Headline News   2023/04/28 13:21 WIB

Indomie Rasa Ayam Spesial Ditarik dari Peredaran, BPOM: Produksi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Masih Aman Dikonsumsi

Indomie Rasa Ayam Spesial Ditarik dari Peredaran, BPOM: Produksi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk Masih Aman Dikonsumsi
Indomie varian rasa ayam spesial produksi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk.

JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) memastikan mi instan merek Indomie varian rasa ayam spesial produksi PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk masih aman untuk dikonsumsi masyarakat di Indonesia.

"Di Indonesia produk mi instan tersebut aman dikonsumsi, karena telah memenuhi persyaratan keamanan dan mutu produk sebelum beredar," kata BPOM dalam keterangan tertulis, Kamis (27/4).

Pernyataan BPOM dikemukakan guna merespons pemberitaan bahwa Indomie varian rasa ayam spesial telah ditarik dari seluruh toko oleh Biro Kesehatan Taipei di Taiwan karena ditemukan kandungan zat karsinogenik di paket bumbu.

Setelah Taiwan, Malaysia menempuh langkah serupa dan dengan alasan yang sama. 

"Kementerian sudah mengeluarkan perintah Tahan, Tes, dan Lepaskan produk itu di semua titik masuk. Kami juga sudah memerintahkan perusahaan untuk secara sukarela menarik produk itu dari pasar," kata Menteri Kesehatan Malaysia, Muhammad Radzi Abu Hassan, seperti dikutip The Star pada Rabu (27/4).

Berdasarkan laporan media The Star, Kementerian Kesehatan telah memutuskan untuk menarik produk Mi Kari Putih Ah Lai dari Malaysia dan Indomie rasa ayam spesial karena keduanya mengandung etilen oksida.

Senyawa kimia tersebut diyakini dapat menyebabkan limfoma, leukemia dan penyakit kanker dalam jangka panjang.

Radzi menegaskan bahwa produsen Mi Kari Putih Ah Lai sebenarnya sudah memenuhi standar kesehatan lokal, tapi ia tetap meminta penarikan produk itu demi keamanan publik.

"Kementerian Kesehatan memerintahkan pabrik untuk menarik secara sukarela mi instan yang kedaluwarsa pada 25 Agustus 2023 dari pasar lokal," ungkap Radzi.

Menanggapi langkah Biro Kesehatan Taipei di Taiwan dan pemerintah Malaysia, GM Corporate Communication dari PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), Stefanus Indrayana, mengungkapkan pihaknya akan mempelajari temuan tersebut.

"Kami sedang persiapan dan diskusi lebih lanjut. Akan share segera setelah ada," kata Stefanus Indrayana kepada kantor berita Antara, Kamis (27/4).

Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan audit dan investigasi terhadap produk mi instan di Indonesia guna menyelidiki keberadaan cemaran etilen oksida.

'BPOM telah melakukan audit investigatif'

BPOM menjelaskan penarikan produk Indomie tersebut di Taiwan disebabkan adanya perbedaan standar residu pestisida Etilen Oksida (EtO) dalam produk makanan antara Taiwan dan Indonesia.

Selain itu, BPOM RI mengatakan metode analisis yang digunakan BPOM Taiwan (FDA) adalah metode penentuan 2-Chloro Ethanol (2-CE) yang hasil ujinya dikonversi menjadi EtO. Oleh karena itu, kadar EtO sebesar 0,187 ppm setara dengan kadar 2-CE sebesar 0,34 ppm.

Sementara Indonesia telah mengatur Batas Maksimal Residu (BMR) 2-CE sebesar 85 ppm melalui Keputusan Kepala BPOM RI Nomor 229 Tahun 2022 tentang Pedoman Mitigasi Risiko Kesehatan Senyawa Etilen Oksida.

"Dengan demikian, kadar 2-CE yang terdeteksi pada sampel mi instan di Taiwan (0,34 ppm) masih jauh di bawah BMR 2-CE di Indonesia dan di sejumlah negara lain, seperti Amerika dan Kanada," lanjut keterangan BPOM.

Berdasarkan keterangan tersebut, BPOM mengeklaim bahwa Codex Alimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi standar pangan internasional di bawah WHO/FAO belum mengatur batas maksimal residu EtO. Menurut BPOM RI, beberapa negara pun masih mengizinkan penggunaan EtO sebagai pestisida.

