GAZA CITY -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan lebih dari 260.000 orang terpaksa menjadi pengungsi dan meninggalkan rumah mereka di Jalur Gaza, seiring dengan gencarnya pemboman Israel dari udara, darat dan laut.
Serangan bom yang masif telah menghantam dan menghancurkan rumah-rumah warga Palestina di daerah kantong pemukiman Gaza.
Pertempuran sengit telah menewaskan ratusan orang dari kedua belah pihak sejak Hamas melancarkan serangan mendadak pada hari Sabtu.
Serangan yang melalaikan pihak Israel ini, kemudian memicu serangan balasan yang masif dan brutal dari Israel dengan serbuan bom dari darat, laut dan udara.
"Lebih dari 263.934 orang di Gaza diyakini telah meninggalkan rumah mereka," kata badan kemanusiaan PBB, OCHA, dalam sebuah laporan terbaru pada hari Selasa (10/10/2023). Pihaknya juga memperingatkan bila eskalasi di Gaza terus tinggi, "jumlah pengungsi ini diperkirakan akan terus meningkat".
Dikatakan bahwa sekitar 3.000 orang telah mengungsi "karena eskalasi sebelumnya", sebelum penyerbuan pasukan pejuang Hamas pada hari Sabtu.
Sementara itu pihak militer Israel menyebut, jumlah korban tewas di pihak Israel telah naik menjadi 1.200 orang.
"Sedikitnya 1.200 warga Israel telah tewas dalam serangan yang dilakukan oleh militan pejuang Hamas," kata juru bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pada hari Rabu (11/11/2023).
Jumlah korban di pihak Israel ini alami kenaikan dari 1.000 orang yang dilaporkan sebelumnya.
"Jumlah korban tewas mencapai 1.200 warga Israel yang tewas," ujar juru bicara IDF Letnan Kolonel Jonathan Conricus dalam sebuah pesan video, dan menambahkan bahwa mereka yang tewas selain pasukan militer juga warga sipil.
Namun Israel juga mengklaim telah menewaskan sedikitnya 1.000 orang kelompok pejuang Gaza yang telah menyusup dan memperkuat seluruh wilayah, kata militer Israel
Pasukan Israel. Pihaknya telah menewaskan sedikitnya 1.000 orang bersenjata Palestina yang menyusup dari Gaza dalam serangan yang dimulai sejak akhir pekan lalu.
Kini militer Israel juga mengklaim telah memperkuat seluruh komponen pasukan cadangan, seiring dengan meluasnya permusuhan di berbagai wilayah perbatasan, militer Israel mengatakan pada hari Rabu (11/10/2023).
Dalam kutipan yang dimuat oleh surat kabar online Israel Hayom, kepala juru bicara militer Laksamana Muda Daniel Hagari juga mengatakan bahwa di antara target Hamas yang dihancurkan dalam serangan balasan Gaza adalah sistem canggih untuk melacak pesawat.
75 tahun hidup dalam penderitaan
Gaza adalah wilayah pesisir yang terletak di jalur perdagangan dan maritim kuno di sepanjang pantai Mediterania. Gaza dipegang oleh Kekaisaran Ottoman hingga 1917.
Wilayah Gaza berpindah dari kekuasaan militer Inggris ke Mesir, kemudian ke Israel selama satu abad terakhir.
Gaza sekarang menjadi wilayah berpagar yang dihuni oleh lebih dari 2 juta warga Palestina dan disebut sebagai penjara terbuka terbesar di dunia karena diblokade Israel.
Berikut adalah beberapa tonggak penting dalam sejarah penderitaan Gaza.
1948 - Berakhirnya kekuasaan Inggris
Ketika pemerintahan kolonial Inggris berakhir di Palestina pada akhir 1940-an, kekerasan meningkat antara orang Yahudi dan Arab, yang berpuncak pada perang antara Negara Israel yang baru dibentuk dan negara-negara Arab pada Mei 1948. Puluhan ribu warga Palestina mengungsi di Gaza setelah perang. Mereka melarikan diri atau diusir dari rumah mereka.
