"Kampong Kota Lama yang memiliki nilai sejarah di Kabupaten Indragiri Hulu mencoba bertahan dari gencarnya serangan pandemi"
etika berbelok dari jalan lintas Bukit Selasih yang sibuk banyak dilalui truk-truk pengangkut buah sawit masih [diwilayah Kecamatan Rengat Barat, Indragiri Hulu], mengikuti jalan panjang berkelok-kelok sekitar 300 meter akan menemukan sebuah kampung Kota Lama yang teduh, asri dan masih tradisional.
Kampung yang dalam bahasa Melayu berarti "desa" - adalah gambaran pedesaan di sebuah daerah kota berjulukan 'Kedondong' identik dengan kehidupan masyarakat yang telah ada sejak wilayah itu disebutkan sebagai wilayah Indragiri.
Desa yang dikenal teduh, sunyi sepi dari kebisingan lalulintas kenderaan diatas lahan yang masih hijau, adalah Kampong Kota Lama, salah satu desa terakhir yang memiliki budaya Melayu masih hidup hingga ditengah pandemi corona ini, di mana sisa-sisa kehidupan tahun 1960-an masih dapat dilihat.
Tak ada panorama gedung pencakar langit yang tampak di kampung itu. Alih-alih, yang ada adalah hamparan pepohonan, kebun sawit, danau Meduyan dan paling mencolok komplek pemakaman Raja Narasinga dikelilingi pagar kawat berduri yang menggambarkan sisa-sisa masa kejayaan kerajaan Indragiri.
Hasil pantauan selama ini ada sekitar 25 rumah kayu dengan atap seng tersebar di sekitar jalan menuju desa yang berujung hingga ditemukan aliran sungai Indragiri.
Berbagai jenis tanaman yang menutupi sekitar badan jalan desa yang terlihat tak begitu bagus [sebagian aspal dan tanah merah], tak ada pembangunan dengan jalan beton yang masif, seperti yang ada dibeberapa jalan lintas timur yang mudah ditemui, sarana jalan desa pun dengan bebas masih ditemukan berlobang dan mengalami kerusakan ditiap ruas jalannya.
Disekitar rumah penduduk desa masih terlihat kabel listrik tergantung di atas kepala, sebuah pemandangan yang langka karena sebagian besar di rumah-rumah penduduk di kota-kota besar yang sudah dilairi listrik sudah tertanam dibawah tanah tetapi yang mengherankan pada saat dimalam hari lingkungan desa itu masih 'gelap gulita' mengkisahkan sekitar lokasi terkesan seram dan angker yang perlu diwaspadai setelah melintasinya - [Anda tak perlu berjalan sendirian di desa itu].
Penghuni lansia tampak masih ada yang duduk di beranda rumah mereka dan paduan suara kicau jangkrik dan ayam berkokok - suara zaman dulu - menghilangkan polusi suara kota dan memberikan musik pedesaan yang menenangkan.
Pemandangan pedesaan bukanlah apa yang biasanya terlintas dalam pikiran kebanyakan orang saat memikirkan Kota Pekanbaru saat ini. Sebaliknya, yang diingat adalah banyaknya hamparan kebun sawit mudah dilihat disetiap sudut desa, atau dengungan suara pabrik kelapa sawit [PKS] yang penuh warna dan futuristik hingga masih terlihat mengeluarkan asap pekat berwarna hitam. Ditambah pula pada ditengah pandemi, lingkungan desa pun semakin terlihat sunyi seperti tak berpenghuni.
Namun, hingga awal tahun 1970-an, kampung-kampung seperti Kota lama ada di mana-mana di seluruh wilayah Inhu. Tokoh Masyarakat Riau, seperti disebutkan H Darmawi Wardhana Zalik Aris SE, Ketua Lembaga Melayu Riau [LMR] Riau Malay Isntitut memperkirakan ada sebanyak puluhan kampung yang tersebar di wilayah kabupaten itu.
Saat ini, meski hanya sedikit yang masih bertahan dengan keasriannya [dipenuhi kebun sawit dan karet] disekitarnya, namun Kota Lama adalah desa terakhir di daratan Inhu yang mencoba bertahan dari 'keasliannya'.
Urbanisasi cepat
Sebagai daerah kabupaten yang ada di Riau, desa dengan mudah mengalami urbanisasi dengan cepat pada 1980-an dan dengan cepat beralih dari ekonomi pertanian ke ekonomi industri kelapa sawit.
