PEKANBARU - Jumlah warga Riau yang terjangkit penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) di Provinsi Riau terus bertambah.
"Kasus DBD terus meningkat yang banyak diserang orang suka rebahan."
"Hingga Agustus kemarin total kasus DBD di Riau sebanyak 1.488 kasus," kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Zainal Arifin seperti yang dilansir dari mcr, Rabu (28/9).
Dari data yang dirilis Dinas Kesehatan Riau tercatat jumlah kasus kematian akibat DBD terbanyak ditemukan di Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) dengan jumlah kasus kematian sebanyak 4 orang.
Kemudian di Kampar dan Indragiri Hulu masing-masing 2 kasus. Selanjutnya di Bengkalis, Indragiri Hilir dan Pekanbaru masing-masing satu kasus.
Kasus DBD terbanyak ditemukan di Pekanbaru dengan total kasus sebanyak 627 kasus, kemudian di Kampar 183 kasus, Rohul 142 kasus, Pelalawan 67 kasus, Inhu 25 kasus, Kuansing 60 kasus, Inhil 61 kasus, Bengkalis 51 kasus, Dumai 91 kasus, Siak 112 kasus, Rohil 50 kasus dan Meranti sebanyak 19 kasus.
Sedangkan untuk jumlah kasus kematian akibat DBD, bertambah satu kasus. Terbaru, kasus kematian akibat DBD ditemukan di Kota Pekanbaru. Sehingga total kasus kematian akibat DBD di Riau sebanyak 11 kasus.
"Kami minta dinas kesehatan kota lebih care (perhatian). Karena sejak awal kami sudah mengirimkan surat edaran gubernur untuk antisipasi wabah DBD ini," katanya.
Selain itu pihaknya juga akan terus melakukan berbagai upaya agar kasus DBD di Riau bisa tekan. Diantaranya adalah dengan melakukan koordinasi dengan kabupaten kota agar memberikan penyuluhan dan edukasi kepada masyarakat.
"Terutama tentang gerakan 3M, yakni menguras bak mandi, menimbun barang bekas, dan menutup tempat penampungan air yang berpotensi menjadi tempat bersarang nyamuk demam berdarah," terangnya.
Oleh karena itu, dikatakannya pihak Puskesmas juga harus konsisten untuk rutin lakukan pencegahan, sebagai pihak yang terdekat dengan masyarakat.
"Selain itu, fogging atau pengasapan itu sangat efektif sekali. Yang penting jangan sampai ada telur dan jentik nyamuk, karena mereka akan terus berkembang biak ketika ada potensi," tuturnya.
Namun beberapa tahun terakhir, Indonesia masih dihadapkan pada dua kondisi, yakni penyakit menular yang disebabkan oleh virus khususnya Covid-19 masih menjadi persoalan sementara kasus penyakit tidak menular juga semakin meningkat.
Penyakit tidak menular (PTM) seperti stroke, penyakit jantung, ginjal kronis, diabetes, kardiovaskular dan hipertensi, menempati urutan terbanyak penyebab kematian di Indonesia. Pada tahun 2019, sebanyak 17,8 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung.
"Jantung, stroke, gagal ginjal kronis, diabetes dan hipertensi semakin hari semakin meningkat. Kalau kita melihat tahun 2013 sampai 2018, itu ada tingkatan yang cukup signifikan," kata dr Eva Susanti, S.Kp, M.Kes, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kemenkes RI, pada Press Conference Yayasan Jantung Indonesia, Rabu (28/9).
Jumlah kematian yang tinggi dari penyakit tidak menular disebabkan oleh bebrapa faktor risiko, diantaranya adalah tingginya konsumsi gula, garam dan lemak, tingginya prevalensi merokok, kurangnya aktivitas fisik, dan alkohol.
Dari penyakit-penyakit ini, yang membutuhkan pembiayaan tertinggi adalah kardiovaskular, yakni sekitar 7,6 Triliun. Mahalnya pembiayaan ini tentu memberatkan sebagian besar masyarakat Indonesia sehingga akan lebih baik melakukan intervensi untuk lebih menghemat biaya.
"Tentunya persoalan pembiayaan ini, andaikata kita bisa mengadakan intervensi tentu kita bisa menghemat biaya yang dikeluarkan dan tentunya akan tidak memberatkan negara kita dan bisa dialihkan kepada pembangunan yang lebih baik," kata Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes, seperti yang dilansir dari detik.
Faktor-faktor yang menyebabkan peningkatan penyakit kardiovaskular:
1. Hipertensi, Obesitas, dan Diabetes
Hipertensi, obesitas dan diabetes terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tingginya jumlah penderita hipertensi di indonesia mencapai 600 juta hingga 1 milyar orang. Peningkatan jumlah ini tidak terkontrol sejak 1980 hingga 2021, peningkatan jumlah obesitas dari 14,8 persen menjadi 21,8 persen, sementara diabetes meningkat lebih dari 50 persen pada 10 tahun terakhir.
2. Merokok
Terdapat 1 juta perokok di Indonesia. Tentu ini merupakan angka yang tak sedikit, namun merokok merupakan faktor risiko yang dapat dikendalikan. Perubahan gaya hidup sehat tanpa merokok dapat menurunkan risiko penyakit ini.
3. Mager atau Kurangnya Aktivitas Fisik
Generasi mager atau malas gerak membuat sedikitnya aktivitas fisik yang dilakukan. Menurunnya kemauan untuk berolahraga menjadi salah satu faktor penyebab penyakit kardiovaskular. (*)
Tags : Kasus Demam Berdarah Dengue, DBD Meningkat, Riau, Orang Suka Rebahan Banyak Diserang DBD,