Headline Sorotan   2022/01/31 16:33 WIB

Gara-gara Migor 'Dikutak Katik' Buat Harga Sawit Terjun Bebas, 'Petani Juga Ikut Terpekik Hebat'

Gara-gara Migor 'Dikutak Katik' Buat Harga Sawit Terjun Bebas, 'Petani Juga Ikut Terpekik Hebat'

"Gara-gara menaikkan harga minyak goreng sepihak membuat harga sawit jadi terjun bebas, pada hal Indonesia penghasil sawit terbesar dunia, tapi harganya diatur Malaysia"

inyak sawit mentah atau Crude Palm Oil/CPO tengah jadi perhatian publik di Tanah Air. Ini setelah harga minyak goreng melonjak drastis sejak empat bulan terakhir.

Para produsen minyak goreng berdalih, kenaikan harga minyak nabati itu terjadi karena adanya penyesuaian harga CPO global, di mana permintaannya naik namun suplainya tidak mencukupi. Tetapi akibat ini petani sawit ikut kena imbasnya. 

Lihat lah seperti pengakuan Hendrik seorang petani sawit asal Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) mengaku kaget atas turun mendadaknya harga sawit atau Harga TBS di Riau pada Sabtu 29 Januari 2022.

"Saya baru saja mengantarkan hasil panen ke pengumpul. Di sana harga sawit turun hingga Rp 1000 per kilo. TBS usia 10 tahun jatuh ke harga Rp 2.130 per kilo. Padahal sehari sebelumnya masih di harga Rp 3.130 per kilo," sebutnya, Senin (31/1/2022).

Ia mengatakan, penurunan harga juga terjadi di harga TBS berusia di bawah 10 tahun.

Meski terpekik, Hendrik mengatakan, kenaikan Harga TBS di Riau yang terjadi beberapa bulan terakhir membuatnya cukup lega.

Sebab, ia kini memiliki modal berlebih untuk membeli pupuk dan biaya tambahan lain untuk kebun sawitnya.

Meski demikian, ia berharap, meskinya pemerintah juga menurunkan harga pupuk sehingga turunnya harga sawit tidak begitu berpengaruh terhadap petani sawit.

Hamparan kebun sawit yang luas.

Sementara itu, menurut informasi pabrik kelapa sawit di Rokan Hulu menetapkan harga yang ditetapkan PKS ini turun Rp 1000 dari biasanya untuk semua umur.

Seperti untuk Harga TBS diusia diatas 10 tahun yang biasanya menjadi harga utama di pabrik tersebut dari biasanya Rp3.130 turun menjadi Rp2.130, terjadi penurunan Rp1000.

Sebagaimana diketahui, dalam sehari harga Tandan Buah Segar (TBS) anjlok hingga 25%, ini akibat pemberlakuan Domestik Market Obligation (DMO) dan Domestik Price Obligation( DPO).

Tetapi sebelumnya Indonesia sudah menjadi produsen minyak sawit nomor satu di dunia sejak 2006, menyalip posisi yang selama bertahun-tahun sudah ditempati Malaysia.

Produksi sawit Indonesia mencapai 43,5 juta ton dengan pertumbuhan rata-rata 3,61 persen per tahun. Hal ini membuat CPO jadi penyumbang devisa ekspor terbesar bagi Indonesia.

Beberapa orang terkaya di Indonesia juga berasal dari pengusaha kelapa sawit. Selain pengusaha domestik, kepemilikan perkebunan kelapa sawit besar di Indonesia didominasi oleh investor asal Singapura dan Malaysia.

Sejatinya, perusahaan-perusahaan produsen minyak goreng besar menggarap perkebunan kelapa sawitnya di atas tanah negara yang diberikan pemerintah melalui skema pemberian hak guna usaha (HGU). Sebagian HGU bahkan berada di atas lahan pelepasan hutan.

Namun meski menjadi penguasa minyak sawit secara global, naik turunnya harga komodits sawit dikendalikan oleh bursa di Negeri Jiran yakni Bursa Malaysia Derivatives (BMD).

Selain berpatokan pada BMD, harga minyak sawit yang dijual di Indonesia juga mengacu pada bursa komoditas yang berada di Rotterdam, Belanda.