Ada pula desa sudah hadir bangunan-bangunan rumah toko [Ruko] yang penuh sesak diganti dengan flat, mengantarkan apa yang disebut "era industiri" dengan jalan-jalan kecil diganti dengan jalan raya multi-lajur, sarana pelayanan kesehatan dan pusat-pusat perbelajaan.
Situasi Desa Kota Lama yang masih asri.
Tidak terkecuali di Inhu banyak desa yang kini berubah drastis, urbanisasi penduduk dengan cepat, membuat harga tanah premium di wilayah berjulukan penghasil ikan patin itupun mengalami perubahan dratis pula, kampung-kampung pedesaan mengalami perubahan, kemajuan ekonomi terdongkrak dengan hadirnya industri dan hamparan usaha agro bisnis [kebun sawit dan karet].
"Tetapi sebagian kampong/desa di wilayah itu harus mengalah. Puluhan desa tradisional dibuldoser, tanaman asli dilucuti, jalur tanah diratakan dan kehidupan asli pedesaan dihancurkan sebagai bagian dari program perluasan kebun sawit," kata Darmawi.
Penduduk desa - beberapa enggan menyerahkan rumah dan lahan mereka yang berharga. Sementara, yang lainnya ingin menukar kehidupan pedesaan dengan toilet modern dan air yang mengalir, kesehatan dan pendidikan yang terjamin.
Mereka digiring ke rumah susun bersubsidi yang dibangun pemerintah yang didirikan di atas rumah lama mereka. Saat ini, mereka sebagian tinggal di bangunan baru, sebagian masih ada yang bertahan dengan rumah gubuk yang asri.
"Dengan pembongkaran desa-desa, tetapi masih ada muncul pula istilah 'semangat kampung' yang terkenal, yang digunakan oleh masyarakatnya untuk menggambarkan budaya persahabatan, kepercayaan dan kemurahan hati yang ada di dalam diri mereka, seperti di Kota Lama itu," kata Darmawi.
"Di kampung ini, warga tidak perlu mengunci pintu dan warga selalu menyambut tetangga, yang sering mampir tanpa pemberitahuan untuk meminjam apa pun yang mereka butuhkan," kata Tamsur salah satu tokoh Melayu di Inhu dalam bincang-bincangnya dirumah salah satu warga Sahran Sepur yang juga sebagai petugas BPCB Riau-Kepri belum lama ini.
Ini adalah cara hidup yang sudah lama di desa ini, oleh pemerintah setempat juga mendukung tatacara kehidupan di lokasi ini tentunya sesuai dengan budaya Melayu yang masih tersisa sejak dahulu dengan meningkatkan jumlah ruang komunal untuk mendorong interaksi sosial, sebut Thamsur lagi.
Tetapi Thamsur menambahkan pada era 2017, pemerintah setempat bermitera dengan beberapa pengusaha untuk mengembangkan kerangka kerja untuk membangun kampung perkotaan, dengan pendekatan teknologi, yakni ruang Wi-Fi bersama, untuk mendorong persahabatan di antara tetangga.
Ada beberapa desa yang mampu mengembangkan melalui gerak usaha dengan dibaringi Wi-Fi untuk keperluan kalangan genarasi muda sekarang ini.
"Jadi istilah nya melek teknologi. Selain itu program pemerintah dengan menggalakan pemasangan jaringan internet disetiap desa, tujuannya untuk memudahkan akses perkembangan dan kemajuan desa," ungkapnya.
Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo), Jawalter S MPd yang juga Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Indragiri Hulu, saat itu pernah mengatakan salah satu tujuan pembangunan desa ini adalah untuk memperkuat semangat kampung.
Tetapi kehidupan komunal bukanlah satu-satunya hal untuk menumbuhkan semangat ini; lingkungan juga penting, sebutnya.
Bagaimana Kota Lama bisa bertahan?
Salah satu alasan Kota Lama berhasil lolos dari nasib [perubahan] yang juga menimpa kampung-kampung lain yang ada di Inhu karena kawasan sekitarnya tidak begitu diminati untuk pengembangan komersial, industri, pemukiman dan pembukaan/perluasan kebun sawit seperti di tempat lain - meski perlahan hal itu pada akhirnya berubah.
Beberapa desa sudah banyak dikelilingi oleh pembukaan hutan dan pertanian, sekarang diapit oleh perumahan dan sejumlah flat.
