Kesehatan   2023/10/30 16:27 WIB

Kasus Cacar Monyet Kembali Muncul di Indonesia, 'yang Pernah Dideteksi Awalnya pada 2022'

Kasus Cacar Monyet Kembali Muncul di Indonesia, 'yang Pernah Dideteksi Awalnya pada 2022'
Lesi atau luka pada kulit yang muncul pada pengindap cacar monyet di Lima, Peru

KESEHATAN - Kasus cacar monyet (mpox) kembali muncul di Indonesia awal Oktober ini setelah pertama kali dideteksi pada Agustus 2022. Hingga berita ini diturunkan, menurut Kementerian Kesehatan setidaknya 16 orang di Jakarta dan Tangerang masih diisolasi di rumah sakit karena positif mengidap cacar monyet.

Jumlah vaksin cacar monyet yang tersedia di Indonesia sangat terbatas. Dalam setahun terakhir, kata Juru Bicara Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, vaksin baru disuntikkan ke 250 orang dengan risiko tinggi tertular cacar monyet.

Saat ini pemerintah masih memegang sekitar 1.000 vaksin yang secara selektif akan diberikan kepada orang-orang paling rentan tertular.

Namun di tengah munculnya kasus baru dan keterbatasan vaksin, pakar kesehatan publik yakin skala penularan cacar monyet tidak akan seluas pandemi Covid-19. 

Sejumlah data kunci yang dipaparkan Kemenkes, Kamis (26/10), menunjukkan bahwa belasan orang yang terpapar cacar monyet sejak 13 Oktober lalu mayoritas berusia antara 25-29 tahun.

Dari hasil penelusuran medis, 14 pasien cacar monyet mengaku kepada petugas surveilans bahwa mereka melakukan hubungan seksual sesama jenis, laki-laki dengan laki-laki. Adapun masing-masing dari dua pengidap cacar monyet lainnya mengaku biseksual dan heteroseksual.

Hampir seluruh penderita cacar monyet ini sebelumnya telah mengidap HIV—virus yang secara umum melemahkan sistem imun manusia.

Merujuk data-data ini, pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, menyebut bahwa hampir seluruh penularan cacar monyet di Indonesia terjadi di orang-orang yang belum pernah mendapat vaksin cacar, melakukan hubungan seksual laki-laki dengan laki-laki, dan telah terdiagnosis positif HIV sebelumnya.

Windhu berkata, merekalah yang masuk dalam kategori orang-orang dengan risiko tinggi tertular cacar monyet. “Jadi penularannya terbatas pada kelompok tertentu,” ujarnya.

“Penularan juga bisa juga terjadi pada orang yang melakukan hubungan seksual laki-laki dengan perempuan, tapi saat ini paling banyak terjadi pada pelaku hubungan seksual laki-laki dengan laki-laki. Merekalah kelompok dengan risiko paling tinggi untuk tertular, bukan masyarakat pada umumnya,” kata Windhu.

Windhu berkata, penularan cacar monyet tidak akan meluas seperti Covid-19 yang bisa menyerang siapapun.

Setiap orang yang lahir sebelum tahun 1980, kata dia, juga terlindungi dari risiko cacar air karena mereka telah menerima vaksin cacar yang dulu digelontorkan pemerintah untuk menghentikan wabah cacar.

Dalam usaha memberantas penyakit cacar, Indonesia mengikuti program Global Smallpox Eradication Program pada tahun 1967. Target dari program ini adalah memberikan kekebalan penyakit cacar kepada 1/3 penduduk Indonesia. Vaksin cacar yang disuntikkan ke masyarakat pada waktu itu bisa mencegah infeksi cacar seumur hidup.

Indonesia lantas dinyatakan bebas cacar oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada 25 April 1974.

“Jadi orang seperti saya,” kata Windhu yang tergolong berusia lanjut, “tidak bisa tertular cacar monyet karena vaksin cacar yang saya terima pada masa itu juga berlaku untuk mencegah mpox.”

Windhu Purnomo berkata, cacar air umumnya menular dari seorang pengidap ke orang yang belum terinfeksi melalui sentuhan kulit. Virus mpox juga bisa berpindah dari satu orang ke orang lain melalui saluran pernafasan, tapi menurutnya metode ini jarang terjadi, termasuk pada belasan orang yang positif cacar monyet di Jakarta dan Tangerang.

Pernyataan serupa dikatakan Kepala Satuan Tugas Penanganan Cacar Monyet Ikatan Dokter Indonesia, dr. Hanny Nilasari.

“Ini sangat berbeda dengan Covid yang penularan utamanya melalui droplet orang yang terinfeksi. Metode penularan mpox yang paling utama adalah melalui kontak erat, yaitu tergeseknya kulit orang yang terpapar dengan kulit orang yang sehat,” kata Hanny.

