PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah, tingkat kemiskinan Indonesia kurang dari 10%. Begitupun kemiskinan yang terjadi utnuk di Riau.
"Penyampaian tentang kemiskinan dilakukan dalam Rapat Paripurna DPRD Provinsi Riau dalam rangka Pidato Sambutan Gubernur Riau Masa Jabatan 2019-2024."
"Kemiskinan yang terjadi di Riau dan permasalahnnya telah kita sampaikan dalam penyampaian visi dan misi Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2019-2024, pada Senin 11 Maret 2019 lalu di gedung DPRD Provinsi Riau," kata Gebernur Riau Syamsuar.
Gubernur Riau, Syamsuar menyampaikan beberapa permasalahan pembangunan di Riau yang dihadapi untuk saat ini.
Adapun permasalahan pembangunan menurut Syamsuar tersebut adalah masih terdapatnya kesenjangan kualitas SDM antar Kabupaten/Kota yang diikur dari capaian IPM.
Ada 7 Kabupaten/Kota yang IPM dibawah rata-rata provinsi (71,79) yaitu Kabupaten Pelalawan, Kuansing, Inhu, Rohul, Rohil, Inhil dan Kabupaten Kepulauan Meranti.
Kemudian permasalahan masih rendahnya Kualitas Infrastruktur Dasar bagi masyarakat. Seperti untuk jalan dan jembatan, tahun 2017 panjang jalan provinsi 2.799Km, kondisi rusak sedang hingga berat capai 55,18%.
Permasalahan air bersih dan air minum, dimana terbatasnya akses air bersih dan air minum yang berasal dari air leding/perpipaan. Terdapat yang memanfaatkan air sumur 37,20%, jasa air isi ulang dan kemasan 37,16% dan 23,55% bergantung dari air hujan.
Air limbah dan sampah dimana belum terkelola dengan baik sementara tingkat pertumbuhan penduduk dan industri relatif cukup tinggi. Kemudian elektrifikasi, dimana kebutuhan energi listrik di Riau yang semakin tinggi dengan meningkatnya jumlah penduduk dan sekitar industri.
Permasalahan lain adalah Indeks Kualitas Lingkungan Hidup masih Rendah (IKLH). Dimana terendah di Sumatera. Ini disebankan oleh menurunnya daya dukung dan dan daya tampung ekosistem air, tanah dan udara.
Permasalahan lain masih tingginya tingkat abrasi di wilayah oesisir dan sungai terutama di pulau Bengkalis, pulau Rangsang dan Rupat.
Kemudian permasalahan lain masih terdapatnya permasalahan tapal batas antar Kabupaten/Kota. Permadalahan Rendahnya Pertumbuhan Ekonomi, dimana periode 2011-2017 mengalami penurunan.
Tahun 2011 sebesar 5,57% turun jadi 2,71% tahun 2017. Permasalahan lain masih tingginya tingkat kemiskinan dan pengangguran. Kemiskinan masih diatas 5% yaitu 7,41% atau 514.620 jiwa penduduk berada di bawah garis kemiskinan.
Kabupaten/Kota yang berada di atas tingkat kemiskinan provinsi terdapat pada Kabupaten Kepulauan Meranti 28,99%, Rohul 10,91%, Pelalawan 10,25%, Kuansing 9,97%, Kampar 8,02% dan Rohil 7,88%. Permasalahan lain, masih Rendahnya Ketahanan Pangan Daerah. Hal ini karena belum optimalnya upaya pengembangan potensi pangan lokal.
Kemudian permasalahan lain, masih rendahnya Pengelolaan Potensi Budaya Melayu dan Pariwisata. Ini dengan masih belum optimalnya pelestarian budaya khususnya budaya melayu.
Dapat dilihat dengan masih rendahnya jumlah karya seni budaya yang direvitalisasi dan diinventarisasi. Kemudian permasalahan lain masih rendahnya kinerja ASN dan Pelayanan Publik.
Disampaikan juga oleh Gubri, dari permasalahan yang ada dan janji saat kampanye maka Visi Gubernur dan Wakil Gubernur 2019-2024 adalah "Terwujudnya Riau yang Berdaya Saing Sejahteta, Bermatabat dan Unggul di Indonesia (RIAU BERSATU)".
Sementara yang jadi misi adalah mewujudkan SDM yang beriman berkualitas dan berdaya saing melalui pembangunan manusia seutuhnya.
Kemudian mewujudkan pembangunan infrastruktur daetah yang merata dan berwawasan lingkungan. Mewujudkan pembangunan ekonomi yang inklusif, mandiri dan betdaya saing. Mewujudkan budaya melayu sebagai payung negeri dan mengembangkan pariwisata yang betdaya saing. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan pelayanan publik yang prima berbasis teknologi informasi.
Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Suhariyanto memaparkan tingkat kemiskinan Indonesia kurang dari 10%. setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa angka kemiskinan Indonesia adalah 9,82%.
"Untuk pertama kalinya persentase penduduk miskin berada di dalam satu digit," kata Kepala BPS Suhariyanto dalam jumpa pers di kantornya.
Kalimat ini disuarakan kembali Menteri Keuangan Sri Mulyani saat berbicara kepada wartawan seperti dikutip dari Kompas, 17 Juli 2018.
"For the first time in the history of Indonesia tingkat kemiskinan di bawah 10%," ujar mantan pejabat Bank Dunia itu.
Kalimat ini disuarakan kembali Menteri Keuangan Sri Mulyani saat berbicara kepada wartawan seperti dikutip dari Kompas, 17 Juli 2018.