Tentara Mesir yang menyerang telah merebut jalur pantai sempit sepanjang 25 mil (40 kilometer), yang membentang dari Sinai hingga selatan Ashkelon. Masuknya pengungsi membuat populasi Gaza meningkat tiga kali lipat menjadi sekitar 200.000 jiwa.
1950an & 1960an - pemerintahan militer Mesir
Mesir menguasai Jalur Gaza selama dua dekade di bawah gubernur militer, sehingga memungkinkan warga Palestina untuk bekerja dan belajar di Mesir. Para “fedayeen” Palestina yang bersenjata, banyak di antara mereka adalah pengungsi, melancarkan serangan ke Israel, sehingga memicu pembalasan.
Perserikatan Bangsa-Bangsa membentuk badan pengungsi, UNRWA, yang saat ini menyediakan layanan bagi 1,6 juta pengungsi Palestina yang terdaftar di Gaza, serta bagi warga Palestina di Yordania, Lebanon, Suriah, dan Tepi Barat.
1967 - Perang dan pendudukan militer Israel
Israel merebut Jalur Gaza dalam perang Timur Tengah tahun 1967. Sensus Israel tahun itu menyebutkan populasi Gaza berjumlah 394.000, setidaknya 60 persen di antaranya adalah pengungsi.
Dengan kepergian warga Mesir, banyak pekerja Gaza mengambil pekerjaan di bidang pertanian, konstruksi dan industri jasa di Israel. Mereka dapat memperoleh pekerjaan dengan mudah pada saat itu.
Pasukan Israel tetap mengelola wilayah tersebut dan menjaga permukiman yang dibangun Israel pada dekade-dekade berikutnya. Hal ini menjadi sumber meningkatnya kebencian warga Palestina.
1987 - Perlawanan Palestina pertama: Hamas terbentuk
Dua puluh tahun setelah perang tahun 1967, warga Palestina melancarkan intifada atau perlawanan pertama mereka. Ini dimulai pada Desember 1987 setelah kecelakaan lalu lintas.
Ketika itu, sebuah truk Israel menabrak kendaraan yang membawa pekerja Palestina di kamp pengungsi Jabalya di Gaza. Empat orang meninggal dunia karena kecelakaan itu. Kemudian muncul aksi protes dengan pelemparan batu, pemogokan, dan penutupan.
Aksi kekerasan dan protes itu membuat organisasi Ikhwanul Muslimin yang berbasis di Mesir membentuk cabang bersenjata Palestina, Hamas, dengan basis kekuatannya di Gaza. Hamas menjadi saingan Partai Fatah pimpinan Yasser Arafat yang memimpin Organisasi Pembebasan Palestina.
1993 - Perjanjian Oslo, dan semi-otonomi Palestina
Israel dan Palestina menandatangani perjanjian perdamaian bersejarah pada 1993 yang mengarah pada pembentukan Otoritas Palestina. Berdasarkan perjanjian sementara, warga Palestina pertama kali diberi kendali terbatas di Gaza dan Jericho di Tepi Barat. Arafat kembali ke Gaza setelah puluhan tahun berada di pengasingan.
Perjanjian Oslo memberikan otonomi kepada Otoritas Palestina yang baru dibentuk, dan membayangkan pembentukan negara setelah lima tahun. Tapi itu tidak pernah terjadi. Israel menuduh Palestina mengingkari perjanjian keamanan. Sementara warga Palestina marah atas pembangunan permukiman Israel yang terus berlanjut.
Hamas dan Jihad Islam melakukan pengeboman untuk menggagalkan proses perdamaian, sehingga menyebabkan Israel memberlakukan lebih banyak pembatasan terhadap pergerakan warga Palestina di Gaza. Hamas juga menerima kritik yang semakin meningkat dari Palestina terhadap korupsi, nepotisme, dan salah urus ekonomi yang dilakukan oleh lingkaran dalam Arafat.
2000 - Intifada Palestina Kedua
Pada 2000, hubungan Israel-Palestina merosot ke titik terendah baru dengan pecahnya intifada Palestina kedua. Hal ini mengawali periode bom bunuh diri dan serangan penembakan oleh warga Palestina, serta serangan udara Israel, penghancuran, zona larangan bepergian, dan jam malam.