Harga panenan perkebunan kelapa sawit di Indonesia ditetapkan melalui kontrak berjangka CPO di BMD. Besarnya pengaruh BMD dalam penetapan harga sawit global cukup beralasan mengingat Malaysia sebelumnya merupakan negara penghasil CPO terbesar dunia.

Pabrik kelapa sawit.

Posisi BMD sebagai salah satu penentu harga sawit global tak tergeser meskipun Indonesia belakangan jadi penghasil CPO terbesar di dunia.

Dikutip dari laman resminya, perdagangan komoditas CPO di BMD sudah ada sejak Oktober 1980. Harga minyak sawit ditentukan dengan mata uang ringgit Malaysia (RM) dan dollar Amerika Serikat (USD).

Beberapa komoditas yang diperdagangkan di BMD antara lain Crude Palm Oil Futures (FCPO), USD Crude Palm Oil Futures (FUPO), USD RBD Palm Olein Futures (FPOL), Crude Palm Kernel Oil Futures (FPKO), Options on Crude Palm Oil Futures (OCPO), dan USD RBD Palm Olein Options (OPOL).

Selain itu, banyak perkebunan kelapa sawit di Indonesia juga sejatinya dimiliki oleh perusahaan asal Malaysia dan Singapura.

Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat investasi asing atau penanaman modal asing (PMA) di sektor pertanian pada periode 2015-Maret 2021 masih didominasi investasi perkebunan sawit.

Realisasi PMA sektor pertanian yang didominasi perkebunan kelapa sawit pada periode 2015 - Maret 2021 mencapai 9,5 miliar dolar AS atau berkontribusi sekitar 5,2 persen dari terhadap total PMA di Indonesia.

Lebih rinci lagi, investasi asing di Tanah Air tersebut berasal dari Singapura (53,7 persen) dan Malaysia (15,8 persen).

Sebagai informasi, sawit sendiri sebenarnya berasal dari Afrika Barat. Tumbuhan ini yang masuk genus Elaeis dan ordo Arecaceae awalnya merupakan tanaman yang tumbuh liar di dataran rendah.

Kelapa sawit diperkenalkan ke Malaysia oleh Inggris dan ke Indonesia oleh Belanda pada pertengahan 1800-an dan pertama kali ditanam sebagai pohon hias.

Namun karena produksi minyaknya yang melimpah dan murah ketimbang minyak nabati lain seperti kedelai, jagung, dan bunga matahari, membuat pamornya dengan cepat melesat.

Industri Crude Palm Oil/CPO

Pertumbuhan perkebunan kelapa sawit relatif sangat cepat. Setiap tahun, kebun sawit baru terus dibuka, meski kerapkali dihadang isu negatif terkait lingkungan.

Selain untuk minyak goreng, minyak kelapa sawit digunakan dalam berbagai macam produk makanan dan rumah tangga, mulai dari biscuit, es krim, cokelat, hingga sabun dan kosmetik, serta bahan bakar nabati.

Jadi Malaysia dan Indonesia disebutkan menyumbang sekitar 90 persen dari produksi minyak sawit global.

Ketua DPP Asosiasi Sawitku Masa Depanku (Samade), Tolen Ketaren mengatakan, yang paling dirugikan dalam hal ini adalah petani sawit, sedangkan para pengusaha sawit tidak akan terkena imbasnya.

"Siap-siap petani sawit menangis kedepannya. Tidak lain dan tidak bukan pemicunya adalah kebijakan yang dibuat oleh Kementerian Perdagangan tentang penerapan DMO. Yang membuat harga tertinggi CPO dalam negeri itu dengan harga Rp 9.300. Otomatis harga TBS hancur, bukan anjlok lagi," kata Tolen pada media, Sabtu (29/1/2022).

Dia menyampaikan, harusnya pemerintah jangan menyamakan dengan kasus DMO batu bara. Dimana 20 persen wajib untuk di dalam negeri.

Di batu bara dikatakannya semuanya merupakan pengusaha sedangkan sawit 40 persen milik petani.

"Selain itu pemerintah juga tidak melakukan DMO terhadap pupuk, sehingga petani membelinya tetap dengan harga tinggi. Harusnya pemerintah bisa melibatkan asosiasi sawit dan lainnya sebelum mengambil kebijakan ini. Kalau sudah begini petani jadinya yang sengsara kan," ujarnya.

