"Laju deforestasi lebih cepat dari perkiraan yang terus marak perusakan hutan jauh mengalahkan kecepatan pertumbuhan ulang maupun pemulihan hutan"
emulihan hutan hanya mampu mengurangi seperempat dari emisi karbon yang diproduksi setiap tahun akibat penebangan, kebakaran hutan dan pembukaan lahan dapat terlihat, menurut aktivis lingkungan Yayasan Sahabat Alam Rimba (SALAMBA) yang terbaru saat ini.
"Untuk melakukan pemantauan di hutan rawa gambut terbesar di Riau, yakni hutan Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil tidak mudah."
"Kami menemukan bahwa penghancuran ekosistem seperti di areal Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil kembali marak dan masif yang jauh mengalahkan kecepatan pertumbuhan ulang pohon-pohon itu," kata Ketua Umum SALAMBA, Ir. Ganda Mora, M.Si, Senin (20/3/2023).
"Jadi peristiwa ilegallloging (Illog) yang terjadi belum lama ini dapat memberi informasi terkait keputusan untuk melindungi kawasan tersebut," tambahnya.
Ganda mencontohkan perambahan hutan marak dan masif sebelumnya sempat terhenti paska tertangkapnya pelaku illog 'Anak Jenderal' oleh Polda Riau beberapa bulan lalu.
Illog semakin berani. Pada area-area tertentu ada yang sedang mengalami proses pemulihan dari dampak gangguan manusia, seperti penebangan; serta hutan-hutan yang tengah bertumbuh di area deforestasi.
Tetapi satu sisinya beberapa lokasi terpantau kayu rakit indah, seperti kruing, meranti, balam ditebangi yang kemudian diangkut melalui saluran air parit Meri dan di langsir ke sungai dan dimuat dekat jembatan BOB.
"Dari pengamatan kami di lapangan ada 10 sampai 15 truk memuat kayu setiap hari dilokasi tersebut. Yang cukup mengherankan, mereka melakukan langsir dan muat kayu dengan santai dan bebas tanpa ada rasa takut," kata Ganda.
"Kami menduga bahwa kegiatan ini dibekingi oleh oknum aparat," jelas Aktivis lingkungan Alumni Magister Ilmu Lingkungan Universitas Riau ini.
"Jadi kayu-kayu dari dalam hutan ditebang diduga berasal dari kawasan hutan konservasi alam, Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil."
"Menurut analisa dan observasi kami dilokasi, bahwa kayu tersebut dibawa beberapa kilo meter dirakit dan di langsir sampai ke Desa Sungai Nilo dan kayu dimuat untuk diangkut ke Medan melalui kota Dumai dan ke Pekanbaru melalui kota Siak," ucapnya.
Dia memperkirakan atas kejadian ini tentu diperkirakan penyerapan karbon di atas permukaan tanah di hutan itu sedang menjalani degradasi dan deforestasi.
“Sementara melindungi hutan konservasi alam bersejarah itu masih menjadi prioritas, kami menekankan pentingnya mengelola kawasan hutan secara berkelanjutan yang dapat pulih dari gangguan manusia," katanya.
"Hutan-hutan macam ini mampu mengurangi sekitar 107 juta ton emisi karbon dari atmosfer."
"Jumlah total karbon yang diproduksi dari pertumbuhan kembali hutan-hutan hanya cukup untuk mengimbangi 26% dari emisi karbon yang timbul dari hasil deforestasi degradasi hutan konservasi."
"Tetapi dengan menekankan kerentanan penyerap karbon dalam memulihkan hutan, tim SALAMBA juga menemukan dari hutan konservasi alam yang terdegradasi oleh penebangan kemudian menjadi benar-benar gundul."
“Pemerintah setempat belum terlihat model pemulihan karbon yang sudah dilakukan seperti apa dan pembuat kebijakan mengenai potensi penyimpanan karbon dari hutan konservasi yang sudah degradasi jika mereka dilindungi dan diberi waktu untuk tumbuh kembali,” kata Ganda mempertanyakan.
Untuk itu, dia minta agar Polda dan Gakkum KLHK RI dan BKSDA segera menangkap para pelaku (perusak) hutan konservasi itu serta mengungkap siapa pendana Illog yang terjadi secara efektif, "sebab bila dibiarkan maka hutan Giam Siak Kecil akan gundul yang dapat merusak sistem tata air yang juga mengakibatkan bisa bencana banjir dan kebakaran hutan di masa mendatang," sebutnya.
‘Waktu hampir habis'
Ir. Ganda Mora MS.i menambahkan hutan konservasi alam (Giam Siak Kecil), yang menyediakan sumber daya penting bagi jutaan orang dan hewan, perlu dilindungi dan direstorasi tidak hanya “untuk nilai karbon dan iklimnya" tetapi juga pada skala lokal.
"Orang perlu diizinkan agar dapat terus menggunakannya [secara berkelanjutan],” ujarnya.
Tetapi menurut Ganda sejumlah daerah lain yang ada di Riau, para pemangku kepentingan sudah berulang kali berjanji untuk mengurangi deforestasi dan merestorasi di daerah-daerah tersebut.
Seperti yang terjadi pada hutan Taman Nasional Teso Nilo (TNTN) di Pelalawan dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT) di Indragiri Hulu, Riau yang tersisa dan upaya pemeliharaan dan perlindungannya sesuai target tetap saja "berulang kali meleset".
"Peninjauan tim SALAMBA menunjukkan seiring waktu terjadi perubahan baik melakukan merestorasi dirasa bahwa waktunya hampir habis."
