LINGKUNGAN - Sejumlah kota di Indonesia diselimuti kabut asap imbas kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang meningkat signifikan dibandingkan tahun lalu, dan menyebabkan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) meningkat.
"Kabut asap meningkat dibanding tahun lalu."
“Saya dan keluarga setiap paginya merasa tidak segar bernapas, kami juga merasa tidak nyaman, ada aroma asap,” keluh seorang warga Palembang, Sulaiman (45).
Namun pegiat lingkungan khawatir situasinya “dapat memburuk” mengingat musim kemarau yang kering –akibat fenomena El Nino—masih akan berlangsung hingga Oktober.
Pemerintah pun diminta menindak tegas korporasi yang menyebabkan karhutla. Seberapa buruk situasinya?
Kualitas udara di Kota Palembang dan Jambi memburuk mencapai level “tidak sehat” setelah berhari-hari diselimuti kabut asap hingga Kamis (7/9).
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan jumlah titik api hingga Selasa (5/9) sudah "naik tinggi" menjadi 3.788 atau hampir empat kali lipat apabila dibandingkan dengan data tahun lalu sebanyak 979 titik.
Kondisi ini telah diperingatkan oleh Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), bahwa El Nino dapat meningkatkan potensi terjadinya karhutla menjadi lebih buruk dibanding tiga tahun terakhir.
Namun Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) menilai El Nino “hanya pemantik” kebakaran, sedangkan memburuknya kebakaran hutan tahun ini “disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan penindakan pemerintah terhadap korporasi penyebab karhutla”.
Kebakaran hutan dan lahan telah menyebabkan sejumlah wilayah di Indonesia dilanda kabut asap, sehingga kualitas udara memburuk.
Di Palembang, Adi Surya Dirgantara mengaku bahwa dia dan tiga anaknya sampai sakit akibat kabut asap yang menyelimuti kawasan tempat tinggal mereka.
“Tenggorokan terasa kering, mata agak pedih, hidung kami tersumbat. Sudah satu minggu ini mengalami demam,” kata Adi, sambil menambahkan bahwa beberapa karyawan di warung mie miliknya juga mengalami batuk.
BMKG mengatakan bahwa karhutla menjadi salah satu penyebab memburuknya kualitas udara di Palembang belakangan ini.
Pada Kamis (7/9), indeks standar pencemaran udara untuk PM2,5 menunjukkan bahwa kualitas udara di kota ini “tidak sehat”.
Adi mengaku was-was dengan kondisi itu, dan terpaksa membatasi aktivitas anaknya di luar ruangan.
“Anak saya yang pertama begitu pulang sekolah tidak saya izinkan lagi untuk main di luar. Kalau ke sekolah juga wajib pakai masker,” tuturnya.
Penurunan kualitas udara turut terjadi di Kota Jambi, yang terdampak oleh kabut asap kiriman dari kebakaran di wilayah Sumatra Selatan.
Sekolah-sekolah mulai mewajibkan para siswanya untuk mengenakan masker. Jupri Yanto, salah satu guru di SDN 66 Jambi mengatakan mereka harus mengurangi aktivitas belajar di luar ruangan.
“Sejak beberapa hari terakhir kami tidak lagi mengadakan kegiatan seperti senam, mengingat kondisi udara yang masuk kategori tidak sehat,” kata Jupri.
Sejauh ini, pemerintah di kedua kota tersebut belum menetapkan status siaga darurat bencana asap. Padahal jumlah kasus ISPA dilaporkan telah meningkat.
Kepala Dinas Kesehatan Sumatra Selatan Trisnawarman mengatakan terjadi peningkatan 4.000 kasus ISPA dalam sebulan sejak Juli hingga Agustus 2023.
“Biasanya kalau faktor kemarau ISPA keluar, ditambah lagi faktor asap, kan pagi bau asap kan, apalagi malam,” kata Trisnawarman.
Sementara ini, Dinas Kesehatan telah mengeluarkan surat edaran agar masyarakat mengurangi aktivitas di luar rumah atau mengenakan masker saat bepergian.
