"Sungai Siak yang terus disinari matahari itu airnya terus memprihatinkan, bahkan tak lagi layak diminum"
ungai bersejarah dibumi Lancang Kuning itu bagaikan sebuah tata letak pemandangannya mirip di Prancis, keindahan sungai Siak dipinggiran Kota Pekanbaru itupun kian bersih dan dikelilingi kerlap-kerlip lampu taman.
"Aliran sungai siak terlihat semakin bersih tetapi airnya tak lagi layak diminum."
"Kualitas air sungai masih memprihatinkan yang potensi pencemarannya masih terdapat dari berbagai sumber di sekitar sungai," kata Ir Marganda Simamaora M.Si, Yayasan Sahabat Alam Rimba [Salamba] menilai.
Sahabat Alam Rimba pernah menyusuri Sungai Siak untuk mengetahui kualitas air nya.
Pemerintah Kota Pekanbaru sendiri terus membenahi Sungai Siak ini dengan membangun turap bahkan Water Front City untuk melengkapi keindahan sekaligus menahan luapan air kepermukiman penduduk baik di bantaran maupun disebelah timur kota ini.
Banyak warga tidak percaya akan keindahan bantaran Sungai Siak saat ini yang "Dahulu kumuh," kata Elfi Yandera salah seorang warga yang sudah lama menetap tinggal di Kota Madani itu.
"Rumah-rumah kumuh di sepanjang bantaran sungai sudah ditata apik bahkan bantaran Sungai Siak telah berubah," sebutnya.
Pemko memperindah tepian bantaran sungai dan membangun Water Front City.
"Masyarakat yang dahulu menjadikan sungai sebagai tempat membuang sampah kini tak lagi dilakukan.
Pemko terobsesi memperindah tepian sungai. Sungai Siak sudah sejak lama menjadi urat nadi kehidupan masyarakat.
Tetapi Yayasan Salamba memperkirakan sungai siak yang memiliki kedalaman sekitar 20-30 meter itu masih mengaliri kehidupan karena menjadi jalur transportasi serta tempat nelayan mencari ikan dan perdagangan bisnis.
Hanya saja, sebut Ganda Mora Ketua yayasan Salamba ini, beban sungai makin berat dari tahun ke tahun.
Menurutnya, inisiasi penyelamatan daerah aliran sungai (DAS) memang terus dilakukan.
Sungai Siak hingga kini masih terdapat Jembatan Siak I yang dibangun sejak zaman Belanda tetapi mulai usang.
Kota bersejarah
Kini ditambah dengan beberapa jembatan untuk memperlancar arus transportasi yang menjadi portal penyelamatan DAS Siak yang makin lebar antara 100 dan 150 meter.
"Sebaiknya Pemko tidak lagi memberikan izin pendirian industri di tepian Sungai Siak."
"Dengan kehadiran Water Front City bisa diwujudkan dengan komitmen yang kuat untuk kota yang indah," kata Wawan Sudarwanto pemerhati pendidikan.
Dia membenarkan di sekitar aliran sungai Siak terus berbenah. Konsep kota tepian sungai tersebut terintegrasi dengan berbagai situs sejarah, Masjid Raya Pekanbaru, Rumah Lama Melayu, Pasar lama/Pasar Bawah.
Sampai kini di tepi Sungai Siak Pekanbaru, di bawah Jembatan Siak III, ada sebuah rumah yang mungil dan cantik.
Rumah ini juga memiliki nilai bersejarah. Bangunan unik itu memiliki nilai bersejarah yang disebut Rumah Singgah Tuan Kadi.
"Pekanbaru salah satu kota metropolitan di Indonesia, dahulunya kota ini berasal dari satu kampung kecil di tepian Sungai Siak yang dikenal dengan nama Senapelan yang sangat erat dengan Kerajaan Siak Sri Indra Pura," kata Wawan Sudarwanto dari Lembaga Penelitian Pengembangan Pendidikan [LP3] Anak Negeri menilai.
Dia menceritakan, kisahnya Senapelan memegang peranan penting dalam lalu lintas perdagangan.
"Letak Senapelan yang strategis dan kondisi Sungai Siak yang tenang dan dalam membuat perkampungan ini memegang posisi silang baik dari pedalaman Tapung maupun pedalaman Minangkabau dan Kampar."
"Senapelan yang kemudian lebih popular disebut Pekanbaru resmi didirikan pada tanggal 23 Juni 1784 M oleh Sultan Muhammad Ali Abdul Jalil Muazamsyah di bawah pemerintahan Sultan Yahya yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kota Pekanbaru."
"Meski sudah menjadi sebuah kota metropolitan, dengan deretan bangunan megah dan arsitektur modern, Pekanbaru masih meninggalkan jejak-jejak sejarah masa lalu," sebutnya.
