JAKARTA - Sebanyak 17 partai politik (parpol) ditetapkan sebagai peserta pemilu 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Rabu 14 Desember 2022 di Jakarta. Empat di antaranya merupakan partai baru.
Sementara itu, beberapa partai yang dinyatakan tidak memenuhi syarat menuding KPU "tidak transparan dalam menjalankan proses seleksi".
KPU RI telah melakukan pengundian dan penetapan nomor urut 17 parpol yang lolos sebagai peserta Pemilu 2024, pada Rabu (14/12) malam.
Sembilan partai yang saat ini ada di parlemen kembali lolos, sementara sisanya adalah empat partai peserta pemilu sebelumnya, dan empat lagi adalah partai baru.
Partai-partai itu antara lain Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Demokrat, dan Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora).
Ada juga Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Buruh.
Sejumlah parpol baru dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS), salah satunya Partai Rakyat Adil Makmur atau PRIMA, yang sejak Selasa (14/12) siang menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor KPU Pusat di Jakarta.
Juru Bicara DPP Prima Farhan Dalimunthe mengatakan KPU tidak transparan.
“Kami menuntut KPU diaudit karena dari proses yang berjalan selama ini, mulai administrasi hingga verifikasi faktual, banyak data yang berubah-ubah."
"Semisal di kabupaten kota dinyatakan MS [memenuhi syarat], tapi di Jakarta, dinyatakan TMS,” kata Farhan di sela aksi unjuk rasa seperti dirilis BBC News Indonesia.
Komisioner KPU Idham Holik mengatakan penetapan oleh KPU Pusat dilakukan berdasarkan hasil rekapitulasi ‘dokumen legal yang dimiliki atau diterbitkan oleh KPU Provinsi dan KIP (Komisi Independen Pemilihan Provinsi Aceh) seluruh Indonesia’, yang diklaim berjalan dengan ‘lancar’.
“Pelaksanaan rekapitulasi hasil verifikasi faktual itu selesai dilaksanakan paling lambat tanggal 10 desember 2022 kemarin, semuanya berjalan lancar.
"Rapat pleno rekapitulasi di tingkat provinsi dan KIP Aceh seluruh indonesia, tidak ada keberatan yang disampaikan partai politik,” ujar Idham.
Terkait dominasi partai lama dalam Pemilu 2024, Perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi (Perludem) mengatakan hal itu mencerminkan sulitnya mendapatkan partai alternatif, meski pengamat politik Mada Sukmahati menilai itu justru pertanda bagus bagi stabilitas politik Indonesia.
Dugaan kecurangan dan tidak transparan
Juru Bicara Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA) mengatakan sudah mengajukan permohonan penyelesaian sengketa ke Bawaslu, ketika dinyatakan TMS dalam proses verifikasi administrasi.
Bawaslu dilaporkan meminta KPU melakukan perbaikan dan Prima pun memperbaiki datanya. Namun, Prima kembali dinyatakan TMS oleh KPU.
“Karena persyaratan administrasi keanggotaan yang jumlah MS-nya di bawah syarat minimal.
"Semisal kabupaten Yalimo di Papua, kami hanya butuh memperbaiki 57 anggota, tapi kami upload sebanyak 900 anggota di Sipol [Sistem informasi partai politik].
"Yang mana 900-an anggota ini, satu pun tidak ada yang dinyatakan MS oleh KPU,” kata Farhan.
Sejumlah anggota Prima juga dikatakan memiliki keanggotaan ‘ganda eksternal‘ dengan partai lain.
Padahal, kata Farhan, anggota itu sudah dihadirkan ke persidangan Bawaslu dan tidak pernah mendaftar di parpol lain, tapi anggotanya tetap dinyatakan TMS.
“Kemudian ada anggota yang dinyatakan NIK [Nomor Induk Kependudukan] tidak terdaftar dalam data pemilih berkelanjutan.
"Padahal itu tugas negara untuk memasukkan dia ke dalam DPB [Daftar Pemilih Berkelanjutan], yang mana KTP-nya ada, orangnya ada, dan sudah pernah mengikuti pemilu sebelumnya di 2019, 2018, dan 2020 untuk Pilkada. Itu [jumlahnya] sangat banyak di seluruh Indonesia,“ ujar Farhan.