Salah satu korbannya adalah Bandara Internasional Gaza, yang merupakan simbol harapan Palestina terkait kemandirian ekonomi. Bandara Gaza menjadi satu-satunya penghubung langsung Palestina dengan dunia luar yang tidak dikontrol oleh Israel atau Mesir. Bandara Intenasional Gaza dibuka pada 1998.
Israel menganggap Bandara Internasional Gaza sebagai ancaman keamanan. Israel menghancurkan antena radar dan landasan pacu beberapa bulan setelah serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat.
Korban lainnya adalah industri perikanan di Gaza, yang merupakan sumber pendapatan bagi puluhan ribu orang. Zona penangkapan ikan di Gaza dikurangi oleh Israel. Menurut Israel pembatasan ini diperlukan untuk menghentikan kapal-kapal yang menyelundupkan senjata.
2005 - Israel mengevakuasi permukimannya di Gaza
Pada Agustus 2005 Israel mengevakuasi seluruh pasukan dan pemukimnya dari Gaza, yang pada saat itu sepenuhnya dipagari dari dunia luar oleh Israel. Warga Palestina merobohkan bangunan dan infrastruktur yang ditinggalkan untuk dijadikan barang bekas.
Penghapusan pemukiman tersebut memberikan kebebasan bergerak yang lebih besar di Gaza, dan “ekonomi terowongan” berkembang pesat.
Kelompok perlawanan, penyelundup, dan pengusaha dengan cepat menggali sejumlah terowongan untuk membuka akses ke Mesir. Namun penarikan pemukim Israel tersebut juga menghapuskan pabrik-pabrik, rumah kaca dan bengkel-bengkel yang mempekerjakan sebagian warga Gaza.
2006 - Hamas berkuasa di Gaza
Pada 2006, Hamas meraih kemenangan mengejutkan dalam pemilihan parlemen Palestina dan kemudian menguasai Gaza secara penuh. Hamas menggulingkan kekuatan yang setia kepada penerus Arafat, Presiden Mahmoud Abbas.
Banyak komunitas internasional menghentikan bantuan kepada warga Palestina di wilayah yang dikuasai Hamas karena mereka menganggap Hamas sebagai organisasi teroris. Israel melarang puluhan ribu pekerja Palestina memasuki negara tersebut, sehingga memutus sumber pendapatan penting mereka.
Serangan udara Israel melumpuhkan satu-satunya pembangkit listrik di Gaza, hingga menyebabkan pemadaman listrik secara luas. Dengan alasan masalah keamanan, Israel dan Mesir juga memberlakukan pembatasan yang lebih ketat terhadap pergerakan orang dan barang melalui penyeberangan Gaza.
Rencana Hamas yang ambisius untuk memfokuskan kembali perekonomian Gaza ke timur telah kandas bahkan sebelum mereka memulainya. Melihat Hamas sebagai ancaman, pemimpin Mesir yang didukung militer Abdel Fattah al-Sisi, yang mengambil alih kekuasaan pada 2014, menutup perbatasan dengan Gaza dan meledakkan sebagian besar terowongan. Perekonomian Gaza mengalami kemunduran akibat konflik.
Siklus konflik
Perekonomian Gaza telah berulang kali menderita akibat siklus konflik, serangan dan pembalasan antara Israel dan kelompok militan Palestina. Sebelum tahun 2023, beberapa pertempuran terburuk terjadi pada 2014, ketika Hamas dan kelompok lain meluncurkan roket ke kota-kota di jantung Israel.
Israel melancarkan serangan udara dan pemboman artileri yang menghancurkan lingkungan di Gaza. Lebih dari 2.100 warga Palestina meninggal dunia, kebanyakan warga sipil. Israel menyebutkan jumlah korban tewas adalah 67 tentara dan enam warga sipil.
2023 - Serangan mendadak
Israel dibuat percaya bahwa mereka mampu membendung Hamas yang sudah lelah dengan perang. Israel memberikan insentif ekonomi kepada para pekerja Gaza. Namun para pejuang Hamas melakukan latihan militer secara rahasia.
Pada 7 Oktober, Hamas melancarkan serangan mengejutkan terhadap Israel. Pejuang Hamas menerobos pagar pembatas Israel dan menyandera puluhan orang Israel yang dibawa ke Gaza.
