PEKANBARU - Proses penyidikan dugaan korupsi dana Kasbon APBD Inhu tahun 2005 sampai 2008 senilai Rp114 miliar, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau mengirimkan tim ke Kabupaten Inhu guna mencari alat bukti terkait perkara yang sedang diusut.
Selain itu rencana yang dimulai oleh tim jaksa dari Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau dilakukan sejak Rabu 27 Januari 2021 kemarin pihak tim Kejati melakukan kegiatan penyitaan namun tidak melakukan proses pemeriksaan saksi. "Nggak (memeriksa saksi), rencana kemarin melakukan penyitaan," ungkap Asisten Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau, Hilman Azazi yang tak menjelaskan penyitaan yang dimaksud.
Dia juga belum bisa memastikan kegiatan penyitaan karena belum mendapat laporan. "Belum dapat laporan saya," diakunya.
Perkara yang sedang diusut ini, merupakan hasil pengembangan dari Thamsir Rachman, mantan Bupati Inhu yang sudah lebih dulu menjalani proses hukum sebagai pesakitan. Perkara yang masih tahap penyelidikan, jaksa sudah memanggil sejumlah pihak untuk diklarifikasi. Menurut informasi, salah satu lokasi yang didatangi tim jaksa di Kabupaten Inhu, adalah Kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
Jaksa juga sudah memeriksa Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) Indragiri Hulu, Hendrizal. Ia datang memenuhi panggilan ke Kantor Kejati Riau, Senin 23 November 2021 lalu ditemani Kepala BPKAD Inhu, Ibrahim Alimin dan Kepala Inspektur Inhu, Boyke David Sitinjak. Asisten Pidsus Kejati Riau, Hilman Azazi mengaku perkara ini, akan terus memaksimalkan apa yang telah divonis oleh pengadilan. Baik ditingkat pertama, pengadilan tinggi, ataupun sampai pada putusan Kasasi di Makamah Agung. Termasuk itu terkait uang pengganti kerugian negara. "Kemudian kita (kejar) orang-orang yang belum mengembalikan (uang kerugian negara). Lalu orang-orang yang terlibat dalam peristiwa pidana itu kita kejar juga," tegasnya.
Pengembangan perkara ini dilakukan atas temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Artinya, kerugian negara dalam perkara tersebut, masih ada yang belum mengembalikan. Dalam perkara itu, Thamsir Rachman, dijatuhi hukuman pidana penjara selama 8 tahun penjara oleh hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Thamsir dinyatakan terbukti melakukan korupsi dana Kasbon APBD sebesar Rp45 miliar semasa menjabat sebagai Bupati Inhu.
Adapun dana Kasbon APBD yang dikorupsi itu sebesar Rp114 miliar. Dana itu sebagian lagi di korupsi para anggota DPRD Inhu yang juga telah divonis bersalah. Majelis hakim menyakini, dalam korupsi berjamaah itu Thamsir Rachman kecipratan Rp45 miliar. Selain harus menjalani hukuman 8 tahun kurungan, majelis hakim membebankan pidana denda sebanyak Rp200 juta dan atau dapat diganti kurungan badan selama 2 bulan penjara.
Dari uang korupsi Rp45 miliar itu, Thamsir Rachman diwajibkan mengganti biaya sebesar Rp28 miliar. Jika tidak dibayarkan, maka harta bendanya disita untuk negara. Dan jika harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun. Berkas Dugaan Korupsi Bagian Protokol Setdakab Inhu Diserahkan Ke Datun Kejati Riau. Berkas perkara dugaan korupsi di Bagian Protokol Setdakab Inhu Tahun Anggaran 2016-2019, kini beralih penanganannya. Perkara yang sebelumnya ditangani oleh tim jaksa Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau, berkasnya diserahkan ke tim jaksa Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun).
Hal ini terkait dengan telah meninggalnya salah satu saksi kunci dalam perkara ini, yaitu Kabag Protokoler dan Komunikasi Pimpinan Setdakab Inhu, Supandi, pada 21 Desember 2020 lalu. Supandi sendiri sudah sempat diperiksa pada Kamis (12/11/2020) lalu. Terkait berkas perkara yang diserahkan dari Pidsus ke Datun ini, dibenarkan oleh Asisten Intelijen Kejati Riau, Raharjo Budi Kisnanto. "Berhubung salah satu saksi meninggal dunia, sehingga berkas (perkara) diserahkan ke Datun," katanya pada media, Sabtu (30/1).
Raharjo juga menjelaskan alasan penyerahan berkas perkara itu ke bidang Datun. "Untuk digugat perdata guna memulihkan keuangan negara," terang dia.
Sebelumnya, tim jaksa Pidsus menyusun laporan atas perkara ini. Pasalnya, saksi kunci Supandi, meninggal dunia sehingga jaksa perlu menentukan langkah tentang bagaimana kelanjutan penanganan perkara. "Kalau tersangkanya tidak ditemukan, ya otomatis dihentikan. Tapi kalau tersangkanya ditemukan, mungkin disamping itu ada yang lain, dilanjutkan," kata Asisten Pidsus Kejati Riau, Hilman Azazi belum lama ini.
Perkara dugaan rasuah ini sebelumnya ditangani oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Inhu. Seiring berjalannya waktu, pengusutannya diambil alih Kejati Riau. Hal ini, lantaran Kejari Inhu menyerahkan kasus tersebut dengan mengajukan surat permohonan pelimpahan. Sementara itu, beberapa waktu lalu Kepala Kejati (Kajati) Riau, Mia Amiati, pernah menyampaikan penjelasan terkait penanganan perkara dugaan penyalahgunaan anggaran di Bagian Protokol Setdakab Inhu tersebut.
Diungkapkannya, pada 2016-2019, Bagian Protokol mendapatkan dana dari APBD Inhu. Dana tersebut digunakan untuk keperluan perjalanan dinas dan kegiatan lain di Bagian Protokol Setdakab Inhu. "Dalam pelaksanaannya, tim melihat adanya pemotongan 20 persen yang diserahkan kepada pelaksana kegiatan. Pencairan dari bendahara, pengelolaan selalu dipotong sejak 2016-2019 sebesar 20 persen," terang Mia kala itu.
Nantinya uang dari pemotongan digunakan untuk kepentingan pimpinan, seperti THR, uang duka dan lainnya. Juga ditemukan adanya pemesanan tiket pesawat yang dikoordinir PPTK setelah ada pemotongan. Akibat pemotongan itu, negara dirugikan sebesar Rp450 juta. Penghitungan kerugian negara itu dilakukan sendiri oleh penyidik Kejari Inhu karena penyimpangan terbaca dari anggaran yang tersedia dan dipotong. (*)
Tags : dugaan korupsi, bagian protokol setdakab inhu, pidana khusus, perdata dan tata usaha negara,