"Juru Pelihara (Jupel) bertugas dan bertanggung jawab untuk merawat, memelihara, dan menjaga keamanan Cagar Budaya (CB) secara berkala dan rutin, tetapi tugas yang diemban masih tak sebanding dari hasil yang mereka peroleh"
enjalani profesi sebagai Jupel ternyata tidak mudah. Mereka harus selalu siaga setiap harinya untuk menjalani proses perawatan CB yang luasnya terkadang puluhan hingga ribuan hektar.
"Mereka juga harus bisa mengawasi CB dari gangguan-gangguan tangan usil, apalagi ketika musim liburan tiba, di saat CB ramai dikunjungi oleh masyarakat."
"Maka untuk Jupel yang ditugaskan bagi wilayah-wilayah daerah yang memiliki banyak CB, pemerintah setempat bisa memperhatikan kesejahteraannya, karena ini menyangkut demi keasrian dan permanennya sebuah nilai sejarah hingga dapat disaksikan anak cucu," kata H. Darmawi Wardhana Zalik Aris, Ketua Umum (Ketum) Lembaga Melayu Riau (LMR) pusat Jakarta dalam bincang-bincangnya, malam Minggu (6/5/2023).
Menjadi Jupel merupakan sebuah profesi yang membanggakan, karena warisan budaya ini masih tetap ada sampai sekarang dan juga masa yang akan datang, kata Darmawi Wardhana lagi.
Saharan Sepur, salah satu petugas Jupel Balai Pelestarian Cagar Budaya BPCB Wilayah Sumatera Barat (Sumbar) dan Kepri misalnya, sudah bertugas dan bergelut merawat dan memelihara di salah satu lokasi CB di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) dianggap warga setempat komit menjalankan tugas seharinya di lokasi makam yang bersejarah itu.
BPCB Sumbar menempatkan Saharan Sepur sebagai Jupel untuk menjaga sekaligus merawat sejumlah benda bersejarah/arkeologi yang tersebar berupa di komplek makam Raja Narasinga II, Desa Kota Lama, Kecamatan Rengat Barat, Indragiri Hulu (Inhu), Riau.
Saharan Sepur boleh dibilang Jurpel teladan, sejak lama (2000) bertugas di komplek makam Raja Narasinga II.
"Kuburan di komplek makam Raja Narasinga II ini tak banyak diubah dari bentuk aslinya. Termasuk halaman dan taman depan yang terdapat susunan pepohonan dan bunga yang seluruh lahannya dipagari kawat kokoh," kata Saharan Sepur saat ditemui dikediamannya yang tak jauh dari komplek pemakaman Raja Raja Indragiri.
Komplek begitu terawat, lestari, bersih, dan nyaman. Kondisi itu tak terlepas dari kerja keras Saharan yang bertugas sebagai Jurpel menahun.
Selama 32 tahun hidupnya dihabiskan untuk Jurpel itu, tiap detil komplek pemakaman pun dikenalnya dengan fasih.
Kedekatannya pada komplek makam raja raja Indragiri semakin membuatnya mencintai cagar budaya.
"Sebelumnya, saya berprofesi sebagai jurnalis disebuah media mingguan, tetapi ada penawaran untuk dibutuhkan tenaga Jupel walau memperoleh upah relatif kecil tanpa pikir-pikir panjang saya terima saja," kata dia.
Dia mengisahkan, pertama kali bertugas dengan gaji Rp 25.000 per bulan, ia bertugas hanya membersihkan makam-makam yang ada di komplek tersebut.
Saat itu, dia hanya ingin mencari uang untuk tambahan biaya anak sekolah. Namun, hingga sekarang uang bukan lagi tujuan ia mengabdikan diri.
Saharan Sepur, petugas Jupel di Komplek makam Raja Narasinga II di Inhu
"Komplek pemakaman Narasinga II ini telah menjadi bagian hidup saya, dan saya mencintai sosok yang ada, termasuk komplek serta lingkungan sekitarnya," kata dia.