Israel menanggapi dengan menyerang Gaza. Israel melancarkanserangan udara dan menghancurkan seluruh distrik dalam pertumpahan darah terburuk dalam 75 tahun.
Israel gunakan bom fosfor putih beracun
Palestina menuduh Israel menggunakan bom fosfor putih dalam aksi pembomannya ke Jalur Gaza. Penggunaan bom jenis tersebut dilarang secara internasional.
“Pendudukan Israel menggunakan bom fosfor putih yang dilarang secara internasional terhadap warga Palestina di lingkungan Karama di Gaza utara,” kata Kementerian Luar Negeri Palestina lewat akun X resminya, Selasa (10/10/2023).
Pendiri European Observatory for Human Rights Rami Abdo turut mengunggah sebuah cuplikan video di platform X yang disebutnya sebagai penggunaan bom fosfor putih oleh Israel. “Pasukan militer Israel menggunakan (bom) fosfor putih beracun di daerah padat penduduk di barat laut Kota Gaza,” tulis Abdo.
Israel belum menanggapi atau mengomentari penggunaan bom fosfor putih tersebut. Kelompok hak asasi manusia Human Rights Watch (HRW) pernah membuat laporan tentang penggunaan bom fosfor putih oleh Israel saat melancarkan serangan udara ke Jalur Gaza pada masa lalu.
Penggunaan senjata fosfor putih untuk membuat tabir asap dan menutupi pergerakan pasukan diterima secara hukum. Namun Konvensi Jenewa tahun 1980 melarang penggunaannya di daerah padat penduduk.
Pertempuran antara Israel dan kelompok Hamas yang mengontrol Jalur Gaza telah memasuki hari kelima. Korban jiwa terus meningkat di kedua pihak. Gempuran serangan udara Israel ke Jalur Gaza telah menyebabkan sedikitnya 900 warga Palestina di sana meninggal.
Serangan Hamas, yang telah berlangsung sejak akhir pekan lalu, juga telah menewaskan 1.200 warga Israel. Baik Hamas maupun Israel masih saling berbalas serangan udara.
Pada Sabtu 7 Oktober 2023 pekan lalu ratusan anggota Hamas berhasil melakukan infiltrasi ke wilayah Israel yang berbatasan dengan Jalur Gaza.
Infiltrasi dilakukan sesaat setelah Hamas meluncurkan serangan roket. Ratusan anggota Hamas yang berhasil memasuki wilayah Israel kemudian melakukan serangan ke beberapa kota di dekat perbatasan Gaza.
Anggota Hamas dilaporkan melakukan penyerbuan ke 22 lokasi di Israel selatan pada Sabtu pagi, termasuk kota-kota dan komunitas kecil sejauh 24 kilometer dari perbatasan Gaza.
Ketika mundur, mereka menahan sejumlah warga untuk dijadikan sandera. Jumlah warga Israel yang disandera dilaporkan lebih dari 100 orang.
Hamas menyebut serangan roket dan infiltrasi ke Israel sebagai Operation Al Aqsa Flood. Mereka mengatakan, operasi itu diluncurkan sebagai respons atas penyerbuan ke Masjid Al-Aqsa dan meningkatnya kekerasan pemukim.
Merespons operasi serangan Hamas, Israel telah meluncurkan Operation Swords of Iron dan membombardir Jalur Gaza. Target utamanya adalah markas atau situs lainnya yang berkaitan dengan Hamas. Namun bangunan-bangunan penduduk turut terimbas serangan udara Israel
bom fosfor putih israel gunakan bom fosfor putih israel gunakan senjata terlarang israel gunakan bom terlarang bom terlarang digunakan israel jalur gaza serangan israel di gaza perang hamas israel operasi badai al aqsa perang israel hamas operasi militer hamas konflik hamas israel operasi pedang besi. (*)
Tags : operasi badai, al aqsa, perang hamas israel, perang israel hamas, operasi badai al aqsa, operasi pedang besi, perang hamas israel, konflik hamas israel, perang israel hamas, perang hamas israel di gaza, genosida di jalur gaza, bom fosfor putih di jalur gaza, bom fosfor putih terlarang, jumlah korban perang israel hamas,