AGAMA - Masalah pelayanan ibadah haji yang terus berulang saban tahun seperti tenda yang kelebihan kapasitas tidak bisa dimaklumi lagi dengan dalih apapun, menurut cendekiawan Islam Lies Marcoes.
Menurutnya pemerintah Indonesia harus menghitung ulang daya tampung dengan kemampuan dalam melayani para jemaah sehingga tidak kolaps.
Di media sosial viral sebuah video yang memperlihatkan sejumlah jemaah dari Jawa Barat memprotes kondisi tenda di Mina, Arab Saudi.
Disebutkan tenda itu tiak mampu menampung jumlah jemaah hingga akhirnya beberapa terpaksa tidur di lorong-lorong di antara tenda.
Juru bicara Kementerian Agama, Anna Hasbie, mengakui adanya persoalan itu, namun klaimnya hal tersebut tak bisa terhindarkan lantaran wilayah Mina yang terbatas.
Seorang jemaah haji, Fauziah, mengatakan alangkah baiknya jika fasilitas diperbaiki. Pasalnya dia menyaksikan sendiri banyak jemaah yang pingsan di Mina gara-gara sesak dan kepanasan.
Apa saja persoalan dalam pelayanan haji tahun ini?
Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024 mendapat sorotan setelah video viral di sosial media X memperlihatkan sejumlah jemaah haji dari Kota Bogor, Jawa Barat, protes soal kondisi tenda di kawasan Mina.
Pasalnya di dalam tenda berukuran 10x12 meter itu para jemaah nampak berdesak-desakan. Mereka tidur saling berhimpitan satu dengan yang lain.
Saking tidak muatnya, puluhan jemaah akhirnya tidur di lorong di antara tenda beralaskan kasur tipis. Ditambah lagi air conditioner (AC) yang tidak berfungsi di beberapa tenda.
Selain soal tenda yang kelebihan kapasitas, tim pengawas haji DPR juga menemukan persoalan lain seperti banyak toilet yang mampet dan tidak ada air.
Kemudian adanya makanan untuk jemaah yang dianggap kurang layak karena tak diberi sayuran dan hanya ada lauk ikan sebagai protein.
'Banyak yang pingsan di Mina karena sesak dan kepanasan di tenda'
Seorang jemaah dari Jakarta, Fauziah, membenarkan kondisi tersebut.
Ia bercerita perjalanan haji tahun ini adalah pengalaman pertamanya ke Mekkah. Sesampainya di sini, dia bersama suami mengaku harus beradaptasi dengan cuaca panas yang luar biasa menyengat.
Itu kenapa para jemaah disarankan oleh petugas medis agar sering-sering minum air demi menghindari heatstroke.
"Karena sering minum itu, saya jadi lebih sering ke kamar mandi," ucap perempuan 52 tahun ini, Selasa (18/06).
Hotel yang ditempati Fauziah di Mekkah cukup nyaman. Satu kamar diisi lima orang. Fasilitas seperti air bersih dan pendingin udara atau AC semuanya berfungsi.
"Mulai ada kendala itu di Arafah, jadi karena berangkatnya pagi-pagi belum sempat sarapan karena dibilang nanti sarapan di Arafah, eh tahunya sampai di sana siang jadi tidak sempat sarapan."
"Sampai siang, juga belum ada makanan. Kami nungguin makan baru dapat malam, jadi orang-orang di tenda pada lapar."
Di Arafah, sambungnya, tenda untuk kloternya yang berjumlah 300 orang lebih, terbilang bagus. Satu orang dapat satu kasur.
Meskipun untuk urusan toilet, selalu saja mengantre panjang dan kurangnya tempat sampah sehingga kotoran bertebaran di mana-mana.
"Sampai ada yang enggak tahan, kencing di luar. Untungnya kami siapkan pampers dewasa. Jadi ke toilet untuk ganti pampers dan bersih-bersih."
"Mau siang atau malam, sama saja antrenya lama."
Ketika hendak ke kawasan Muzdalifah, Fauziah dan rombongan harus mengantre bus jemputan. Satu kloter, katanya, hanya disediakan dua bus.
Waktu menunggu bus itulah, memakan waktu cukup lama kira-kira sampai satu jam. Saking lamanya dia sempat mencari tempat untuk duduk.
"Kalau bisa busnya ditambah," harapnya.
Lelah dalam perjalanan dan menjalani ibadah, Fauziah tiba di Mina.
Namun sesampainya di tenda, rupanya sebagian sudah terisi oleh jemaah dari kloter wilayah lain -terutama yang lansia atau sakit.
"Jadi begitu datang, sudah sempat terisi. Padahal kapasitas tenda di Mina lebih kecil, jadi numpuk-numpuk, bahkan ada yang tidak dapat [kasur]."