Lebih lanjut, demi mencegah berulangnya kasus tersebut, BPOM memerintahkan pelaku usaha, termasuk PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk, untuk melakukan mitigasi risiko.

Pertama, pelaku usaha diwajibkan menjaga keamanan, mutu, dan gizi produk pangan olahan yang diproduksi dan diekspor serta memastikan bahwa produk sudah memenuhi persyaratan negara tujuan ekspor.

Kedua, pelaku usaha diminta memastikan penanganan bahan baku yang digunakan untuk seluruh produk baik lokal maupun ekspor agar tidak tercemar residu pestisida EtO.

Ketiga, pelaku usaha pangan diminta melakukan pengujian residu EtO di laboratorium terakreditasi untuk persyaratan rilis produk ekspor dan melaporkan kepada BPOM.

BPOM menyatakan mereka telah melakukan audit investigatif sebagai tindak lanjut terhadap hasil pengawasan otoritas kesehatan Kota Taipei, dan industri telah melakukan langkah-langkah mitigasi risiko untuk memastikan residu EtO memenuhi ketentuan.

Di antaranya dengan mengidentifikasi bahan baku yang potensial mengandung residu EtO, menetapkan persyaratan CoA residu EtO pada bahan baku impor, menetapkan persyaratan evaluasi pemasok tidak menggunakan EtO untuk bahan baku lokal.

Kemudian, melakukan pengujian residu EtO di laboratorium internal yang terakreditasi sebagai bagian dari monitoring rutin kesesuaian spesifikasi bahan baku di sarana produksi maupun untuk rilis produk ekspor.

Penarikan mi instan asal Indonesia bukan yang pertama di luar negeri 

Penarikan sejumlah produk mi instan asal Indonesia di luar negeri bukan kali ini saja terjadi.

Tahun lalu, badan pengawas makanan di Singapura dan Hong Kong menarik beberapa varian Mie Sedaap setelah ditemukan kontaminasi etilen oksida.

Senyawa tersebut dikenal sebagai karsinogen yang bisa membahayakan kesehatan jika terakumulasi di dalam tubuh manusia dalam jangka panjang seperti penyakit kanker.

Badan pengawas di Singapura (SFA) menyebut cemaran etilen oksida itu ditemukan pada bubuk cabai produk tersebut.

Peristiwa serupa terjadi pada Senin (24/04), ketika Biro Kesehatan Kota Taipei, Taiwan, melakukan pengujian kandungan etilon oksida secara acak terhadap 30 produk mi instan yang beredar di pasar tradisional maupun modern, pedagang eceran, grosir importir, hingga toko makanan khusus Asia Tenggara.

Dari pengujian itu disebutkan hanya dua produk yang ditemukan kandungan pestisida karsinogen atau residu etilen oksida yang tidak sesuai peraturan.

Dua merek mi instan itu yakni Mie Kari Putih Penang Alai dari Malaysia dan Indomie rasa ayam spesial asal Indonesia.

Untuk itulah, Biro Kesehatan Taipei meminta agar semua produk Mie Kari Putih Penang dengan masa kedaluwarsa 25 Agustus 2023 ditarik dari rak penjualan.

Begitu juga dengan Indomie rasa ayam spesial dengan masa kedaluwarsa 7 Agustus 2023. 

Dilansir dari media online di Taiwan, SETN.com, Mie Kari Putih Penang Alai terdeteksi memiliki kandungan etilen oksida sebesar 0,065 mg/kg dan 0,084 mg/kg di dalam kemasan saus.

Sedangkan Indomie rasa ayam spesial ditemukan etilen oksida dalam paket bumbu sebesar 0,187 mg/kg.

Kendati tidak dijelaskan dalam laporan tersebut berapa standar etilen oksida yang diperbolehkan sesuai aturan negara setempat.

Yang pasti, kata Kepala Divisi Obat dan Makanan di Biro Kesehatan Taipei, Chen Yiting, besaran etilen oksida di dua produk mi instan itu "tidak sesuai dengan standar kelonggaran residu pestisida" yang diatur oleh Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan.