"For the first time in the history of Indonesia tingkat kemiskinan di bawah 10%," ujar mantan pejabat Bank Dunia itu.
Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2018 adalah 25,95 juta orang, semakin sedikit dari jumlah warga miskin pada September 2017, yaitu 26,58 juta orang.
Tren penurunan ini mendapat banyak sambutan dari warganet, yang memuji keberhasilan pemerintahan Presiden Jokowi.
1. Definisi miskin
Angka rata-rata garis kemiskinan pada Maret 2018 adalah Rp401.220 per kapita per bulan.
BPS menjelaskan kemiskinan sebagai ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar, yang diukur dari pengeluaran.
Artinya, orang yang pengeluarannya di bawah angka rata-rata garis kemiskinan termasuk warga miskin.
Data BPS menunjukkan bahwa angka ini lebih tinggi dibanding pada 2017, yang pada semester pertama (Maret) berjumlah Rp361.496 dan Rp 370.910 pada semester kedua 2017.
Pada Maret 2017, provinsi dengan rata-rata garis kemiskinan tertinggi adalah Bangka Belitung dengan Rp602.942 dan yang terendah adalah Sulawesi Selatan dengan Rp274.434.
Angka ini menimbulkan kontroversi di media sosial. Beberapa warganet protes karena pengeluaran Rp500.000 tidak dianggap miskin.
"Garis kemiskinan Rp401.000 per bulan memang masih terlalu rendah, perlu dievaluasi lagi," kata peneliti di Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira.
Dia menjelaskan bahwa angka ini adalah pengeluaran per orang. Jadi, dalam keluarga yang terdiri atas empat orang misalnya, mereka dianggap miskin jika pengeluarannya kurang dari Rp1,6 juta per bulan.
2. Kesenjangan antara kaya dan miskin
BPS juga menjelaskan bahwa ketimpangan antara penduduk kaya dan miskin pun berkurang.
Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk diukur dengan angka rasio gini. Saat rasio gini semakin mendekati angka satu, artinya ketimpangan semakin besar. Ketika rasio gini semakin dekat ke angka nol, artinya sudah ada kesetaraan dalam pengeluaran penduduk.
Rasio gini pada Maret 2018 adalah 0,389. Angka ini turun dari rasio gini setahun lalu, Maret 2017 sebesar 0,391.
"Ketimpangan yang seolah-olah turun ini sebenarnya semu," kata Bhima.
Dia menjelaskan bahwa berdasarkan data BPS, ketimpangan turun karena pengeluaran 20% penduduk terkaya berkurang (dari 46,4% ke 46,09%).
Angka kemiskinan memang tidak berasal dari jumlah pemasukan, tapi dari pengeluaran.
"Diduga orang kaya Indonesia menahan belanja karena khawatir dengan ketidakpastian kondisi ekonomi makro," kata Bhima.
Sementara itu, pengeluaran masyarakat kelas bawah didorong oleh bantuan sosial dan bantuan beras yang jumlahnya naik secara signifikan.
Sementara, program infrastruktur belum banyak dirasakan hasilnya. "Ada yang sampai lima tahun," kata Bhima.
3. Ketimpangan desa dan kota
Meskipun persentase penduduk miskin di Indonesia mencapai rekor terendah dengan 9,82%, penyebarannya tidak merata.
Penduduk miskin yang tinggal di desa lebih banyak dari penduduk yang miskin kota.
Di Maluku dan Papua, 29,15% penduduk yang tinggal di desa masih miskin. Di kota, hanya 5,03% penduduk masuk kategori miskin.
Di Bali dan Nusa Tenggara, 17,77% penduduk desa masuk kategori miskin.
Daerah dengan persentase penduduk miskin terendah adalah di Kalimantan, 7,6% (di kota 4,33%)
Menurut Bhima, hal ini disebabkan karena usaha pemerataan yang dilakukan pemerintah melalui dana desa belum bekerja optimal karena birokrasi pencairan dana desa masih lambat.
"Pemberdayaan petani masih kurang, idealnya petani miskin diberi sertifikat lahan, kemudian bekerja sama dengan BUMN dan swasta untuk menyerap hasil pertanian yang lebih besar," kata Bhima.
4. Perkiraan ke depan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bertekad untuk terus menurunkan angka kemiskinan. "Jadi kita tidak berhenti di situ, ingin menurunkan lebih lanjut. Masalah pemerataan juga lebih bagus," kata Sri Mulyani.
Namun Bhima Yudhistira ragu dengan hal itu. Menurutnya, angka kemiskinan justru bisa naik seiring naiknya harga energi dan kebutuhan pokok, yang terpengaruh pelemahan kurs. Pasalnya, masyarakat miskin sensitif terhadap kenaikan harga pangan.
Menurut BPS, makanan yang berpengaruh besar terhadap garis kemiskinan di kota dan desa adalah beras, rokok kretek filter, daging sapi, telur ayam ras, mi instan dan gula pasir.
Selain makanan, kebutuhan yang pengaruhnya besar adalah perumahan, bensin, listrik, pendidikan dan perlengkapan mandi.
"Tantangan kemiskinan paling berat adalah soal stabilitas harga pangan dan energi," kata Bhima. Pasalnya, masyarakat miskin sensitif terhadap kenaikan harga pangan. (*)
Tags : Kemiskinan, Kemiskinan Mencatat Sejarah, Kemiskinan di Riau, Permasalahan Kemiskinan,