Petugas yang menjaga para jemaah, katanya, sampai menganjurkan agar dua kasur dipakai untuk tiga orang. Sementara satu kasur saja, hanya muat untuk satu orang.
Karena sudah kelebihan kapasitas, ada jemaah yang terpaksa tidur di luar tenda.
"Banyak yang tidur di lorong dan banyak juga yang pingsan karena kepanasan di tenda, soalnya penuh banget."
"Saya kebetulan langsung tidur, berusaha tidur, sudah malam juga. Badan enggak bisa kayak bolak-balik, jadi selonjoran aja."
Secara keseluruhan, Fauziah bilang pelayanan ibadah haji memuaskan. Meskipun jika fasilitas diperbaiki akan lebih baik lagi.
Sebelum berangkat, katanya, dia diajarkan untuk banyak bersabar, tidak banyak mengeluh, atau protes bahkan marah. Sebab haji merupakan perjalanan spiritual yang menempa jiwa agar tidak mudah emosi.
"Kalau ada perbaikan, silakan ditambah lagi, Tapi Insyaallah kami merasa ini yang terbaik dalam menyelenggarakan rangkaian haji dan Insyallah puas dengan pelayanan yang diberikan."
Apa penyebabnya?
Juru bicara Kementerian Agama, Anna Hasbie, tak membantah adanya persoalan dalam pelayanan ibadah haji tahun ini seperti makanan yang disebut basi dan kelebihan kapasitas di dalam tenda.
Soal makanan, dia menjelaskan itu disebabkan jemaah tidak mengonsumsi makanannya tepat waktu.
"Tiap makanan biasanya ada waktu konsumsinya. Kalau pagi dari jam 07:00 sampai 09:00 waktu setempat. Ada jemaah yang makan setelah waktu itu, akhirnya dibilang basi..." ujar Anna Hasbie, Selasa (18/06).
Sementara soal AC yang tidak berfungsi, diakuinya ada yang karena rusak dan ketidaktahuan jemaah menggunakan barang tersebut.
"Ada yang mengeluh tenda panas, ternyata blowernya mati, tapi AC nyala. Kemudian di Mekah, jemaah mengadu AC mati, ketika dikonfirmasi ada jemaah yang salah menyetel remote. Itu banyak, jadi jemaah sudah emosi, tapi ada kesalahpahaman."
Mengenai dua hal tadi, Anna mengeklaim masalahnya bisa diselesaikan saat itu juga alias tidak merembet ke banyak tempat.
"Objektifnya ada 241.000 jemaah, kalau makanan betul basi semua, pasti ramai. Ini kan kasuistik. Begitu juga AC masalahnya bukan tidak dibetulkan dan tidak berhari-hari mati... tapi langsung ditangani."
Tapi terkait kelebihan kapasitas di sejumlah tenda di kawasan Mina dan Arafah, dia bilang persoalannya tak sesederhana itu.
Kelebihan kapasitas di Mina, menurutnya tak bisa terhindarkan lantaran wilayah yang sempit dan hanya bisa menampung sekitar 1,4 juta jiwa.
Itu mengapa tenda yang didirikan pun lebih kecil daripada di Arafah dengan kapasitas maksimal 100 orang untuk satu tenda.
Belajar dari tahun lalu, Kemenag pun memutuskan untuk mendirikan tenda-tenda untuk jemaah di dalam area Mina, bukan di perbatasan wilayah lain agar aktivitas ibadahnya sah secara fiqih.
"Di Mina daerahnya dipotong jalur jalanan, itu sebabnya tendanya lebih kecil. Apakah tidak bisa bikin tenda lain? Bisa, tapi apakah sah secara fiqih kalau dibikin tenda di luar Mina? Sementara sunnahnya, magrib harus di Mina."
"Kami bukan sedang membela diri, tapi kenyataan di lapangan seperti itu. Tiap tahun kami berusaha memperbaiki pelayanan, kayak transportasi dibilang terlambat, tapi dibanding tahun lalu, kali ini lebih tepat waktu."
Namun dugaannya, mengapa kelebihan kapasitas terjadi kemungkinan ada jemaah dengan visa non-haji "menyusup" di antara jemaah resmi.
Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj, menduga hal yang sama.
Pihaknya menerima laporan dari jemaah bahwa tenda mereka dimasuki jemaah yang tidak dikenal dan tidak berdokumen resmi.
"Ini kami duga yang pakai visa non-haji berhasil menyusup ke arena haji dan dari negara lain juga bisa menerobos."
"Karena jemaah kita terkenal sopan, sehingga tidak ada sejarahnya ada orang asing mengusir."
"Jadi kalau ada orang Indonesia berhasil menggunakan visa non-haji dan masuk ke arena Arafah atau Mina, zalim itu, karena menyerobot tenda dan makanan yang resmi."
Terlepas dari itu semua, Komnas menilai penyelenggaraan ibadah haji tahun ini lebih baik dari tahun sebelumnya.