"Berdasarkan hukum telah diperintahkan untuk segera menarik [dua produk] itu dari rak dan pada saat yang sama produsen yang bertanggungjawab dapat dihukum denda kurang dari 200 juta yuan atau setara Rp431 miliar," ucap Chen Yiting seperti dilansir media online di Taiwan, SETN.com.

"Untuk operator akan diperintahkan untuk mengeluarkan produk yang melanggar dari rak dan menghancurkannya."

YLKI minta BPOM audit produk mi instan

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan Badan POM harus segera melakukan audit dan investigasi atas produk mi instan yang diproduksi PT Indofood tersebut.

Hal itu untuk memastikan apakah mi instan yang dijual di Taiwan juga beredar di Indonesia dan mengandung cemaran etilen oksida.

"Atau produk ekspor itu terjadi kontaminasi zat karsinogenik ketika diproduksi di Indonesia. Tapi BPOM harus pastikan apakah ini ekspor saja atau beredar di Indonesia?" imbuh Tulus Abadi pada media, Selasa (25/04).

Kalaupun nanti hasil audit Badan POM menyebutkan mi instan yang mengandung cemaran etilen oksida itu tidak ada di Indonesia, BPOM juga harus memastikan produk yang ada di dalam negeri aman dikonsumsi. 

Hingga saat ini Codex Alimentarius Commission (CAC) yang berada di bawah WHO/FAO belum mengatur batas maksimal residu etilen oksida (EtO) dan 2-Kloroetanol (2-CE).

Namun, pedoman yang diterbitkan organisasi tersebut pada tahun 2019 mengatakan apabila belum ada maksimum level dari suatu kontaminan, maka digunakan batas maksimum kontaminan sebesar 0,001 mg/kg atau 1 mikrogram/kg.

Setiap negara menerapkan aturan batas maksimum residu etilen oksida yang berbeda-beda.

Singapura, misalnya, menetapkan residu etilen oksida pada rempah-rempah tidak boleh melebihi 50 parts per million atau ppm. Sedangkan di Amerika Serikat batas maksimalnya 7 ppm dan di Uni Eropa 0,1 ppm.

Menurut pakar teknologi pangan dari Universitas Bakrie, Ardiansyah Michwan, produk yang tidak lolos standar yang ketat di negara lain bukan berarti tidak aman.

"Jadi artinya standar kita mungkin tidak seketat dengan di apa di negara luar misalnya, tapi itu juga dalam batas aman karena sesuai dengan karakteristik orang Indonesia,” ujarnya.

Akan tetapi, bagi Tulus Abadi, meskipun ada perbedaan standar "jangan sampai parameter yang berlaku di Indonesia tertinggal dari negara lain".

"Karena temuan-temuan suatu zat berbahaya kan terus berkembang. Bis saja suatu ketika tidak dinyatakan bahaya, tapi karena ada temuan baru dianggap berbahaya," jelas Tulus Abadi.

Bersamaan dengan audit oleh Badan POM, pihak produsen yakni PT Indofood juga harus terbuka soal bahan baku bumbu yang digunakan dalam produknya.

Anggota pengurus harian YLKI, Sudaryatmo, menduga cemaran itu berasal dari rempah bumbu yang diimpor dari India.

Itu mengapa dia meminta industri mi untuk memperketat pengadaan bahan baku dari impor tidak mengandung bahan berbahaya.

Bagaimana respons konsumen di Taiwan?

Seorang pekerja migran Indonesia di Taiwan, Hani, berkata sejak kemarin produk mi instan Indofood varian rasa ayam spesial sudah tak dijual lagi di pasar-pasar tradisional maupun modern.

Kendati demikian, dia mengaku tidak terlalu khawatir soal temuan Biro Kesehatan Taipei tersebut.

"Enggak pengaruh [khawatir] sih, akan tetap beli kalau produknya sudah ada di pasaran," ujar Hani kepada BBC News Indonesia.

Menurut dia, mi instan merek Indomie cukup murah dan harga enak.

"Di Taiwan itu rata-rata dijual 50 NT$ atau setara Rp24.000 dapat enam bungkus". (*)

Tags : indomie rasa ayam spesial, ditarik dari peredaran, indomie rasa ayam spesial produksi pt indofood cbp sukses makmur Tbk, indomie rasa ayam spesial masih aman dikonsumsi, pangan, news,