JAKARTA - Sejumlah warga menilai kebijakan pemerintah menjadikan kartu Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai salah satu syarat untuk jual beli tanah tidak tepat.
"Bukan solusi yang tepat sih kalau misalkan beli tanah harus ada kartu BPJS Kesehatan. Gak ada korelasinya gitu," kata Andre (26).
Pekerja swasta asal Bandung itu juga mempertanyakan mengapa birokrasi jual beli tanah malah makin rumit alih-alih lebih sederhana.
"Hal yang aneh sekali sih menurut saya beli tanah harus ada BPJS Kesehatannya. Harapannya ya semoga makin simple aja gitu buat pengurusan jual beli tanahnya," ujarnya.
Senada, Wisnu (24) berpendapat menjadikan kartu BPJS Kesehatan sebagai syarat jual beli tanah terlalu memaksa.
Menurutnya tujuan pemerintah dengan kebijakan itu mungkin memang cukup mulia agar masyarakat mau membuat BPJS Kesehatan dan terjamin dananya jika sewaktu-waktu sakit.
"Hanya saja, antara instansi agraria dan kesehatan ini ndak terlihat keterkaitannya. Makanya terkesan jadi agak memaksakan, kalo masyarakat yang jual beli tanah harus menyertakan juga BPJS Kesehatan," kata pria yang sehari-hari bekerja sebagai penyiar Radio, seperti dikutip dari CNN Indonesia pada Minggu (20/2/2022).
Oleh karena itu, kata dia, jika tujuannya ingin meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya jaminan sosial, pemerintah sebaiknya melakukan itu dengan cara lain.
"Seperti dengan berbagai program 'revolusi mental' dan perilaku yang selama ini digaungkan, supaya masyarakatnya sadar dan mau membuat BPJS sendiri," ujarnya.
Segendang sepenarian, Dera (27) merasa tidak setuju dengan kebijakan yang akan mulai diberlakukan pada 1 Maret 2022 itu. Sebab, menurutnya syarat kepesertaan BPJS Kesehatan dengan jual beli tanah tidak ada hubungannya.
"Biar pemerintah tau aset kekayaan orang yang jual beli tanah apa gimana harusnya yang sinkron itu memakai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bukan BPJS karena BPJS tidak ada hubungannya sama sekali," ungkapnya.
Sebelumnya, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengumumkan kartu BPJS Kesehatan akan menjadi syarat permohonan pelayanan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun alias jual beli tanah.
Aturan tersebut dalam surat Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN Nomor HR.02/164-400/II/2022.
Surat tersebut mewajibkan pemohon pelayanan peralihan hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun karena jual beli harus menyertakan fotokopi Kartu Peserta BPJS Kesehatan.
"Setiap permohonan pelayanan pendaftaran peralihan hak atas tanah atau Hak Milik atas Satuan Rumah Susun karena jual beli harus dilengkapi dengan fotokopi Kartu Peserta BPJS Kesehatan," demikian tulis surat tersebut.
Begitupun warga yang ingin membuat Surat Izin Mengemudi (SIM), STNK dan melaksanakan ibadah Haji atau Umrah harus memiliki kartu BPJS Kesehatan.
Hal tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Sosial Kesehatan Nasional.
Dalam instruksi yang dikeluarkan pada 6 Januari 2022 itu, Presiden Joko Widodo meminta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia menyempurnakan regulasi untuk pemohon SIM, Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) menyertakan syarat kartu BPJS Kesehatan.
"Melakukan penyempurnaan regulasi untuk memastikan pemohon SIM, STNK, dan SKCK adalah Peserta aktif dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)," demikian tulis Inpres tersebut.
Selain itu, Kepala Polisi juga diminta untuk meningkatkan upaya penegakan hukum terhadap Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang belum melaksanakan kepatuhan membayar iuran program JKN.
Sementara, kepada Menteri Agama, presiden menginstruksikan untuk agar kartu BPJS Kesehatan juga dijadikan syarat bagi calon jamaah Umrah dan Haji.
"Mensyaratkan calon jamaah Umrah dan jamaah Haji khusus merupakan peserta aktif dalam program JKN," tulis Inpres.
Tidak hanya itu, Menteri Agama juga diminta untuk mengambil langkah-langkah agar pelaku usaha dan pekerja pada penyelenggara perjalanan ibadah Umrah dan penyelenggara ibadah Haji khusus menjadi Peserta aktif dalam program JKN.
Kemudian, memastikan peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan pada satuan pendidikan baik formal maupun nonformal di lingkungan Kementerian Agama merupakan peserta aktif dalam program JKN. (*)
Tags : Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial, Kartu BPJS Kesehatan,