Dia pun mewanti-wanti sejak awal agar tragedi Muzdalifah di tahun 2023 tidak terjadi lagi -di mana ribuan jemaah kepanasan sehingga menyebabkan ratusan orang meninggal dunia.
Adapun panitia penyelenggara di lapangan, klaimnya, cukup tanggap merespon keluhan para jemaah.
"Misalnya AC bocor, ada laporan kami terima dan kami adukan ke kepala daker, tertanggulangi sejauh ini."
"Sederhananya, persoalan AC rusak atau toilet antre, pasti akan ditemukan. Itu masalah khas, ketika ada ribuan bahkan jutaan orang berkumpul di satu waktu, ada kendala... tapi pandangan kami sepanjang tidak ada kasus kelaparan atau tragedi Muzdalifah, belum relevan."
"Kecuali ada unsur kelalaian atau keteledoran."
Akan tetapi, cendekiawan Islam Lies Marcoes menilai masalah pelayanan ibadah haji yang terus berulang saban tahun seperti tenda yang kelebihan kapasitas tidak bisa dimaklumi lagi dengan dalih apapun.
Sebab bagaimanapun, pelayanan untuk jemaah harus diutamakan.
Pengalamannya berhaji, ada semacam keyakinan yang ditanamkan bahwa apa yang dialami di Tanah Suci adalah balasan atas apa yang dilakukan selama hidupnya.
Sehingga dampaknya, jemaah cenderung pasrah.
"Pemakluman itu masih langgeng, padahal ini soal pelayanan. Tidak ada hubungannya dengan nasib baik atau buruk," ujar Lies Marcoes kepada BBC News Indonesia.
Menurutnya sikap pemerintah yang terus menerus meminta penambahan kuota haji kepada pemerintah Arab Saudi, harus ditinjau ulang apakah sepadan dengan pelayanan yang diberikan.
Dan bukan untuk kepentingan bisnis semata.
Kalau permintaan ibadah haji yang semakin tinggi itu tak dibarengi dengan pelayanan yang maksimal, maka akhirnya muncul keluhan-keluhan dari jemaah.
"Jadi pemerintah harus menghitung ulang kebutuhan atau kemampuan pemerintah Saudi dalam melayani, dengan daya tampung tempatnya. Jangan minta tambahan kuota terus, tapi akhirnya kolaps."
"Ini kan seperti tidak ada solusi tapi terjadi setiap tahun. Maka pemerintah harus tegas, jatah kita sekian, dan jangan distop tapi buka pintu lain karena bisa bayar tinggi, enggak adil."
Ketua DPR, Puan Maharani, mengatakan pihaknya menyiapkan panitia khusus (Pansus) untuk mengevaluasi pelaksanaan ibadah haji 2024.
Kata Puan, pansus dibentuk untuk mengevaluasi pelayanan kualitas haji. Meskipun pelaksanaan ibadah haji tahun ini disebut lebih kondusif dibandingkan tahun lalu.
Akan tetapi, evaluasi secara komprehensif tetap diperlukan agar kualitas ibadah haji ke depannya semakin baik.
Apalagi Timwas Haji DPR masih menemukan banyak kebijakan yang perlu perbaikan guna meningkatkan kualitas pelayanan haji.
Beberapa aspek yang menjadi perhatian Timwas Haji DPR, di antaranya terkait dengan manajemen kuota haji, petugas haji, dan anggaran haji.
"DPR RI akan mendengar laporan resmi dari Timwas Haji. Dan tentunya kami DPR akan mendukung langkah-langkah yang harus dilakukan sepanjang untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan efisiensi pelaksanaan ibadah haji," kata Puan seperti dilansir dari Antara.
Menanggapi pansus ini, Juru bicara Kementerian Agama, Anna Hasbie, mengatakan bakal mendukung asalkan masalah-masalah yang ditemukan timwas "tidak kasuistik" saja.
"Itu hak DPR kalau ada pansus, tapi levelnya harus kebijakan, misalnya kuota atau masalah ada jemaah yang visanya non-haji. Enggak kasuistik kayak makanan yang hanya satu atau dua kasus."
"Kalau AC mati kan kasuistik."
Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj, juga menilai pembentukan pansus belum mendesak dilakukan kecuali ada peristiwa besar yang menyebabkan ratusan jemaah meninggal seperti tragedi Muzdalifah pada tahun lalu.
Untuk diketahui, jumlah jemaah haji Indonesia yang meninggal dunia di musim haji 2024 mencapai 136 orang. Tiga di antara jemaah yang meninggal dunia karena heatstroke.
Sementara jemaah haji yang sakit pada tahun ini cenderung menurun dibandingkan tahun lalu. (*)
Tags : Islam, Muslim, Arab Saudi, Indonesia, Mekah, Kesehatan, Haji, Agama,