Rumah cantik di tepi sungai
Jejak-jejak sejarah ini bersanding dengan tradisi budaya Melayu yang masih bertahan hingga hari ini.
Salah satu jejak sejarah itu adalah Rumah Singgah yang terletak tepat di bawah Jembatan Siak III Pekanbaru. Lokasi ini sekarang dikenal dengan Jalan Panglima Undan.
Tetapi menurut Wawan Sudarwanto, pada masa kesultanan Siak Sri Indrapura, Tuan Kadi memiliki rumah di tepian sungai Siak dekat dermaga kapal.
Rumah Singgah Tuan Kadi merupakan bangunan unik memiliki nilai bersejarah.
"Dahulunya rumah singgah itu menjadi persinggahan sementara para sultan yang datang ke Pekanbaru," kata Wawan menceritakan kembali hasil yang Ia bacadari panduan buku sejarah.
Rumah Singgah yang terbuat dari kayu dan berbentuk panggung yang posisinya berada di tempat yang sama.
Di belakang rumah singgah ini, ada pelabuhan kecil yang menjorok ke Sungai Siak yang terbuat dari kayu.
Pelabuhan itulah yang dijadikan tempat bertambatnya kapal para sultan.
Rumah Singgah berbentuk panggung, menghadap ke arah Timur, dan dilengkapi dengan jenjang tangga di pintu bagian depan.
Persis di depan pintu masuk, terdapat sebuah bak batu. Di sinilah dulu para tamu, termasuk sultan mencuci kaki dan tangan sebelum naik ke rumah.
Jika dilihat dari samping, bentuk rumah singgah memanjang dan besar dengan jendela dan lekuk-lekuk bangunan yang berbeda.
Jendela berada di sisi Timur dan Barat. Di bawah Jembatan Siak III, ada laman bermain bagi masyarakat berupa taman kota yang cukup menyenangkan.
Taman ini cukup luas, dilengkapi dengan fasilitas bersantai seperti kursi-kursi, tanaman hias, pepohonan dan pagar persis di tepi sungai.
Taman juga dilengkapi median jalan bisa dimanfaatkan untuk bersepeda.
Rumah Singgah Tuan Kadi sendiri didirikan pada tanggal 23 Juli 1928.
Hal itu bisa dilihat dari tanda yang ada di tangga pintu depan rumah.
Di dalam rumah simggah terdapat beberapa photo dokumentasi masa lalu. Namun di dalam rumah tidak ada lagi perabotan yang digunakan Tuan Kadi dan tamunya di masa lalu.
Air sungai tak layak diminum
Kembali seperti disebutkan Ganda Mora, sungai yang ada sejak dahulu dan memiliki sejarah yang panjang ini tak lagi layak diminum.
"Sungai Siak sudah mengalami pencemaran dari berbagai sumber di sekitar sungai."
Kesimpulannya aliran air sugai Siak bukan untuk diminum.
"Sepanjang sungai berada lahan gambut dan terdapat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara yang dilengkapi stock pile-nya, pulp and paper, perkebunan sawit, kayu lapis, log yard, depo minyak, serta kegiatan domestik termasuk pasar," ungkapnya.
Menurutnya, kualitas air Sungai Siak yang memiliki kedalaman diperkirakan sekitar 12-25 meter memiliki suhu Air terdeteksi 30,10C; Suhu Udara 33,50C; Kecepatan Angin 2,50 km per jam; Dissolved Oxygen/Oksigen Terlarut (DO) 3,82 ppm; pH 5,11; Daya Hantar Listrik (DHL) 7,75 us/cm; Turbiditas (Kekeruhan) 3,81 ppm; dan Salinitas 0.
Sedangkan Peraturan Gubernur Riau No.12 Tahun 2003 kelas III, pH air 5,1 sementara Baku Mutu 5,5 – 8.
"Jadi air Sungai Siak termasuk asam," ujarnya.
Bangunan unik memiliki nilai bersejarah Rumah Singgah Tuan Kadi terdapat taman bermain.
DO masih memenuhi alias dalam kondisi baik, demikian pula dengan TDS masih di bawah Baku Mutu (BM=200).
Kendati demikian, kata Ganda Mora, air sungai masih dapat dimanfaatkan untuk budi daya ikan air tawar, peternakan, dan mengairi tanaman atau peruntukan kelas III.
Jadi menyikapi kondisi Sungai Siak ini, Ia menyatakan perlu terus dilakukan pemantauan air dan dilakukan upaya-upaya pengendalian pencemaran. Perhatian dan pengawasan dari berbagai pihak sangat penting untuk menjaga kualitas Sungai Siak. (*)
Tags : sungai siak, pekanbaru, bantaran sungai makin ciamik, air sungai siak tercemar, lingkungan, alam, air siak tak layak diminum, Sorotan, riaupagi.com,