Bekerja dengan cinta, begitulah akhirnya membawa pada satu puncak prestasi mendapatkan penghargaan sebagai juru pelihara teladan juga ia peroleh. Bahkan pihak BPCB Wilayah Sumbar maupun pemerintah setempat juga memberikan penghargaan.
Perlindungan cagar budaya
Tim ahli BPCB Provinsi Riau menetapkan ada 18 situs peninggalan bersejarah di Kota Pekanbaru, Riau sebagai situs cagar budaya yang dilindungi UU No 11 Tahun 2010.
"Untuk itu pula Provinsi Riau merasa perlu menempatkan Jurpel disejumlah Cagar Budaya tersebar di daerah-daerah."
"Provinsi Riau memiliki banyak kekayaan budaya, masyarakat adat, dan hutan adat yang harus diperkuat dan dilindungi keaslinnya," kata Gubernur Riau Syamsuar memperhatikan soal kelangsungan CB tersebar di Riau yang bernilai sejarah itu.
Menurutnya, untuk menjaganya CB, setiap komunitas di Bumi Lancang Kuning harus membentuk tim cagar budaya yang bertujuan untuk menjaga kelestarian setiap budaya.
Hingga saat ini, baru Kabupaten Siak yang memiliki tim cagar budaya di daerah diakui secara nasional dan mendapatkan pengukuhan dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Republik Indonesia.
Dia berharap daerah lainnya segera membentuk tim cagar budaya.
"Cara atau prosedur untuk membuat tim cagar budaya ini mudah, untuk itu komunitas yang ada di Riau buatlah namun tetap harus mendapatkan dukungan dari bupati/wali kota, sebab budaya dan adat di Riau sangat banyak dan itu harus kita lindungi," kata Gubri Syamsuar, Kamis (10/11/2022) lalu.
"Untuk membentuk tim cagar budaya ini nanti terdiri dari ahli budaya, ahli angunan, ahli Adat istiadat dan ahli sejarah. Timnya cukup 7 orang, nanti bisa dapat bantuan, dan regulasinya diakui oleh undang-undang," tambah Gubri.
Gubernur Syamsuar mengaku telah menjelajah dan mendapati setiap daerah di Provinsi Riau memiliki budaya dan adat masing-masing, misalnya Silat Pangean yang ada di Kabupaten Kuantan Singingi, Istana Siak yang ada di Kabupaten Siak, dan lainnya.
Dengan adanya cagar budaya, kata Gubri, setiap peraturan yang ada pada budaya atau adat tidak boleh diubah sembarangan. Sehingga keaslian dari setiap budaya atau adat tetap terjaga dengan baik.
"Karena saya sayang dengan peniggalan-peninggalan budaya dan adat di Riau, ini harus diselamatkan mumpung kita masih memiliki berbagai sumber informasi," jelas Gubri.
Dengan terlindunginya setiap budaya dan adat yang ada di Provinsi Riau ini, nantinya sangat bermanfaat untuk generasi kedepannya.
Gubri Syamsuar juga sudah mengintruksikan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Dinas Kebudayaan segera anggarkan dana untuk penempatan Jupel untuk objek CB.
"CB butuh perawatan dan pemeliharaan."
“Ya, Pak Gub Syamsuar memerintahkan OPD Dinas Kebudayaan agar segera menganggarkan kebutuhan Jupel objek CB berstatus provinsi,” kata Kepala Dinas Kebudayaan, Raja Yoseizal, Kamis (4/5).
"Melalui Bidang CB kami sudah menyusun terkait kebutuhan itu. Semoga saja dapat diakomodir pada APBD tahun 2024," sebutnya.
Makam Raja Narasinga II
Sesuai dengan tugas dan fungsi Juru Pelihara dalam UU No 11 tahun 2017 tentang CB, yaitu merawat, memelihara, dan menjaga keamanan CB.
