Korupsi   2022/04/20 23:1 WIB

Kinerja KPK Dinilai 'Menurun Signifikan', Kasus yang Diusut 'Jauh dari Target'

Kinerja KPK Dinilai 'Menurun Signifikan', Kasus yang Diusut 'Jauh dari Target'
Di tengah kontroversi pimpinan dan pro-kontra pemberhentian pegawai, kinerja KPK dalam mengusut kasus korupsi dinilai menurun.

JAKARTA - Kinerja KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dikritik karena jumlah kasus yang mereka usut jauh dari target dan uang negara yang mereka selamatkan anjlok dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

KPK menyanggah kritik itu dengan menyebut sudah membagi fokus pada upaya pencegahan, bukan penindakan perkara korupsi semata.

Sepanjang tahun 2021, secara umum korupsi dana desa mendominasi perkara yang ditangani penegak hukum. Bagaimana dengan sektor lain yang melibatkan anggaran lebih besar, seperti infrastruktur?

Dari target mengusut 120 kasus selama tahun 2021, KPK akhirnya hanya menangani 32 perkara. Potensi kerugian negara pada kasus-kasus itu mencapai Rp596 miliar.

Merujuk target dan capaian pada tahun-tahun sebelumnya, kinerja KPK turun secara signifikan, kata Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch, Lalola Kaban.

Tren turunnya potensi kerugian negara yang diusut KPK terjadi sejak 2020, turun dari Rp6,2 triliun pada tahun sebelumnya menjadi Rp805 miliar.

Operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK, kata Lalola, juga menurun. KPK masing-masing hanya melakukan tujuh OTT selama 2021 dan 2020. Angka itu turun dari 21 dan 30 OTT pada dua tahun sebelumnya.

"Hal lain yang terlihat adalah minimnya kasus strategis yang semestinya bisa mereka tangani, supervisi atau ambil alih dari lembaga penegak hukum lain," kata Lalola dirilis BBC News Indonesia, Selasa (19/04).

"Kasus suap Jaksa Pinangki yang menyeret Djoko Tjandra sebetulnya strategis untuk diambil alih KPK dari Kejaksaan Agung, mengingat besarnya konflik kepentingan dalam kasus itu.

"Hal yang juga terjadi pada kasus korupsi di PT Asabri. Ada berbagai kesempatan yang tidak diambil KPK. Itu penanda bahwa penindakan KPK sudah jauh dari harapan publik," ucap Lalola.

Pengusutan kasus oleh KPK pada 2021 tercatat lebih rendah ketimbang kejaksaan yang menindak 371 perkara dengan potensi kerugian negara mencapai Rp26,5 triliun.

Walau kejaksaan lebih banyak mengusut kasus korupsi dibandingkan KPK dan Polri selama 2021, kantor pengacara negara itu disebut ICW tidak bisa melepaskan diri dari konflik kepentingan.

"Kejaksaan belum berupaya mengejak aktor lain yang terlibat dalam kasus Jaksa Pinangki," ucap Lalola.

Pinangki Sirna Malasari merupakan jaksa yang menerima suap dan membantu terpidana korupsi Djoko Tjandra lolos dari hukuman penjara.

Pada persidangan pertengahan 2021, tuntutan teman sejawat Pinangki dianggap terlalu rendah, yaitu empat tahun. Namun Pengadilan Tipikor kemudian menjatuhkan hukuman lebih berat, yakni 10 tahun.

Saat upaya banding Pinangki diterima jaksa dan hukumannya dipotong menjadi empat tahun, kejaksaan tidak melanjutkan kasus itu ke tingkat kasasi.

Bagaimanapun, juru bicara KPK, Ali Fikri, menyebut menurunnya jumlah kasus yang mereka selidiki merupakan konsekuensi dari fokus yang terbagi ke upaya pencegahan.

Ali berkata, jumlah kasus yang diusut tidak semestinya menjadi patokan menilai keberhasilan KPK memberantas korupsi.

"KPK secara simultan menyelaraskan dan mengoptimalkan tiga strategi pemberantasan korupsi: pendidikan, pencegahan, dan penindakan," kata Ali.