Diakui Tolen, tujuan awal kebijakan DMO memang untuk menstabilkan harga minyak goreng, namun dalam kebijakan itu, eksportir yang akan mengekspor wajib memasok minyak goreng ke dalam negeri sebesar 20 persen dari volume ekspor mereka masing-masing. Akhirnya hal itu dibebankan kepada petani, harga TBS menjadi lebih murah.

Harga sawit anjlok 

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau menilai penurunan harga sawit sebesar 35 persen dari harga sebelumnya, bisa memicu meningkatnya tingkat kemiskinan di Bumi Lancang Kuning.

Sekretaris Komisi II DPRD Riau Sugianto mengatakan turunnya harga jual tandan buah segar (TBS) sawit petani yang mencapai 35 persen, sangat merugikan petani sawit karena tidak diimbangi dengan turunnya harga pupuk.

"Jadi pemerintah kalau membuat regulasi yaitu DMO sawit, harus diimbangi dong dengan komponen pendukungnya supaya ekonomi petani sawit juga bisa kondusif," ujarnya Minggu (30/1/2022).

Dari data Apkasindo, harga TBS sawit petani saat ini berada di posisi Rp2.550 per kilogram atau turun hingga 35 persen dari harga sebelum kebijakan DMO senilai Rp3.520 per kilogram.

Menurutnya kenaikan dan penurunan harga TBS sawit adalah hal wajar, tapi jika langsung turun sebesar 35 persen dan harga pupuk masih melambung tinggi, pihaknya menilai kebijakan ini sama saja dengan membunuh rakyat pelan pelan dan angka kemiskinan bakal meningkat

Karena itu pihaknya meminta kepada pemerintah pusat agar kebijakan yang diambil tentang CPO dan harga sawit ini bisa diikuti dengan kebijakan komponen lain.

Sugianto menambah, pemerintah harus benar-benar mengawasi distribusi dan penjualan pupuk subsidi agar tepat sasaran. "Karena yang saya temui di lapangan, penjualan pupuk subsidi ini dijadikan mainan oleh oknum tertentu," ujarnya.

Sebelumnya pemerintah melalui Kementerian Perdagangan mengimplementasikan kebijakan domestic market obligation (DMO) dengan harga khusus atau domestic price obligation (DPO) minyak sawit sejak Kamis, (27/1/2022), seperti yang dilansir dari bisnis.

Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) mengeluhkan adanya penurunan harga TBS yang signifikan dalam beberapa hari terakhir di 16 provinsi.

Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat Manurung mengidentifikasi penurunan harga TBS itu mencapai 27,5 persen di perkebunan sawit milik petani.

"Harga TBS saat ini berada di posisi Rp2.550 per kilogram atau terpaut relatif lebar dari harga sebelum kebijakan DMO sebesar Rp3.520 per kilogram," kata Gulat, Sabtu (29/1/2022).

Apkasindo berharap Kementerian Perdagangan (Kemendag) mampu mengantisipasi dampak negatif dari kebijakan DMO dan DPO terhadap harga TBS petani.

“Harga DPO [Rp9.300] jangan menjadi patokan pembelian TBS petani, itu sudah tegas kami sampaikan sejak awal. Faktanya semua pabrik kelapa sawit menggunakan harga itu sebagai rujukan, maka rontoklah harga TBS kami,” kata dia.

Industri minyak goreng

Kementerian Perdagangan sebelumnya memastikan kebijakan DPO tidak berlaku pada seluruh produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang dipasok ke dalam negeri. Harga khusus hanya diterapkan pada bahan baku untuk minyak goreng domestik.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan harga khusus sebesar Rp9.300 per kilogram CPO dan Rp10.300 per liter olein hanya berlaku untuk volume yang wajib dipasok eksportir untuk kebutuhan dalam negeri, yakni sebesar 20 persen volume ekspor.

"Sampai saat ini harga DPO hanya untuk 20 persen dari volume yang diekspor," ujarnya. (*)

Tags : Naikkan Harga Migor Sepihak, Harga Sawit Terjun Bebas, Harga Sawit Turun Petani Riau Alami Kerugian ,