Intruksi itu dibenarkan Kadisbud Riau, Raja Yoserizal. Dia menyebut telah mencermati kondisi sejumlah CB yang dimaksud Gubri Syamsuar untuk ditempatkan juru pelihara.
Keberadaan CB selalu diliputi keterancaman yang dapat berdampak pada kerusakan atau perubahan. Selain faktor alam, kondisi itu akibat kurangnya pemahaman serta kesadaran masyarakat terhadap pentingnya keberadaan CB.
Maka selain dilindungi Undang-Undang, objek CB pemeliharaan serta perawatannya harus ditangani oleh keahlian khusus, yang disebut Juru Pelihara.
“Untuk menjadi Jupel itu tidak saja ditentukan dari minat seseorang terhadap kebudayaan. Tetapi memiliki pengetahuan yang memadai tentang Undang Undang dan objek CB itu sendiri. Maka intruksi Gubri Syamsuar itu semakin menguatkan bagi kami untuk realisasikan lebih cepat," sebutnya.
Diakuinya Provinsi Riau punya sejumlah CB yang belum memiliki Jupel. Sehingga keberadaan Jupel di Objek CB Riau mesti disegerakan.
Tim ahli BPCB Provinsi Riau menetapkan, 18 situs peninggalan bersejarah di Kota Pekanbaru sebagai situs cagar budaya. Adapun 18 situs bersejarah yang ditetapkan sebagai cagar budaya tersebut diantaranya adalah rumah batin senapelan, rumah bekas tentara jepang (rumah fateh ali).
Kemudian rumah controleur (gedung PPRI), rumah haji sulaiman, rumah havenmaster, rumah tuan khadi H Zakaria, SMAN 1 Pekanbaru. Selain itu Makam Marhum Pekan, makan haji Amin perintis kemerdekaan, makam haji Sulaiman, pompa bensin nasco.
Kemudian rumah rodiah taher, rumah singgah sultan siak, surau al irhash, makam M Thahir iman districhoofd kerajaan siak, makan pahlawan kerja, halte terminal lama, tugu merah putih dan tugu titik nol pekanbaru.
Selain itu pihak Dinas Pariwisata Kota Pekanbaru juga telah melakukan revitalisasi 5 situs CB (Rumah Singgah Sultan, Masjid Raya, Monumen Kereta Api, Kuburan Marhum Pekan, dan Tugu Titik Nol) untuk mendongkrak sektor pariwisata di Pekanbaru, Riau.
"Jika Pekanbaru semakin banyak dikunjungi wisatawan maka diyakini sekaligus meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat sehingga program revitalisasi ini perlu dilakukan," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru, Nurfaisal dalam keterangannya di Pekanbaru, Kamis (27/2) lalu.
Menurut Nurfasial, program revitalisasi ini perlu dipercepat apalagi ada dukungan dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumbar, yang telah melakukan peninjauan terkait lima cagar budaya.
Rumah Singgah Kampung Bandar Senapelan (rumah singgah Sultan) yang menjadi salah satu saksi sejarah di kota Pekanbaru. Selain itu, di sekitar kampung ini terdapat situs cagar budaya berkaitan dengan Kota Pekanbaru.
Kemudian ada situs dari Kerajaan Siak Sri Indrapura, salah satunya adalah Rumah Singgah Sultan, Rumah Tuan Kadhi Kerajaan Siak H. Zakaria. Keberadaan Rumah Tuan Kadhi Kerajaan Siak H. Zakaria tidak terlepas dari sejarah panjang perkembangan Kerajaan Siak Sri Indrapura.
Dalam perkembangannya wilayah Senapelan (Pekanbaru) pernah menjadi Ibu kota Kerajaan Siak Sri Indrapura. Hal ini terjadi pada masa Sultan Abdul Jalil Alamuddin Syah sekitar tahun 1775.