"Jadi capaian pemberantasan korupsi secara komprehensif sebaiknya juga diukur melalui tiga strategi tersebut ," ucapnya.

Lebih dari itu, Ali menyebut kinerja KPK selama dua tahun terakhir terdampak pandemi Covid-19. Pemeriksaan saksi, pengumpulan alat bukti, dan proses persidangan disebutnya tidak dapat berjalan lancar.

Alasan yang terakhir ini, menurut Lalola dari ICW, hanya dalih KPK.

"Kalau hanya berdampak pada awal pandemi, itu bisa dimaklumi. Tapi pada tahun 2021 hambatan itu seharusnya sudah diatasi.

"Sudah banyak sekali penyesuaian yang diterapkan di tataran negara. Bayangkan kalau pandemi terjadi selama lima tahun, masa selama itu tidak ada mekanisme baru untuk beradaptasi," kata Lalola.

Kenapa kasus dana desa terbanyak?

Selama tahun 2021, kasus korupsi yang paling banyak diusut KPK, kejaksaan, dan kepolisian berkaitan dengan dana desa, sejumlah 154 perkara dengan total potensi kerugian negara mencapai Rp233 triliun.

Secara keseluruhan, jumlah kasus dana desa tiga hingga lima kali lipat lebih banyak dari perkara korupsi di sektor pemerintahan, pendidikan, transportasi, dan sosial kemasyarakatan.

Jubir KPK, Ali Fikri, mengklaim bahwa mencuatnya banyak kasus dana desa tidak terlepas dari program Desa Antikorupsi yang mereka buat.

"Ini salah satu cara menekan potensi korupsi dana desa," ucapnya.

ICW menilai dana desa memang perlu diawasi secara ketat, apalagi anggaran yang dialokasikan pada tahun 2022 mencapai Rp68 triliun.

Namun terdapat sejumlah sektor yang memiliki anggaran lebih besar ketimbang dana desa. Anggaran infrastruktur pada 2021 dan 2022, misalnya, masing-masing mencapai Rp402 triliun dan Rp365,8 triliun.

Pertanyaannya, sejauh mana pengawasan KPK terhadap proyek infrastruktur yang belakangan diklaim berhasil oleh sejumlah politikus nasional?

Ade Irfan Pulungan, Tenaga Ahli Kantor Staf Presiden, menyebut KPK sudah optimal mengawal proyek-proyek besar, walau kinerjanya dituding menurun oleh ICW.

"Semua penegak hukum, termasuk KPK, harus mengawasi secara keseluruhan terhadap alokasi dana yang berasal dari APBN dan APBD agar tidak terjadi penyimpangan," ujar Ade.

"Menanyakan apakah pengawasan infrastruktur dilakukan seperti mencari format pengawasan yang sudah dimiliki penegak hukum. Itu seperti mencari kesalahan pada pengawasan yang mereka lakukan," tuturnya.

Infrastruktur, menurut catatan KPK, merupakan salah satu sektor yang diincar koruptor. Bupati Penajam Paser Utara, Abdul Gafur Mas'ud, misalnya, ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK karena diduga menambil keuntungan dari proyek pembuatan jalan.

Adapun sepanjang tahun 2020 hingga Maret 2021 terdapat 36 kasus terkait infrastruktur di KPK.

Bagaimanapun, ICW berharap upaya pengusutan kasus oleh KPK akan meningkat secara kuantitas dan kualitas pada tahun ini.

Walau dirundung kontroversi pimpinan yang diduga melanggar etik hingga pro-kontra revisi UU KPK serta pemberhentian 57 pegawai lewat tes wawasan kebangsaan, ICW menyebut kinerja KPK tidak boleh anjlok dan lebih buruk dari kejaksaan dan kepolisian.

"KPK didirikan sebagai antitesis kejaksaan dan kepolisian yang selama ini dianggap tidak efektif menangani korupsi. Kalau sudah seperti dua lembaga itu, berarti KPK sudah mandul," ujar Lalola. (*)

Tags : Ekonomi, Hukum, Indonesia, Korupsi,