Alasan lain menjadi jelas, warga desa yang menyewakan beberapa rumah dan lahan di sana, namun di Kota Lama warga desa justru masih banyak yang mempertahankan keaslian budaya memegang teguh komitmen untuk melestarikan satu-satunya kampung yang masih hidup dan mempertahankan keasliannya di Inhu.
Saharan Sepur (60 tahun), mengaku telah menjalani hampir seluruh hidupnya di desa Kota Lama.
Dia juga salah satu staf Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Sumatera Barat (Sumbar), Riau, Kepulauan Riau (Kepri) menyebutkan Inhu dijuluki kota bersejarah.
Pada masa kejayaan Kerajaan Indragiri, kota Rengat pernah menjadi pusat kerajaan.
"Di Inhu banyak terdapat situs cagar budaya berupa makam, gedung bersejarah yang merupakan warisan Kerajaan Indragiri," kata dia dalam pada kesempatan berbicara soal Inhu.
Dia sendiri tinggal di perkampungan desa Kota Lama dimana lokasi desa sebuah perkampungan rumah-rumah warga yang sudah diwariskan selama ratusan tahun.
Saharan, beberapa waktu lalu membicarakan soal perkampungan Melayu itu yang masih terdapat rumah-rumah tradisional masa Kerajaan Indragiri maupun masa kolonial yang masih bertahan hingga saat ini. Selain desa Kota Lama ada lainnya seperti Desa Sungai Raya dan Kelurahan Kampung Besar Kota.
"Di Desa Sungai Raya terdapat 17 rumah tradisional yang di data dan enam rumah tradisional di Kelurahan Kampung Besar Kota."
Rumah tua yang mencoba bertahan setiap tahunnya.
"Rumah tua milik Ani di Jalan Hang Tuah, Desa Sungai Raya, Kecamatan Rengat memiliki umur diperkirakan mencapai 300 tahun lebih. Bahkan usia rumah itu lebih tua dibandingkan dengan Masjid Ar Rahman yang juga menjadi salah satu warisan Kerajaan Indragiri. Seperti Desa Sungai Raya dulunya adalah Dusun Sialang Bondo yang berkembang pada abad ke 16," kata Saharan.
Ia memperkirakan tahun 1735, Sultan Kerajaan Indragiri, Sultan Salehudin Keramat Syah menjabat sebagai raja di Kecamatan Rengat. Sehingga perkampungan Dusun Sialang Bondo semakin berkembang.
Seperti rumah bu Ani, arsitekturnya bergaya melayu dengan pengaruh Eropa, khususnya Portugis ataupun Spayol. Sebagai rumah yang terletak di daerah pesisir, rumah tersebut adalah rumah panggung. Rumah yang memiliki luas 175,88 meter persegi itu terdiri dari beberapa bagian, yakni teras, ruang tamu, dapur dan kamar kecil.
"Rumah itu memiliki ruang tamu yang luas, sehingga sering dijadikan tempat berkumpul oleh keluarga. Meski sudah berusia 300 tahun lebih, rumah tersebut masih mempertahankan keasliannya, setidaknya 70 persen bagiannya, baik dinding, tiang penyangga, maupun kuda-kuda. Namun lantainya sudah beberapa kali mengalami pergantian," kata Saharan.
"Tiang rumah memakai kayu yang kuat, yakni kayu ulin. Kayu ulin adalah kayu yang tumbuh di Hutan Kalimantan, jadi bisa dikatakan kayu untuk pembangunan rumah itu diimpor," katanya.
Untuk pembangunan rumah tidak menggunakan paku melainkan kayu yang dijadikan pasak. Selain rumah tradisional peninggalan masa Kerajaan Indragiri, di Rengat juga ditemukan rumah tradisional peninggalan masa kolonial.
Saharan menggambarkan, rumah tradisional peninggalan masa kolonial bisa dilihat dari atapnya berbentuk limas, memiliki kuda-kuda yang tinggi, berplafon asbes, ventilasi memakai jari-jari, serta berpintu besar.
Salah satu bangunan peninggalan masa kolonial yang bisa ditemukan di Kecamatan Rengat sampai saat ini adalah Wisma Embun Bunga. Pendataan rumah-rumah tradisional dan bangunan bersejarah di Kabupaten Inhu ini adalah upaya untuk mempertahankan sejarah. Hingga kini Saharan masih terus melakukan validasi terhadap data yang ada.