“Kalau [kualitas udara] sudah di atas ambang batas, kami akan mohon kebijakan kepala daerah untuk meliburkan beberapa hari,” kata Trisnawarman.
Sedangkan di Jambi, dalam lima hari pertama September telah terdeteksi sebanyak 1.097 kasus ISPA. Padahal pada Juli lalu, tercatat sebanyak 6.709 kasus ISPA dalam sebulan.
Serupa dengan Pemprov Sumatra Selatan, Pemkot Jambi mengaku masih terus memantau perkembangan situasi terkait kabut asap.
“Kalau sudah buruk sekali dan partikel abu sudah kelihatan jelas dan menyerang anak kita, maka akan kita liburkan anak sekolah kita,” kata Wali Kota Jambi Syarif Fasha seperti dirilis BBC News Indonesia.
Baru Kalimantan Barat yang telah menetapkan status tanggap darurat bencana asap akibat karhutla dan berlaku pada 1-30 September 2023. Lebih dari 100 warga di Kabupaten Ketapang harus mengungsi akibatnya.
Pemadaman api di darat maupun melalui udara masih diupayakan oleh petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Manggala Agni, TNI dan Polri.
Namun menurut Kepala Balai Pengendalian Perubahan Iklim Sumatra KLHK Ferdian Krisnanto, kondisi cuaca yang kering membuat upaya pemadaman menjadi kian sulit.
“Selain cuaca memang panas, kondisi sumber air mulai kering,” kata Ferdian terkait upaya pemadaman di Sumatra Selatan.
Titik yang menjadi sumber api juga sulit dijangkau, dan mayoritas titik kebakaran terjadi di lahan gambut yang sulit dipadamkan.
"Akses ke titik awal api perlu beberapa jam, kadang selain pakai mobil kami harus menyambung pakai perahu kecil atau jalan kaki dengan membawa pompa, selang, logistik, dan lain-lain," jelas Ferdian.
Sementara itu, teknik modifikasi cuaca juga telah dilakukan, salah satunya di Kalimantan Barat, demi menurunkan hujan.
Seberapa buruk karhutla yang terjadi tahun ini?
Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan telah terjadi 499 kejadian karhutla yang terlapor hingga Agustus 2023.
Jumlah itu cukup tinggi apabila dibandingkan tiga tahun sebelumnya, mengingat baru mencakup data selama delapan bulan. Padahal, fase El Nino tahun ini masih tergolong lemah hingga moderat.
BNPB, kata dia, justru khawatir situasi karhutla akan memburuk pada 2024 ketika fase El Nino menguat.
“Kalau tahun ini masih lemah ke moderat, kalau tahun depan moderat sampai kuat, kita harus benar-benar waspada,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Pusat Layanan Iklim Terapan BMKG Ardhasena Sopaheluwakan mengatakan potensi karhutla yang terjadi pada tahun ini "tidak seburuk" pada 2015 dan 2019, ketika El Nino juga melanda dan membakar jutaan hektare lahan.
“Itu karena kemarau keringnya tidak separah 2015 dan 2019, dan mitigasinya juga sudah lebih baik,” kata Ardhasena.
Sejauh ini, KLHK mencatat sebanyak 90.405 hektare lahan telah terbakar sepanjang 2023.
Namun jumlahnya masih berpotensi meluas mengingat dampak kekeringan El Nino diprediksi masih akan berlangsung hingga Oktober 2023.
"Fenomena El Nino memang terjadi sampai Februari-Maret tahun depan, tapi dampak kekeringannya sampai akhir Oktober karena pada November secara gradual wilayah-wilayah di Indonesia akan memasuki musim hujan," jelas Ardhasena.
Menurut KLHK, terdapat 10 provinsi paling rawan kebakaran hutan dan lahan yakni Sumatra Utara, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Papua.
Menteri Siti Nurbaya mengatakan sebanyak 2.608 titik api telah terdeteksi di provinsi-provinsi tersebut hingga September.
Namun dia juga menuturkan bahwa pemerintah "turut mewaspadai" situasi di Pulau Jawa.