Dengan berbagai pertimbangan seperti ekonomi dan politik yang berkembang di wilayah Riau pada saat itu beliau memindahkan pusat Kerajaan Siak dari Mempura ke Senapelan.
Berdasarkan keterangan dari berbagai narasumber (Tengku M. Thoha, H. Syahril Rais, Anas Aismana), rumah ini merupakan rumah singgah bagi Sultan Siak Sri Indrapura apabila berkunjung ke Senapelan (Pekanbaru).
Bangunan ini terdapat sekitar 20 meter dari pinggir Sungai Siak tepatnya di bawah Jembatan Siak 3 sekarang. Secara umum bangunan berbahan jenis kayu, kecuali bagian tangga (pada sisi timur bangunan) yang terbuat dari bata berspesi.
Bangunan ini merupakan rumah adat tradisional melayu yang masih tersisa di Kota Pekanbaru. Bangunan berupa rumah panggung yang berdasarkan keterangan H. Syahril Rais dibangun pada tahun 1895, sedangkan bagian tangga berdasarkan inskripsi yang terdapat pada tiang dibangun pada 23 Juli 1928.
Selain itu Mesjid Raya Pekanbaru yang awalnya bernama Mesjid Senapelan ini dibangun tidak permanen kali pertama sekitar 1762 M oleh Sultan Abdul Jalil Muazzam Syah sebagai Sultan Kerajaan Siak Sri Indrapura.
Dalam lampiran Surat Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia Nomor :KM.13/PW.007/MKP/2004, dinyatakan bahwa masjid ini yang awalnya tidak permanen kemudian didirikan secara permanen pada tahun 1927 oleh masyarakat secara bergotong royong di atas tanah wakaf milik Haji Muhammad dan Hajjah Sa'diyah.
Mesjid ini dibangun secara bertahap dan baru selesai pada tahun 1937. Mesjid Raya ini beralamat di Jalan Masjid Raya, Kelurahan Kampung Bandar, Kecamatan Senapelan, Kota Pekanbaru, Riau.
Masjid terdiri dari ruang utama, mihrab, mimbar dan serambi (Pawestren) pada bagian ruang utama terdapat tujuh belas buah tiang yang melambangkan rakaat shalat dalam agama IsIam. Pada bagian mihrab terdapat sebuah mimbar yang menurut masyarakat setempat merupakan hadiah dari Kerajaan Siak.
Mimbar tersebut berukuran panjang 205 cm, lebar 121 cm, tinggi 237cm. Mimbar ini kaya dengan ukiran sulur-suluran dan bunga warna kuning keemasan serta terdapat lima anak tangga. Dinding luar mihrab berbentuk setengah lingkaran, sedangkan atap masjid berbentuk kubah. Pintu masuk pada masjid ini sebanyak tiga buah, pintu utama berada di bagian tengah.
Pentingnya perawatan cagar budaya
Sekali lagi kembali disebutkan H. Darmawi Wardhana Zalik Aris yang menilai pentingnya petugas jurpel dalam mengawas dan merawat warisan budaya yang bersifat kebendaan berupa benda CB.
"Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu terus menerus dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapannya."
”Indonesia sendiri memiliki 103 cagar budaya yang sudah ditetapkan secara nasional, di luar 953 yang masih dalam proses penetapan. Itu sebabnya peran Jurpel penting agar CB tetap indah dan bisa dinikmati secara langsung oleh banyak kalangan," sebutnya.
Menurutnya Jupel yang bertugas dan bertanggung jawab untuk merawat cagar budaya yang berkerjasama BPCB bertanggung jawab untuk merawat cagar budaya secara berkala dan rutin dengan teknik tradisional modern, dan juga menjaga keamanan dan perlindungan cagar budaya, baik dari gangguan alam ataupun gangguan manusia.