"Beberapa aktivis yang bergerak dalam menjaga keasrian dan kelestarian lingkungan untuk melindungi hutan sudahpun ada yang kewalahan, mengingat lanjunya pembukaan dan perluasan kebun sawit," sebutnya memperkirakan
Sementara kesepakatan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) terkait iklim (COP26) di Glasgow yang dihadiri Presiden Joko Widodo sudah melontarkan janji untuk sepakat bersama mengurangi deforestasi.
Hutan konservasi terganggu
Perubahan iklim adalah salah satu masalah dunia yang paling mendesak. Setiap negara harus berjanji mengurangi emisi secara maksimal jika kenaikan suhu global yang lebih besar benar-benar ingin dikendalikan.
KTT di Glasgow adalah tempat di mana perubahan bisa terjadi yang perlu mendapatkan perhatian dan janji-janji yang dibuat oleh pencemar terbesar di dunia, seperti AS dan China, apakah negara-negara miskin mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.
Menyikapi itu, Ganda Mora menyambut baik kesepakatan yang dibuat dan balik berkata; masyarakat adat/lokal yang berada di garis depan diharap bisa ikut menghentikan deforestasi.
Dia kembali menyiggung yang terjadi dihutan konservasi alam Giam Siak Kecil yang sudah terjadi deforestasi, seharusnya masyarakat lokal dan masyarakat adat secara global melindungi 80% keanekaragaman hayati yang ada di hutan. Tetapi mereka juga terus-menerus menghadapi "ancaman dan kekerasan".
"Selama bertahun-tahun warga setempat telah melindungi cara hidup mereka dan itu telah melindungi ekosistem dan hutan. Tanpa mereka, tidak ada uang atau kebijakan yang dapat menghentikan perubahan iklim," katanya.
Terusiknya hutan konservasi alam Giam Siak Kecil tidak hanya pertama sekali terjadi, Tim Gabungan Ditjen Gakkum KLHK, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Polda Riau, dan TNI, kemarin juga menemukan alat berat dan menahan tiga perambah berinisial Sbb, Tr, dan Po saat sedang membuka lahan seluas 200 ha di dalam kawasan suaka margasatwa, untuk dijadikan kebun sawit, pada Jumat 27 Agustus 2021 lalu.
“Kami akan terus berupaya menyelamatkan sumber daya alam melalui operasi-operasi terarah,” kata Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan KLHK, Sustyo Iriyono.
Operasi tersebut diawali dengan adanya informasi aktivitas pembuatan kanal dan pembukaan lahan menggunakan alat berat dari Tim BBKSDA Riau.
BBKSDA Riau sudah memberikan peringatan dan memasang papan larangan, namun perambahan masih terus berlangsung.
Tim Gabungan menjalankan operasi pengamanan dan menahan tiga orang perambah.
Dari pengamanan tersebut Tim menyita dua alat berat yang digunakan pelaku untuk membuka lahan.
Sustyo mengatakan bahwa operasi ini adalah upaya menyelamatkan sumber daya alam di Provinsi Riau yaitu Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil termasuk ekosistem gambut dan habitat harimau sumatera.
Ketiga perambah dan alat berat diamankan di Kantor Seksi Wilayah II Balai Gakkum KLHK, Wilayah Sumatera. PPNS Gakkum KLHK hasil dari penyidikan itu.
Para perambah dikenakan Pasal 92 Ayat 1 Huruf a dan/atau Huruf b Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara 10 tahun dan denda maksimum Rp 5 miliar.
Kembali seperti diungkapkan Ganda Mora, menyikapi hutan Giam Siak Kecil yang terjadi terbaru saat ini, banyak orang yang tinggal sekitar hutan konservasi alam itu, termasuk di daerah perkotaannya, bergantung pada hutan untuk mata pencaharian mereka.
Menurutnya, kelompok masyarakat ini membutuhkan dukungan dalam mencari penghasilan baru.
Hutan Giam Siak Kecil, salah satu pertahanan utama masyarakat lokal disana di saat lingkungan terus memanas. Hutan menyedot karbon dioksida dari atmosfer, bertindak sebagai penyerap karbon.
Hutan Giam Siak Kecil yang menyerap sekitar sepertiga dari karbon dioksida yang dipancarkan setiap tahun itu merupakan hutan gambut dan kawasan hutan konservasi yang berstatus suaka marga satwa berdasarkan SK Menhut 173/KPTS/ II/1986, dengan luas 84.967 ha ini terus boleh terancam hilang setiap menit.
Tetapi menurutnya jika terlalu banyak pohon yang ditebang, para aktivis khawatir bahwa bumi Siak akan mencapai titik kritis yang akan memicu perubahan iklim yang tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi.
Terjadinya Illog kembali marak di hutan konservasi alam Giam Siak Kecil, membuat aktivis ini mengkritisi kinerja BKSDA dan Gakkum KLHK yang seharusnya mereka mengetahui kegiatan ilegal tersebut.
"Dari peta citra satelit bisa terlihat berapa luas tutupan hutan yang deforestasi setiap bulanya, kami tidak menuding siapa dan mengapa atas peristiwa yang terjadi, tetapi kami mendesak agar ada tindakan yang nyata untuk mencegah kerusakan hutan konservasi alam ini jangan sampai punah," harapnya. (*)
Tags : hutan konservasi alam, hutan giam siak kecil, riau, laju deforestasi, hutan giam siak kecil terancam, hutan konservasi alam terusik, marak perusak hutan giam siak kecil,