
Merokok bukan hanya dikenakan denda, tapi bisa kena hukuman kurung selama 6 hari.
MAKKAH -- Jamaah haji Indonesia diingatkan agar tidak merokok selama menjalankan ibadah di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi. Merokok bukan hanya dilarang, tapi pelakunya bisa kena hukuman berat.
Kepala Bidang Perlindungan Jamaah PPIH Arab Saudi Harun al Rasyid mengatakan,
ada setidaknya lima hal yang dilarang selama jamaah berada di Masjidil Haram dan juga Masjid Nabawi. Pertama, kata ia, jangan pernah sekali-sekali jamaah merokok.
"Merokok di lingkungan Masjidil Haram, Masjidil Nabawi apalagi sampai di dalamnya.Ini bukan hanya diberikan denda, tapi juga ada hukuman selama enam hari," ujarnya kepada tim Media Centre Haji, Sabtu (10/5/2025).
Kedua, kata ia, jangan pernah membuang sampah sembarangan di lingkungan Masjidil Haram. Baik itu di pelatarannya apalagi di dalamnya.
Ketiga, jangan sembarangan memungut benda tercecer yang ada di halaman maupun di dalam masjid karena itu akan terekam oleh kamera pengawas ICCTV). Kalau melihat bendar tercecer, kata ia, lebih baik menghubungi askar atau polisi setempat, "Termasuk di Masjidil Haram maupun di Masjid Nabawi," ujarnya.
Keempat, jangan membentangkan tanda-tanda kelompok atau juga spanduk. Tindakan itu sangat dilarang oleh otoritas setempat. "Nanti akan datang intel-intel itu," ujarnya.
Kelima, yang terakhir, yang juga perlu diberikan penjelasan kepada jamaah jangan sekali-sekali juga banyak berkerumun lama-lama.
"Kita baru tiga orang berkumpul atau berdiri lama saja kan sudah langsung didatang oleh pihak keamanan. Karena itu suatu larangan bagi semua orang yang ada di situ untuk tidak berkerumun," ujarnya.
Mudah-mudahan, kata Harun, dengan adanya edukasi seperti ini bisa dipedomani sehingga jamaah bisa merasakan ibadah dengan aman dan lancar.
"Sehingga semboyan kita bisa kita harapkan dan bisa kita wujudkan, yaitu jamaah beribadah aman, nyaman, mabrur sepanjang umur," ujarnya.
Setidaknya 2.800 jamaah dari 7 kloter telah tiba di Makkah pada Sabtu (11/5/2025) siang. Mereka ditempatkan di 20 hotel yang tersebar di sejumlah sektor di Makkah.
Jamaah disambut langsung oleh Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri, Kementerian Agama, Muchlis Hanafi, Konjen RI untuk Jeddah Yusron B Ambary, Kadaker Makkah Ali Machzumi serta anggota PPIH dan perwakilan dari pihak hotel. Jamaah yang datang diberikan bunga mawar, minuman, serta beragam camilan dan makanan ringan.
Berhaji merupakan kesempatan untuk banyak merenungi perjalanan hidup.
Haji menurut bahasa adalah berkeinginan, berkehendak, atau berkemauan. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa ditunaikannya ibadah haji tidak hanya bermodal kemampuan, melainkan juga tekad yang kokoh.
Realitas di lapangan menunjukkan bahwa banyak orang secara matematis tidak memiliki cukup uang, tetapi tetap melalui jalan untuk berhaji. Hal itu antara lain diiringi oleh tekad dan keinginannya yang sedemikian kuat untuk menjadi tamu Allah.
Ada syarat berhaji, yakni mampu. Ini sebagaimana firman Allah, yang artinya, "Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam" (QS Ali Imran [3]: 97).
Ayat ini sama sekali tidak menyinggung dari mana kemampuan itu didapat. Yang paling mendasar ditawarkan oleh ayat di atas adalah prinsip karena Allah itulah yang mendasari tekad menuju Baitullah.
Tamu-tamu Allah itu hadir dengan latar belakang perbedaan yang multimacam dan semuanya harus lebur dalam suasana mencari keridhaan-Nya. Sang Kekasih menerima tamu-tamu-Nya sesuai kadar mereka masing-masing. Jadi, faktor ketakwaan yang dibawa oleh tiap tamu sangat berarti. Janganlah justru membawa kemusyrikan walau "kecil" (baca: riya).
Karena itu, seorang tokoh sufi pernah berkata: "Orang yang paling (sunyi) adalah orang yang datang ke rumah kekasih tanpa kekasih. Ia tidak lebih baik dari orang-orang yang tidak hadir ke Tanah Suci, tetapi setiap saat Allah hadir menyertainya di manapun berada."
Ibadah haji sesungguhnya merupakan peluang seseorang menyempurnakan pengalaman spiritual dan sosialnya serta juga memantapkan keyakinan atas ganjaran kebaikan dan sanksi keburukan.
Ibadah haji merupakan peluang bagi seseorang untuk bisa berdoa secara khusyuk di tempat-tempat makbul, baik di Makkah maupun di Madinah.
Ibadah haji adalah peluang perenungan perjalanan hidup seseorang hingga kesadaran paling dalam terekspresikan, sehingga diharapkan kesadaran beragama pada tingkat ritual dan sosial meningkat.
Oleh karena itu, jika dipertanyakan sisi positif dari ibadah haji, terutama tingkat kuantitatif pesertanya, boleh jadi karena bekal ketakwaan yang dibawa oleh jamaah haji sangat minim dan kering.
Tetapi, bukan berarti tidak punya nilai positif, baik secara individual maupun secara kolektif, dinyatakan dalam hadis Nabi: "Haji mabrur balasannya adalah surga."
Hadis tersebut mengisyarakatkan bahwa tuntutan ibadah haji terletak pada kemabrurannya. Kemabruran haji ditandai oleh pemahaman terhadap simbol-simbol ritual haji yang ekspresinya muncul dalam kehidupan ber-hablum minan nas dan hamblum minalllah lebih baik.
Kemabruran haji dapat dilihat pascahaji di mana indikator-indikator positif bertambah dan meningkat. Komitmen untuk menegakkan agama meningkat baik pada dirinya maupun pada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.
Kebersihan berusaha dalam mencari kehidupan pun terlahir sehingga harta yang dicarinya berujung pada keramahan dan keharmonisan sebagai makna simbol dari jamaah haji yang sa'i.
Selanjutnya, lewat melempar jumrah juga akan lahir kemauan untuk membuang jauh-jauh sifat-sifat kehewanan dan nafsu syaithaniyyah yang selalu mengerumuni putaran kehidupan ini. Semoga peluang ibadah haji tidak tersia-siakan. (*)
Tags : larangan merokok, jamaah haji, haji 2025, jamaah haji indonesia, larangan di masjidil haram, bahaya merokok, penyelenggaraan haji 2025, ibadah haji 2025 penyelenggaraan haji, hikmah, hikmah haji,