Headline Riau   2024/06/07 10:48 WIB

KPK Turun ke Riau Gelar Rakor Strategis Nasional Pencegahan Korupsi yang Juga Bahas Kebun Sawit Terindikasi Ilegal

KPK Turun ke Riau Gelar Rakor Strategis Nasional Pencegahan Korupsi yang Juga Bahas Kebun Sawit Terindikasi Ilegal
Pj Gubernur Riau, SF Hariyanto bersama Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan.

PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun ke Riau menggelar Rapat Koordinasi [Rakor] Strategis Nasional Pencegahan Korupsi yang juga membahas kebun sawit terindikasi ilegal.

"Sekita 1,9 juta hektare perkebunan di wilayah Riau dari sebanyak 117 perusahaan, terindikasi ilegal dan melanggar aturan."

"Beberapa perusahaan telah membayar sanksi administratif berdasarkan aturan pasal 110A dan 110B Undang-Undang Cipta Kerja (UU CK). Terdapat sekitar 94 perusahaan pelanggar pasal 110A, yang berpotensi menyumbangkan PNBP sekitar Rp150 miliar,"kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK sekaligus koordinator pelaksana Strategis Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), Pahala Nainggolan, Jumat (7/6).

Pahala Nainggolan menyebut terdapat 1,9 juta hektare atau 21,4% dari luas wilayah perkebunan di Provinsi Riau yang teridentifikasi tumpang tindih, berdasarkan Peta Indikatif Tumpang Tindih IGT (PITTI).

Sementara itu untuk pelanggar 110B UU CK, tercatat sekitar 23 perusahaan dengan potensi PNBP hampir Rp800 miliar.

Kemudian untuk aktivitas pertambangan ilegal di dalam Kawasan hutan Riau, berdasarkan IUP dan PPKH terdapat lebih dari 500 hektar aktivitas tambang yang diduga dilakukan 5 perusahaan yang melanggar pasal 110B.

"Saat ini di Provinsi Riau memiliki hampir 27.000 hektar aktivitas tambang ilegal di areal penggunaan lahan yang lain, yang belum diketahui nama perusahaannya, sehingga belum jelas pengenaan sanksinya," ujarnya.

Menurutnya Riau merupakan satu dari 5 provinsi piloting Stranas PK. Selain Riau, terdapat provinsi Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Papua dan Kalimantan Timur yang juga merupakan pelaksana aksi penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan ruang melalui pendekatan kebijakan satu peta, yang didorong Stranas.

"Diharapkan dengan kegiatan koordinasi ini potensi penerimaan PNBP atas sanksi terhadap perusahaan di Provinsi Riau yang melanggar dapat semakin optimal," pungkasnya.

Sebagai penyumbang penerimaan negara terbesar di sektor migas dan perkebunan, menjadikan Provinsi Riau sebagai prioritas dalam melaksanakan aksi pencegahan korupsi 2023-2024.

Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) yang dipimpin Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan melakukan kunjungan ke Riau, Kamis (6/6/2024).

Pahala Nainggolan mengatakan, adapun kunjungan yang dilakukan ke Pemprov Riau ini bertujuan mengkoordinasikan percepatan implementasi pencegahan korupsi dalam beberapa faktor, diantaranya penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan ruang melalui kebijakan satu peta dan percepatan digitalisasi perizinan khususnya di sektor usaha hulu Migas.

"Selain itu perlu dilakukan penguatan BUMD, khususnya terkait pengelolaah sampah (RDF/BBJP), penguatan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dalam pengawasan program pembangunan serta pemanfaatan e-audit oleh APIP dalam Pengadaan Barang dan Jasa," katanya.

Dijabarkan Pahala, terdapat 1,9 juta hektar (21,4% dari luas wilayah) perkebunan di Riau yang teridentifikasi tumpang tindih berdasarkan Peta Indikatif Tumpang Tindih IGT (PITTI).