"Validasi ini dilakukan agar rumah-rumah yang sudah didata itu tidak hilang," katanya juga berharap pada pemerintah semakin perduli menjaga peninggalan sejarah tersebut karena potensi sejarah itu bisa berimbas positif kepada sektor pariwisata di Inhu.
Kota Lama digemari wisatawan
Di Desa Kota Lama selain masih terdapat rumah-rumah perkampungan warga yang ada sejak kerajaan Indragiri, juga ditemukan komplek makam Raja Narasinga. Sejak pandemi makam Raja-Raja Indragiri pada Juni lalu di Desa Kota Lama sunyi akan pengunjung, Sharan melihat sebelum pandemi desa itu sempat populer.
"Tur akhir pekan dalam dan luar daerah laris di kalangan wisatawan. Tetapi kini tidak mengherankan karena tidak ada yang bisa bepergian ditengah pandemi dan ini tempat wisata lokal 'yang unik' yang sudah sunyi pengunjung," katanya.
Banyak juga yang berkunjung sendiri; masyarakat umum, pengendara sepeda motor, orang yang tengah berolahraga, dan bahkan grup-grup yang dipertemukan di aplikasi Meetup.
Sahran mengatakan sebagian besar datang untuk berjalan-jalan dengan tenang di kampung dan mengambil foto oasis hijau langka yang terletak di wilayah kecamatan Rengat Barat ini.
Seperti baru-baru ini usai dilantik Rezita Meylani Yopi SE bersama Katib Syuriyah NU Inhu Kiai Muhammad Jaenuri, Ketua Tahfidziyah NU Inhu Kiai Saerozi, dan PAC Muslimat NU se Inhu ziarah ke makam Raja-raja Indragiri di Desa Kota Lama, Kecamatan Rengat Barat.
Ziarah diawali ke makam Raja Narasinga II yang Bergelar Paduka Maulana Sri sultan Alaudin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alam (sultan kerajaan Indragiri ke-4).
Kemudian dilanjutkan ke makam putranya yang bernama Usuluddin (Sultan Indragiri kelima), lalu makam Sultan Kesedangan Indragiri (Ahmad Alam Syaputra) yang diangkat menjadi Raja Ibadah, makam Datuk Bendahara Raja Usman Fadillah Mangku Bumi Indragiri yang pernah dinobatkan menjadi Sultan Indragiri ke-15, dan Makam Raja Muda Indragiri Pertama (Raja Bergombak).
Usai dilantik jadi Bupati Indragiri Hulu, Rezita Meylani Yopi ziarah ke Makam Raja-Raja Indragiri
Ketua PC Muslimat NU Inhu itu mengatakan bahwa, ziarah makam raja-raja Indragiri ini merupakan agenda rutin dari Muslimat NU Kabupaten Inhu.
Adapun tujuan ziarah makam selain mendoakan dan mengenalkan kepada pengurus dan kader Muslimat NU tentang Raja-raja Indragiri yang turut serta menjadi penyebar Agama Islam, juga untuk menjadi salah satu sarana agar selalu beriman dan mengingat kematian.
Diperkirakan makam ini adalah Makam Raja Narasinga II di Kota Lama.
Dengan ziarah, umat Islam akan mengingat bahwa kematian itu nyata adanya.
“Kita harus mengenal siapa tokoh dan penyebar agama Islam terdahulu terutama di Indragiri Hulu, dan terus mendoakan. Sebab kita bisa seperti saat ini karena perjuangan beliau,” ujar Rezita Meylani Yopi, yang juga Ketua Muslimat NU Inhu periode 2020-2026 bersama rombongan Gerakan Pemuda Ansor (GP Ansor) dan Barisan Ansor Sebaguna (Banser) Kabupaten Inhu.
Kota Lama dulu dan sekarang
Seperti kembali disebutkan Sharan Sepur yang pernah memimpin tur melalui kampung menceritakan perkembangan perkampungan Kota Lama, sebagian besar plot tanah disewakan kepada beberapa usaha perkebunan sawit dan karet - banyak dari warga yang masih keturunan masa kerajaan Indragiri masih tinggal di sana.
Rumah-rumah dan lahan milik warga di seberang pemisah disekitar Danau Meduyan yang masih utuh tidak dijual hingga bernilai beberapa juta rupiah.
Meskipun desa ini bisa dibilang dihuni beberapa rumah kampong paling terjangkau, tidak ada penghuni baru yang pindah ke sana sejak tahun 1990-an, dan kecil kemungkinannya akan ada warga baru dalam waktu dekat.
