Penulis: Hendi Jo
Dalam biografinya yang ditulis oleh sejarawan J.A. de Moor “General Spoor: Triomf en tragiek van een legercommandant” Panglima KNIL di Indonesia Letnan Jenderal S.H. Spoor pernah menyebut Panglima Besar TNI Jenderal Soedirman sebagai 'kepala perompak'. Asosiasi julukan itu biasanya akan tertuju kepada seseorang yang kasar, liar dan tidak beradab. Tapi benarkah Soedirman seperti yang dikatakan Spoor?
jengkel saja. Bagaimana tidak, hampir dalam setiap perundingan dengan Belanda, Soedirman selalu 'tegak dengan prinsipnya yakni tidak pernah bergeser dari Indonesia Merdeka 100 persen'. Sementara Spoor sendiri merasa bahwa jalan kompromi yang paling niscaya dengan pihak Republik adalah 'menghapus TNI' dari benak mereka.
Sejatinya Soedirman adalah lelaki yang memiliki kepribadian hangat dan egaliter namun tegas. Kendati seorang panglima, dia tak segan memperlakukan anak buahnya bagai 'anak-anak sendiri'. Hal itu sempat dibuktikan oleh Mayor Jenderal (Purn) Rachwono saat dirinya masih seorang kadet di Sekolah Tentara Divisi VII Untung Suropati Malang.
Maret 1948, saat bertugas di Kediri, Kadet Rachwono, Kadet Soeprapto dan Kadet Abdulkadir mendengar jika Panglima Besar Soedirman tengah berada di kota yang sama dengan mereka.
Bagaimana kalau kita menghadap?!" ujar Rachwono.
"Ayo! Ayo" sambut kedua kawannya hampir serempak.
Dengan hati tidak yakin (karena mereka hanya sekadar kadet) ketiganya lantas melangkah ke kediaman Komandan Resimen Kediri, di mana Soedirman menginap. Di luar dugaan mereka, sore itu Soedirman tidak ada jadwal untuk berkegiatan dan bersedia menerima Rachwono dan kawan-kawannya.
Tanpa merasa diri lebih tinggi pangkatnya, Soedirman lantas berbicara dan diskusi berbagai masalah politik-militer dengan ketiga kadet itu. Dia juga tanpa tedeng aling-aling menyatakan rasa ketidaksetujuannya jika para pemimpin Republik banyak memberikan konsesi-konsesi politik kepada Belanda.
Salah satu yang dia sebut 'konyol' adalah usul Spoor yang menawarkan dibentuknya 'gendarmeri' (pasukan gabungan pihak Belanda dan Indonesia dengan KNIL sebagai pemegang kendalinya.
"Itu sama saja dengan hendak membubarkan TNI dan kalau para politikus menerimanya, apa boleh buat..." kata Soedirman sambil mengeluarkan batang-batang korek api dari dus-nya lalu tangan kanannya memperagakan gerakan menangkapi batang-batang korek api tersebut.
"Siap! Kami mendukung, Pak!" jawab ketiga kadet itu serempak.
Satu setengah jam mereka berdiskusi. Hingga tak terasa senja mendekati malam. Sebelum berpisah, Soedirman lantas mengajak Rachwono, Abdulkadir dan Soeprapto untuk makan malam.Selesai makan malam barulah mereka pulang ke mess-nya masing-masing.
Sampai ke mess, barulah Rachwono merasa aneh sendiri: kok ya berani kroco-kroco kayak mereka menghadap seorang Panglima Besar dan bicara soal politik tingkat tinggi pula, pikirnya.
"Ya tapi itulah Pak Dirman. Dia bukan hanya menganggap para bawahannya sebagai sekadar bawahan namun juga sebagai anak-anaknya. Saya beruntung pernah bicara dan berdiskusi langsung dengan beliau. Suatu pengalaman yang tak jarang didapatkan oleh prajurit-prajurit TNI lainnya," kenang Rachwono.
Tags : Jenderal Soedirman, Pengalaman Jenderal Sudirman,