Beberapa perusahaan telah membayar sanksi administratif berdasarkan aturan pasal 110A dan 110B Undang-Undang Cipta Kerja.

"Terdapat sekitar 94 perusahaan pelanggar pasal 110A, yang berpotensi menyumbangkan PNBP sebesar lebih 150 miliar. Sementara untuk pelanggar 110B, tercatat sebanyak 23 perusahaan dengan potensi PNBP hampir 800 miliar rupiah," ucapnya.

Kemudian, untuk aktivitas pertambangan di dalam kawasan hutan Riau berdasarkan IUP dan PPKH terdapat lebih dari 500 hektare aktivitas tambang yang diduga dilakukan 5 perusahaan yang melanggar pasal 110B.

"Saat ini Riau memiliki hampir 27 ribu hektare aktivitas tambang ilegal di areal penggunaan lahan yang lain yang belum diketahui nama perusahaannya, sehingga belum jelas pengenaan sanksinya," ungkapnya.

Diharapkannya, dengan kegiatan koordinasi ini potensi penerimaan PNBP atas sanksi terhadap perusahaan di Provinsi Riau yang melanggar dapat semakin optimal.

"Provinsi Riau merupakan satu dari lima provinsi piloting Stranas PK. Selain Riau, terdapat provinsi Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, Papua dan Kalimantan Timur yang juga merupakan pelaksana aksi penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan ruang melalui pendekatan kebijakan satu peta, yang didorong Stranas," pungkasnya.

Sebelumnya KPK mengadakan rapat koordinasi [Rakor] dan tinjauan lapangan aksi Stranas PK di Provinsi Riau, Kamis 6 Mei 2024.

Rapat yang dilangsungkan di ruang Kenanga Kantor Gubernur Riau ini, membahas pelaksanaan kebijakan satu peta.

Rakor tersebut dihadiri Pj Gubernur Riau, SF Hariyanto, serta diikuti Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Riau.

Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK sekaligus koordinator pelaksana Stranas PK, Pahala Nainggolan mengungkapkan, terdapat 1,9 juta hektar atau 21,4 persen dari luas wilayah perkebunan di Provinsi Riau yang teridentifikasi tumpang tindih berdasarkan Peta Indikatif Tumpang Tindih [PITTI].

"Beberapa perusahaan telah membayar sanksi administratif berdasarkan aturan pasal 110A dan 110B UU cipta kerja," kata Pahala.

"Terdapat sekitar 94 perusahaan pelanggar pasal 110A, yang berpotensi menyumbangkan PNBP sebesar lebih dari Rp150 miliar. Sementara untuk pelanggar 110B, tercatat sebanyak 23 perusahaan dengan potensi PNBP hampir Rp800 miliar," sebut Pahala.

Selain itu, untuk aktivitas pertambangan di dalam kawasan hutan Riau, berdasarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH), terdapat lebih dari 500 hektar aktivitas tambang yang diduga dilakukan lima perusahaan yang melanggar pasal 110B.

"Saat ini, di provinsi riau terdapat hampir 27 ribu hektar aktivitas tambang ilegal di areal penggunaan lahan lainnya yang belum diketahui nama perusahaannya, sehingga belum jelas pengenaan sanksinya," tambahnya.

Provinsi Riau, lanjut Pahala, merupakan salah satu dari lima provinsi pilot project Stranas PK. Selain Riau, terdapat provinsi Kalteng, Sulbar, Papua dan Kaltim yang juga menjadi pelaksana aksi penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan ruang melalui pendekatan kebijakan satu peta yang didorong Stranas.

"Diharapkan dengan kegiatan koordinasi ini, potensi penerimaan PNBP atas sanksi terhadap perusahaan di provinsi riau yang melanggar dapat semakin optimal," tutupnya.(*)

Tags : Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK Turun ke Riau, KPK Gelar Rakor Strategis Nasional Pencegahan Korupsi, KPK Bahas Kebun Sawit Terindikasi Ilegal,