Seperti yang dikatakan Sharan, seseorang pada umumnya harus berfikir untuk melakukan pengembangan usaha dan hanya mereka yang memiliki koneksi pemilik lahan bisa mempertimbangkan sebagai usaha baru.
Meskipun Desa Kota Lama mungkin merupakan kapsul waktu yang menarik bagi banyak orang pembisnis, namun Kota Lama mewakili sesuatu yang lebih bagi Sahran.
Dia ingat bagaimana saat terdahulu ia melihat warga menggunakan tumbuhan sebagai obat bisa mengambil pengetahuan tentang pengobatan tradisional masyarakat desa yang sekarang menjadi kebanggan warga desa.
Berbagai tumbuhan dan dedaunan dari tanaman yang ada di desa, misalnya, dapat digunakan untuk mengobati beberapa penyakit yang juga dipercaya hingga kini oleh warga desa, ini menunjukkan betapa masih asrinya lingkungan desa.
Meski demikian, Sahran tahu dia duduk [tinggal] di lingkungan desa bersejarah yang sangat kekurangan ruang fasilitas umum memadai, tetapi perkiraannya banyak pengembang yang berharap untuk 'membeli desa' tersebut. Sejauh itu pula Ia mengaku warga desa sampai kini tetap menjaga kelestarian Kota Lama.
Disamping itu pemerintah daerah "tidak ada niat untuk melaksanakan pembangunan dalam waktu dekat" baik tanah untuk dijual atau adanya isu-isu usulan untuk 'merobohkan desa' itu dan menggantinya dengan jalan raya, sekolah, dan taman umum.
Namun yang menarik justru bahkan warga mendorong desa itu untuk dimasukkan sebagai situs Warisan Dunia Unesco. Namun, meskipun kampung itu dulunya dianggap "menyedihkan", kini ada apresiasi baru atas desa itu.
"Desa Kota Lama perlu dipertahankan sebagai bagian dari lokasi wilayah bersejarah dan sebagai desa sekolah untuk kegiatan pembelajaran di luar ruangan misalnya atau diintegrasikan ke dalam taman atau untuk tempat mempelajari berbagai jenis tumbuhan tradisional yang ada sekarang ini baik berguna untuk di masa depan," kata Sharan lagi.
"Sebagian besar [penduduk] telah tinggal di sana selama lebih dari separuh hidup mereka dan mereka memperlakukan satu sama lain sebagai keluarga," ujarnya.
Paling tidak, warga desa memegang janji pemerintah bahwa mereka akan menangani setiap masalah yang terjadi di desa dengan serius.
"Ketika saatnya tiba bagi warga desa disini berharap pada pemerintah daerah untuk menyelesaikan rencana-rencana pembangunan seluruh wilayah, pemerintah harus bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait untuk memastikan pembangunan dilakukan secara holistik dan koheren," kata Saharan lagi.
"Ini harus melibatkan keluarga kampung yang tinggal di sana pada saat itu untuk memahami dan mempertimbangkan kebutuhan dan minat mereka."
Salah satu warga kampung, Nasim, mengatakan, "untungnya pemerintah sekarang melihat pentingnya kampung kami. Kita harus meninggalkan sesuatu yang mengingatkan anak-anak kita kedepan tentang bagaimana desa ini muncul. Kita berasal dari gubuk sederhana ini".
Nasim menambahkan bahwa hal yang baik juga bahwa Kota Lama, yang dulu jauh lebih tertutup, sekarang menyambut warga di desanya. "Ini membantu setiap orang yang datang memahami kami dan memahami mengapa Kota lama perlu dilestarikan."
Di Kabupaten Inhu sekalipun, di mana tanah merupakan komoditas yang berharga, akan selalu ada ketegangan antara mempertahankan desa yang lama dan tidak menutup kemungkinan akan hadir pengembangan properti yang baru akan terus terjadi.
Meskipun masa depan Kota Lama masih belum pasti, melestarikannya berarti menjaga akar, budaya, dan warisan budaya untuk generasi mendatang - sesuatu yang diperlukan bahkan untuk wilayah kabupaten yang sudah tua dimekarkan hingga menjadi tiga kabuaten [Indragiri Hulu, Indragiri Hilir dan Kuantan Singingi]. (rp.sdp/*)
Tags : Kampong Kota Lama, Indragiri Hulu, Riau, Sorotan, Desa Bertahan Dari Serangan Pandemi, Desa Kota Lama Bersejarah,