Untuk mencegah penularan melalui sentuhan kulit, Hanny menyebut pasien yang telah terkonfirmasi positif cacar monyet mesti dirawat dalam ruang isolasi. “Kalau ada bintil di lengan, lengan itu harus ditutup,” ujarnya.

Selain itu, kata Hanny, penularan juga bisa dicegah dengan pemakaian masker. “Virus ini juga bisa ditularkan melalui hembusan napas. Saking banyaknya virus di area pernafasan, orang yang sudah mengalami gejala batuk atau bersin, bisa saja mengeluarkan virus yang berpotensi mengenai orang lain,” tuturnya.

Secara umum, virus mpox sebenarnya sulit ditularkan, kata Hanny. “Dengan daya tahan tubuh tinggi, bila tertular kita sebenarnya bisa sehat kembali,” ucapnya.

Teori tadi terbukti pada orang-orang yang telah terpapar cacar monyet di Indonesia. Mereka tercatat memiliki komorbid atau penyakit penyerta. Penyakit penyerta terbanyak adalah HIV.

“Imunitas orang dengan HIV tentu rendah, jadi infeksi virus apapun bisa menyerang mereka. Jadi kesimpulannya, penderita HIV yang melakukan hubungan seksual sesama jenis sangat berisiko tinggi terpapar,” kata Hanny.

‘Memberantas mpox tanpa stigma’

Hampir seluruh vaksin cacar monyet yang tersedia di Indonesia saat ini akan disalurkan kepada kelompok orang berisiko tinggi, yaitu penderita HIV dan yang melakukan hubungan seksual laki-laki dengan laki-laki. Hal ini dikatakan Juru Bicara Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi.

Vaksinasi itu rencananya akan dimulai per 24 Oktober lalu dan dilakukan secara selektif. Siti berkata, vaksinasi akan berpusat di Jakarta, tersebar di enam klinik carlo alias klinik terpadu bagi pengidap HIV, lima puskesmas, dan satu rumah sakit.

Siti menuturkan, Kemenkes menggandeng dua organisasi yang selama ini mendampingi orang-orang dengan HIV. Dua lembaga itu adalah Yayasan Spiritia dan Koalisi Aids Indonesia.

Kerja sama ini disebutnya penting karena vaksinasi bersifat sukarela, sementara orang-orang dengan HIV selama ini cenderung menutup diri dari publik akibat stigma masyarakat.

Dokter Hanny Nilasari mendorong publik berhenti memelihara stigma terhadap para pengindap HIV. Di sisi lain, kata dia, orang-orang dengan HIV juga tidak boleh terus-menerus menutup diri. Mendatangi tempat vaksinasi dan menerima pemicu kekebalan terhadap cacar monyet, kata dia, harus dilakukan demi kesehatan personal dan banyak orang.

“Kami mengajak orang yang berisiko tinggi terinfeksi untuk datang ke puskesmas dan menerima vaksin,” kata Hanny.

Dokter Hanny Nilasari berkata, pada tahun-tahun sebelum ini virus mpox menyebabkan munculnya sejumlah bintil pada satu titik tubuh. Pada satu waktu, kata dia, bintil itu akan berwarna merah dan sangat menular.

Namun Hanny menyebut virus mpox kini kemungkinan besar telah bermutaasi. Akibatnya, gejala klinis yang muncul berbeda dengan era sebelumnya.

“Yang terjadi sekarang, bintil tersebar di berbagai bagian tubuh. Umumnya jumlah bintilnya tidak banyak, sekitar 20 bintil,” kata Hanny.

Hanny berkata, secara umum, sebelum kemunculan bintil pada kulit, infeksi cacar air akan didahului sejumlah gejala seperti ‘tidak enak badan’, meriang, sumeng, dan sakit kepala.

Menurut Kemenkes, ada pula gejala berupa nyeri tenggorokan, ruam, pembengkakan kelenjar getah bening, nyeri otot, dan kondisi sulit menelan makanan.

Bagaimana penularan cacar monyet di luar Indonesia?

Pada Juli 2022, WHO menyatakan cacar monyet sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia. WHO sudah mencabut status itu pada April 2023.

Negara yang paling banyak melaporkan kasus penularan adalah Amerika Serikat. Sementara Sejak April 2023, peningkatan kasus penularan terbanyak di kawasan Asia Tenggara terjadi di Thailand.

Secara global, sudah terdapat 91.123 kasus positif cacar monyet. Data itu dihitung dari 21 Januari 2022 hingga 30 September 2023. Dari seluruh kasus itu, pasien yang meninggal berjumlah 157 orang. (*)

Tags : kasus cacar monyet, indonesia, cacar monyet pertama kali dideteksi pada 2022, obat, vaksin, kesehatan, organisasi kesehatan dunia,