengingat sifat virus yang terus bermutasi.
Tetapi telah ada temuan kasus-kasus flu burung pada manusia dengan gejala umum berupa demam, batuk, sakit tenggorokan, pilek, dan sesak napas.
Menurut catatan WHO, terdapat total 873 kasus infeksi A (H5N1) pada manusia sejak 2003 hingga 25 Februari 2023, 458 kematian dari 21 negara di dunia.
Di Indonesia, data Kementerian Kesehatan menunjukkan terdapat 200 kasus flu burung pada manusia pada 2005 hingga 2018 dengan tingkat kematian 84% (168 kasus).
WHO menyatakan risiko infeksi pada manusia itu terjadi secara sporadis setiap kali kasus flu burung merebak pada unggas. Itu terjadi akibat paparan manusia pada unggas yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi.
Meskipun menurut CDC, beberapa kasus manusia yang terinfeksi ternyata tidak memiliki riwayat kontak langsung dengan unggas.
Sedangkan Wasito meyakini virus H5N1 “tidak dapat menular langsung dari unggas kepada manusia tanpa hewan perantara”.
Namun wabah flu burung yang menyerang peternakan hewan mamalia seperti mink dan cerpelai di Eropa membuat para pakar khawatir risiko penularan antar-manusia pun semaki mungkin terjadi.
Bagaimana tanggapan para peternak?
Alvino Antonio dari Komunitas Peternak Unggas Nasional (KPUN) mengaku khawatir dengan temuan kasus di Kalimantan Selatan dan Kamboja.
“Sudah pasti kami khawatir, tapi kami sejauh ini berupaya meningkatkan biosecurity di kandang dan lingkungan ternak, juga membatasi mobilitas,” kata Alvino.
Namun di tengah situasi ini, dia mengaku belum ada sosialisasi apapun dari Kementerian Pertanian terkait upaya-upaya yang dilakukan.
Dia berharap pemerintah dapat segera memitigasi situasi ini agar Indonesia tidak sampai mengalami wabah flu burung.
“Pemerintah ini sosialisasi juga belum ada, ya pemerintah harus jujur dan preventif, kalau tidak ya repot dan yang timbul adalah kepanikan setiap ada kasus ayam mati yang padahal belum tentu karena flu burung,” kata dia.
Sementara itu, Ronny Rochman Noor mengingatkan potensi merebaknya kasus flu burung pada peternakan-peternakan kecil hingga menengah yang standari biosecurity-nya “tidak seketat” peternakan-peternakan besar.
Ketika klaster penularan ditemukan pun, dia mengatakan pemerintah harus siap melakukan langkah isolasi hingga stamping out (pemusnahan).
Apa yang dilakukan pemerintah?
Sejauh ini, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pertanian tengah menyelidiki lebih lanjut temuan kasus yang terjadi di Kalimantan Selatan.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan, Maxi Rein Rondonuwu, menyatakan telah meminta dinas-dinas kesehatan untuk menyiapkan fasilitas kesehatan untuk menangani kasus supsek flu burung, serta meningkatkan kapasitas laboratorium untuk memeriksa sampel dari kasus dengan gejala suspek flu burung.
Puskesmas juga diminta untuk segera melaporkan temuan kasus suspek flu burung dalam waktu kurang dari 24 jam.
“Masyarakat juga bisa melapor ke dinas peternakan apabila ada kematian unggas secara mendadak dalam jumlah banyak di lingkungannya,” kata Maxi.
Sementara itu, Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Nasrullah dan Humas Kementerian Pertanian Nasrullah justru saling lempar ketika dihubungi terkait langkah-langkah yang diambil terkait temuan kasus ini.
Bagaimana riwayat kasus flu burung di Indonesia?
Berdasarkan catatan Kementerian Kesehatan, kasus A H5N1 pada manusia mulai menyebar sejak tahun 2005.
Siti Fadilah Supari yang menjabat sebagai menteri kesehatan pada saat itu menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) nasional wabah flu burung setelah sejumlah orang yang terjangkit meninggal dunia.
Wabah pada saat itu juga menyebabkan banyak unggas mati mendadak hingga merugikan para peternak. (*)
Tags : flu burung, penyakit flu burung menulari ternak unggas, penularan flu burung sangat cepat, hewan-hewan, kesehatan hewan,