Dalam sepekan terakhir, lahan di sejumlah gunung di Pulau Jawa terbakar. Di antaranya di Gunung Bromo, Gunung Arjuno, Gunung Sumbing, Gunung Welirang, Gunung Gede, Gunung Lawu, dan Gunung Andong.
90% peristiwa karhutla di Indonesia "disebabkan oleh ulah manusia", sedangkan kondisi panas yang dipengaruhi El Nino "hanya katalis yang mempercepat kebakaran", kata Abdul Muhari dari BNPB.
Senada, manajer kampanye hutan Walhi, Uli Arta Siagian mengatakan fenomena El Nino hanya "pemantik" dan prediksi akan situasi ini semestinya bisa dimitigasi oleh pemerintah untuk mencegah karhutla.
Namun Walhi justru mendeteksi 12.468 titik api pada tahun ini --berbeda dengan data KLHK--, di mana hampir 50% di antaranya terjadi di wilayah konsesi perusahaan.
Dari pemantauan itu pun, Uli mengatakan masih ditemukan kasus-kasus kebakaran hutan di titik yang sama dengan sebelumnya.
"Di Kalimantan Tengah, Sumatra Selatan, Jambi, kami melihat terjadi titik api terjadi di wilayah yang 2015 dan 2019 itu terjadi kebakaran juga. Artinya dia berulang, bukan hanya waktunya, tapi juga lokasinya, di tempat konsensi-konsensi yang sebelumnya juga terjadi," kata Uli.
Menurut Uli, kasus kebakaran hutan semestinya tidak terulang apabila pemerintah menindak tegas pelakunya dan mengevaluasi izin konsesi yang dimiliki.
Pemerintah dinilai "tidak tegas mengawasi dan menindak korporasi yang menyebabkan karhutla".
"Pemerintah tidak melakukan pengawasan yang ketat, tidak mengevaluasi perizinan, tidak melakukan penegakan hukum," tutur Uli.
Dalam penegakan hukum terkait karhutla, Walhi mengatakan subjek penegakan hukumnya pun "lebih banyak masyarakat adat dibandingkan korporasi".
Pemerintah dinilai tidak memiliki kemauan kuat untuk memeriksa lahan-lahan yang terbakar di wilayah konsensi untuk memastikan apakah itu sengaja dibakar atau sebuah insiden.
Sementara itu, Menteri LHK Siti Nurbaya mengklaim mengontrol titik-titik kebakaran setiap hari malalui sistem pengawasan oleh Direktorat Jenderal Penegakan Hukum.
"Ketika dia [titik panas] ada di area konsensi langsung kita tegur. 'Ini ada hotspot sekian, kamu harus hati-hati, kamu kena sanksi.' Mekanismenya di Gakkum seperti itu," jelas Siti.
Pada awal September lalu, KLHK menyegel lokasi kebakaran hutan dan lahan dari empat perusahaan pemegang konsesi di Kalimantan Barat.
Kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di wilayah Sumatra turut diwaspadai oleh Singapura.
Pada Minggu (3/9), Badan Lingkungan Hidup Nasional Singapura memonitor puluhan titik api yang terdeteksi di Sumatra dan mengingatkan warganya soal risiko kabut asap.
Singapura sendiri termasuk salah satu negara tetangga yang sebelumnya pernah terdampak kabut asap karhutla dari Indonesia. Malaysia dan Thailand juga pernah terdampak.
Kabut asap telah berulang kali menjadi masalah di kawasan Asia Tenggara, terutama ketika kebakaran hutan masif terjadi pada 2015 dan 2019.
Belakangan, dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Jakarta, negara-negara ASEAN meresmikan Pusat Koordinasi Pengendalian Pencemaran Asap Lintas Batas untuk mengembangkan sistem peringatan dini dan mobilisasi sumber daya demi mengatasi masalah pencemaran udara lintas batas.
Namun hingga Kamis (8/9), Ardhasena Sopaheluwakan dari BMKG mengklaim belum ada kabut asap akibat karhutla yang terdeteksi melintasi batas negara. (*)
Tags : kabut asap, kabuat asap meningkat dibanding tahun lalu, kabut asap buat tenggorokan kering, mata pedih, hidung tersumbat, polusi udara, bencana alam, lingkungan,