Akhirnya, Prima pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), meminta majelis hakim membatalkan atau menyatakan tidak sah berita acara KPU RI yang menyatakan mereka tidak lolos verifikasi.
Selain Prima, ada juga tiga parpol lainnya yang mengajukan gugatan ke PTUN karena partainya tidak lolos verifikasi, yaitu Partai Swara Rakyat Indonesia (Parsindo), Partai Republik, dan Partai Republiku Indonesia.
Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan pihaknya adalah ‘rekapitulator di tingkat nasional‘ dan hanya merekapitulasi hasil rapat pleno tentang verifikasi faktual yang dilakukan di berbagai tingkatan. Idham mengatakan semua rapat pleno itu pun dilakukan secara terbuka.
“Kami harus meyakini atau menerima hasil rekapitulasi yang dilakukan oleh KPU provinsi dan KIP Aceh seluruh indonesia,” kata Idham.
Partai yang dinyatakan TMS atau tidak memenuhi syarat bisa mengajukan sengketa proses ke Bawaslu.
Jika Bawaslu juga menetapkan TMS, partai bisa banding ke pengadilan tata usaha negara atau PTUN.
Putusan PTUN bersifat final dan mengikat. Jika PTUN menyatakan MS atau memenuhi syarat, maka partai bisa menjadi peserta pemilu.
'Pelanggaran tata cara dan norma'
Anggota Bawaslu Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa, Totok Hariyono mengatakan pelanggaran yang dilakukan KPU dalam proses seleksi parpol untuk Pemilu 2024 meliputi pelanggaran tata cara dan norma.
“Misalnya pelanggaran tata cara, yang seharusnya didatangi, dikumpulkan di kantor, tidak dikumpulkan di kantor KPU.
"Yang belum diverifikasi faktual, tapi di situ ditulis TMS atau MS—tidak memenuhi syarat, memenuhi syarat. Itu banyak di daerah itu, pelanggaran norma,“ kata Totok.
Jika setelah penetapan peserta pemilu masih ada dugaan-dugaan pelanggaran, Totok mempersilakan peserta maupun masyarakat untuk melaporkannya ke Bawaslu, sehingga nanti Bawaslu akan melakukan kajian sesuai dengan syarat-syarat yang dipenuhi.
Namun, jika laporan itu sudah ditindaklanjuti oleh Bawaslu, seperti yang dialami Partai PRIMA, penyelesaian sengketa tidak bisa lagi dilakukan di Bawaslu, ‘kecuali ada pelanggaran yang lain’.
“Bawaslu tidak akan menolak setiap laporan masyarakat, sepanjang memenuhi prosedurnya,” kata Totok menegaskan.
Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustiyanti mengatakan tuduhan-tuduhan yang mengarah kepada KPU harus dibuktikan, jika tidak mau menimbulkan kecurigaan publik.
“KPU punya yang namanya sipol itu ya, sistem informasi partai politik.
"Sipol itu kan sebetulnya tujuannya bukan hanya untuk mempublikasikan partai-partai mana yang lolos dan tidak lolos, tapi di sipol itu sebetulnya juga bisa kita mengetahui secara detail, misalnya ada partai politik yang tidak memenuhi syarat, nah tidak memenuhi syaratnya itu di mananya? Kan ada syarat kepengurusan, ada syarat keanggotaan.
"Data itu yang penting dibuka kepada bawaslu dan publik untuk bisa menjawab polemik yang terjadi ini,” kata Khoirunnisa.
Dia menambahkan, selama ini sipol tidak menampilkan alasan mendetail, mengapa partai politik dinyatakan MS ataupun TMS.
Perubahan hasil rekapitulasi dari tiap tingkatan, dari kabupaten/kota ke provinsi, juga tidak bisa diakses.
“Padahal pendaftaran partai politik itu menjadi salah satu tahapan yang penting untuk dibuka, data kepemiluannya. Tentu bukan minta membuka orangnya tinggal di mana, atau data NIK-nya,” ujar Khoirunnisa.