"Tugas Jupel ini tidak mudah. Jupel harus selalu siaga setiap harinya untuk menjalani proses perawatan CB yang luasnya terkadang puluhan hingga ribuan hektar, serta mengawasi CB," katanya
Dengan kekurangan tenaga Jupel untuk menjaga sekaligus merawat sejumlah benda bersejarah/arkeologi yang tersebar di beberapa wilayah di Kabupaten/Kota di Riau akan berkaitan dengan pemeliharaan CB.
"Apalagi untuk di Riau, sebenarnya masih banyak benda peninggalan sejarah lain yang belum ditemukan dan tercatat oleh Dinas Kebudayaan. Tercatat sedikitnya ada ratusan benda cagar budaya yang telah teregistrasi."
"Begitupun tempat-tempat peninggalan bersejarah atau situs arkeologi yang belum memiliki jupel resmi, akan berpengarus pada pengawasan dan perawatan situs-situs bersejarah," sebutnya.
Tetapi bagi warga terdekat yang menjadi relawan pemelihara seharusnya tteap diberi pelatihan dasar cara merawat benda cagar budaya.
"Selain relawan juru pelihara terdekat, pengawasan dari pemilik tanah tempat CB atau pemerintah setempat perlu juga membantu keamanannya," katanya.
Menurutnya, sudah seharusnya Dinas Kebudayaan maupun BPCB mengkaji keberadaan situs-situs yang masih belum terdapat jupel resmi untuk diajukan penambahan penganggaran.
"Jika tidak ada peningkatan sumber anggaran yang diperuntukkan bagi Jupel, paling tidak pihak BPCB menyerahkan pengawasan situs tersebut kepada pemerintah daerah. Pada hal kita sama sama ketahui, lokasi benda bersejarah memang diperlukan jupel, sehingga keberadaanya dapat bisa terjaga," saran Darmawi.
Dia juga menyarankan perlunya pelatihan untuk Jupel CB.
Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya menyatakan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat mengangkat atau menempatkan juru pelihara untuk melakukan perawatan Cagar Budaya.
"Jupel juga ditugaskan melakukan pengamanan agar cagar budaya tidak hilang, rusak, hancur atau musnah," sebutnya.
Meskipun dalam undang-undang hanya disebutkan tugas juru pelihara adalah untuk melakukan perawatan dan pengamanan cagar budaya, namun menurut Darmawi Jupel juga harus mampu untuk menceritakan tentang CB yang mereka pelihara dan jaga.
"Untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan Jupel maka sangat diperlukan pelatihan minimal 1 tahun sekali," sarannya.
Menurutnya, pelatihan bisa dilakukan tentang; kebijakan pelestarian warisan budaya, konservasi dan perawatan bangunan, memberikan pelatihan bahasa inggris, alat pemadam api ringan dan motivasi dalam bekerja.
"Itu perlunya Jupel mampu memahami secara umum tentang apa itu warisan budaya dan cagar budaya baik berupa warisan budaya benda cagar budaya, struktur cagar budaya, bangunan cagar budaya, situs cagar budaya dan kawasan cagar budaya," sebutnya.
Sebagai orang yang bekerja dalam memelihara dan menjaga cagar budaya, maka masyarakat umum yang berada di sekitar tempat tugas mereka tentu menganggap jupel ini lebih mengetahui tentang cagar budaya dibanding mereka dan mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan ketika ada warga masyarakat yang menemukan benda atau bekas bangunan yang diduga adalah peninggalan dari masa lalu.
Jadi untuk mengatasi hal ini, kata Darmawi, para jupel perlu dibekali pengetahuan dasar tentang penemuan dan pencarian benda yang diduga sebagai cagar budaya. (*)
Tags : cagar budaya, juru pelihara, cagar budaya riau, tenaga jupel kurang, hidup jupel memprihatinkan, keindahan cagar budaya, pelestarian cagar budaya bagi sejarah, sorotan ,