PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Badan Pekerja Nasional [Bakernas] Indonesian Corruption Investigation [ICI] prihatin melihat tak sinkronya data mengenai sawit, khususnya industri sawit dan turunannya yang tak membayar pajak, antara Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman.
"Ini kembali menjadi sorotan Bakernas ICI masih banyak nya perusahaan sawit tak membayar pajak."
"Kita menaruh perhatian terhadap peran BPKP dalam melakukan audit. Ya ini kan berarti menyangkut berbagai pihak karena pemerintah kan sebenarnya punya auditor internal. BPKP itu adalah auditor internal pemerintah. Jadi, mestinya memang BPKP yang harus turun untuk bisa mengaudit semua. Jadi, kalau ada temuan-temuan seperti itu, BPKP yang memang harus turun terlebih dahulu,” kata H. Darmawi Wardhana Zalik Aris, Koordinator ICI, tadi ini usai Jumat (4/8/2023).
Ia mengingatkan pemerintah telah memiliki BPKP sebagai auditor internal, dan sudah seharusnya temuan-temuan seperti yang dipersoalkan dapat ditangani sejak dini.
Dia kemudian membandingkan kerja Badan pemeriksa Keuangan (BPK) yang berperan sebagai auditor eksternal.
Dia berharap BPKP sebagai unsur internal pemerintah dapat menunjukan kinerjanya sehingga tidak timbul temuan-temuan seperti yang sering dipersoalkan.
“Itu auditor eksternalnya BPK. Antara BPK dengan BPKP itu unsur internal Pemerintah. Jadi, dia (BPKP) yang harusnya melakukan audit lebih dulu. Karena kalau sudah begitu (ada temuan) nantinya yang akan tersudut BPKP-nya gitu, lah BPKP itu apa yang diaudit kok masih ketemu yang kayak gitu,” ucapnya.
Darmawi mendorong BPKP untuk lebih masif melakukan tugasnya. Bahkan, dia mendukung BPKP untuk melakukan pengejaran apabila ada data yang tak sesuai dan berpotensi merugikan negara.
“Saya dorong BPKP untuk lebih masif lagi, lebih teliti lagi dan kejar kalau perlu kalau memang datanya itu sesuai datanya. Itu menunjukkan bahwa itu memang benar kejar itu. Jangan sampai merugikan negara," pintanya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah mendorong Pemerintah Provinsi [Pemprov] Riau segera menertibkan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang tidak memiliki izin dalam menguasai tanah dan hutan di Riau.
KPK mencatat setidaknya terdapat 1 juta hektar lahan perkebunan di Riau tidak memiliki izin.
"Dari catatan kami ada satu juta hektar lebih tanah dan hutan di Riau dikuasai oleh masyarakat, paling besar itu dilakukan oleh perusahaan tanpa izin," kata Wakil Pimpinan KPK Alexander Marwata, saat acara penandatanganan kesepakatan optimalisasi penerimaan pajak pusat dan daerah, di Pekanbaru, Kamis, 2 Mei 2019 lalu.
Alexander mengatakan, KPK melalui tim koordinasi dan supervisi (Korsup) menemukan ada banyak perusahaan tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) atau tak masuk dalam database perpajakan. Artinya kata dia, perusahaan tersebut sama sekali tidak pernah membayar pajak selama menguasai hutan selama beroperasi.
"Bayangkan, mereka sudah mengeruk kekayaan bumi kita yang mestinya untuk kesejahteraan masyarakat, tetapi dinikmati sendiri, dan mereka tidak bayar pajak," kata dia.
Dalam hal ini kata dia, KPK telah menggandeng Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan mengajak pemerintah daerah untuk menertibkan perusahaan tidak berizin.
KPK turut mengundang Geospasial untuk membuat kebijakan satu peta. "Kalau peta Kementerian Kehutanan itu mungkin kawasan masih hutan, tapi kalau kita tinjau di lapangan itu sudah jadi kebun sawit," ujarnya.
Alexander mengaku penertiban terhadap perusahaan sudah berjalan, untuk tahap awal tim Korsup KPK sudah bergerak mendata perkebunan sawit di wilayah Kalimantan Timur. KPK mendorong pemerintah Riau untuk turut serta dalam pendataan perusahaan yang menguasai hutan tanpa izin di Riau.
Sementara itu, Gubernur Riau Syamsuar mengatakan berkomitmen dalam menyelesaikan persoalan tersebut.
"Kami pastikan dulu perusahaan mana saja yang bermasalah," kata Syamsuar.
Sebelumnya, Panitia khusus (Pansus) monitoring lahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Riau pernah melaporkan 190 perusahaan kelapa sawit terbukti tidak memiliki izin dasar perkebunan dan NPWP.
Pansus menghitung, dari potensi pajak perkebunan sawit di Provinsi Riau yang mencapai Rp 24 triliun, baru Rp 9 triliun yang mengalir ke kas negara. (*)
Tags : kebun sawit, perusahaan kebun sawit gelapkan pajak, kebun sawit diriau, industri kelapa sawit, kpk, pajak, korupsi pajak,