'Partai itu-itu lagi, apa artinya buat demokrasi Indonesia?'
Dalam Pemilu 2024 nanti, hanya ada empat partai baru, yaitu Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda), Partai Demokrat, Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora), dan Partai Buruh.
Khoirunnisa mengatakan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebuah partai untuk bisa ikut ke dalam pemilu memang cukup berat karena harus ‘langsung bersifat nasional’ dan ‘butuh modal finansial yang besar’.
Pada akhirnya, kondisi ini hanya menguntungkan bagi parta-partai yang sudah ‘mapan’.
“Kalau syaratnya sangat sulit seperti ini, ya sulit bagi kita untuk punya partai politik alternatif yang berasal dari grass root [akar rumput],” kata dia.
Peraturan yang ada saat ini, kata Khoirunnisa, seolah-olah khawatir kalau partai politik peserta pemilu berjumlah banyak.
“Menurut saya enggak apa-apa. Toh masyarakat yang akan menilai, masyarakat yang akan memilih.
"Nanti juga dengan variabel-variabel seperti ambang batas parlemen, besaran daerah pemilihan, itu menjadi penyaring sendiri untuk partai politik untuk bisa lolos di parlemen atau tidak,” ujar Khoirunnisa.
Partai baru, ‘ya ngapain’?
Namun, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Mada Sukmajati, memiliki pandangan lain.
Dia menilai dengan terpilihnya partai yang "itu-itu saja" sebagai peserta pemilu, itu justru ‘bagus’ karena tercipta ‘pelembagaan sistem kepartaian’, yaitu stabilitas partai-partai yang mendapatkan dukungan dari satu pemilu ke pemilu.
“Secara teori, itu sebenarnya bagus untuk stabilitas sistem kepartaian, yang nanti kaitannya dengan stabilitas sistem politik, stabilitas perilaku pemilih.
"Partai juga memiliki ruang untuk memperkuat ideologi, gagasannya, atau tata kelola organisasinya, dan seterusnya.
"Itu sama sekali tidak mencerminkan kita tidak demokratis,” kata Mada kepada BBC News Indonesia.
Sebaliknya, lanjutnya, kalau pelembagaan sistem kepartaian lemah, misalnya di satu pemilu sebuah parpol mendapat suara besar, tapi pada pemilu berikutnya suaranya hilang, itu ‘justru tidak sehat untuk pelembagaan sistem kepartaian dan demokrasi secara umum’ karena menjadi cerminan bahwa ‘partai itu tidak stabil’.
Mada menyebut pelembagaan sistem kepartaian di Indonesia adalah yang paling tinggi dibanding negara-negara lain, seperti Filipina dan Thailand.
Menurut dia, saat ini pelaksanaan pemilu di Indonesia mengarah pada pelembagaan sistem kepartaian karena ada beberapa partai yang dari pemilu ke pemilu memiliki tingkat dukungan yang stabil.
Dia mencontohkan, PDIP dan Golkar, meski ada juga partai-partai yang tidak memiliki tingkat dukungan yang stabil, seperti Partai Demokrat.
Kehadiran partai-partai baru dipandang perlu oleh Mada, jika partai-partai itu menawarkan konsep yang menuntut perubahan, misalnya partai yang mendorong perubahan konstelasi ekonomi atau di bidang sosial yang membela buruh migran.
Hal itu disebutnya demi menjaga stabilitas dan keteraturan dalam tatanan sistem kepartaian.
“Tetapi, kalau sebenarnya tidak ada konteks yang mendesak dan tidak ada alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh partai-partai baru, ya ngapain?
"Kalau mereka sama saja atau solusinya atau bahkan tidak punya sama sekali atau kabur opsi-opsi kebijakannya, ya enggak usah, enggak perlu ditampung dalam sistem kepartaian atau di dalam sistem politik kita,” ujar Mada.
Terlebih lagi, menurut dia, partai-partai baru yang ada saat ini hanya ‘hasil dari konflik’. (*)
Tags : Komisi Pemilihan Umum, KPU Loloskan 17 Parpol, Pemilu 2024, Aksi Unjuk Rasa Pemilu 2024,