Artikel   2023/08/31 9:48 WIB

'Lazy Girl Job' Tren yang Sempat Viral di TikTok, 'untuk Membunuh Stres Tingkat Tinggi'

'Lazy Girl Job' Tren yang Sempat Viral di TikTok, 'untuk Membunuh Stres Tingkat Tinggi'

MENURUT para pembuat konten, pekerja harus memiliki jam kerja yang lebih sedikit, bisa bekerja dari rumah, dan mendapatkan gaji yang layak. Ribuan orang sangat setuju dengan opini itu.

Pada akhir Mei, Gabrielle Judge yang berusia 26 tahun duduk di depan kamera dengan kacamata besar dan rambut yang diikat untuk membuat video TikTok.

Dia membahas soal "lazy girl job" - pekerjaan yang tingkat stresnya rendah, bisa dilakukan dari jarak jauh dan tentunya gaji yang layak.

“Lazy girl job pada dasarnya melakukan upaya minimum untuk mempertahankan pekerjaan, tanpa harus bekerja ekstra,” katanya dalam video berdurasi dua setengah menit itu.

“Ada banyak pekerjaan di luar sana, di mana Anda dapat menghasilkan, sekitar US$60.000-80.000 (Rp900 juta-1,2 miliar), tanpa harus melakukan banyak pekerjaan dan pergi jauh.” 

Dia mencontohkan peran non-teknis, dengan jam kerja 09.00-17.00, dan yakin bayarannya cukup untuk mencapai kebebasan finansial.

Konsep yang diajukan Judge – dan video tentang hal itu yang sekarang menjadi viral – telah menyentuh hati para pekerja, terutama perempuan.

Unggahan itu disukai hampir 350.000 orang, sampai tulisan ini dipublikasikan.

Tagar #lazygirljob di TikTok sudah ditonton lebih dari 17 juta kali. Para perempuan muda lainnya menggambarkan "lazy girl job" versi mereka sendiri.

Dalam satu video, seorang pembuat konten mengatakan yang dia lakukan hanyalah "membuat email yang sama, menerima 3-4 telepon sehari, mengambil cuti ekstra panjang, istirahat lebih lama, dan mendapatkan gaji yang baik".

Namun baik pembuat konten penuh waktu seperti Gabrielle Judge dan para pakar sama-sama mengatakan "lazy girl job" tidak berarti harus malas.

Alih-alih, istilah tersebut mencerminkan pola pikir baru yang dianut di era Great Resignation, di mana para pekerja semakin menuntut gaji yang berkelanjutan dan kondisi yang fleksibel, sambil melawan anggapan bahwa jumlah jam kerja sama dengan jumlah pekerjaan yang diselesaikan.
Menumbangkan ekspektasi yang sudah mengakar

Judge yang tinggal di Colorado, AS, mengatakan pikiran itu muncul setelah dia menjalani terlalu banyak pekerjaan.

Dia mengaku telah menghabiskan 50 hingga 60 jam seminggu sebagai konsultan – jadwal yang tidak “normal atau berkelanjutan”, yang pada akhirnya mengikis kesehatan mental dan fisiknya.

Gagasan utama di balik istilahnya, katanya, adalah membingkai ulang pekerjaan apa yang bisa – dan seharusnya – dilakukan oleh para pekerja.

Dia berpendapat kelelahan dan penyakit tidak harus menjadi bagian dari dunia kerja, di saat otonomi dan fleksibilitas memungkinkan kerja jarak jauh, dan kesehatan mental menjadi prioritas yang lebih besar dari sebelumnya.

Ada cara untuk mendapatkan pengalaman positif dalam pekerjaan, katanya, di mana para Gen Z semakin mengambil peran, setelah kaum milenial memulai perbincangan.

Judge mengatakan "lazy girl job" terlihat sedikit berbeda untuk setiap orang, karena setiap pekerja memiliki keadaan dan kebutuhan uniknya sendiri.

Alih-alih definisi yang ketat, dia mengatakan jenis posisi ini umumnya memenuhi empat kriteria: rasa aman (tidak ada shift panjang, perjalanan yang sulit, atau kondisi kerja yang berbahaya); bisa bekerja jarak jauh atau hibrida; gaji yang “layak”; dan keseimbangan kehidupan kerja yang sehat.

Pada akhirnya, idenya bermuara pada lingkungan kerja yang sehat, yang memberikan waktu bagi pekerja untuk memprioritaskan diri mereka sendiri.

Bagian lazy atau 'malas' dari istilah itu, kata Judge, yang menggambarkan dirinya sebagai "Anti Work Girlboss" atau anti bekerja keras, yang maksudnya sebenarnya untuk bercanda, tetapi ini penting.

“Semua yang saya bicarakan dianggap malas jika dibandingkan dengan harapan tempat kerja tradisional,” katanya.

“Saya juga mencoba memperlakukan tren "lazy girl job" sebagai pola pikir, karena pekerjaan sangat bernuansa, dan setiap orang berada dalam situasi yang berbeda.”

Tren ini tidak mengejutkan beberapa ahli, termasuk pelatih karier yang berbasis di Montréal, Tiffany Uman.

Dia memandang tren tersebut sebagai cerminan dari perubahan keinginan perempuan profesional, khususnya yang semakin menginginkan pekerjaan yang membahagiakan, memberikan penghasilan yang layak, dan memberi ruang untuk prioritas mereka di luar pekerjaan.

Karyawan mencari lebih banyak keseimbangan antara kehidupan dan pekerjaan, dan tidak bersedia untuk "bekerja secara berlebihan dengan cara yang berisiko mengorbankan kesejahteraan dan kehidupan pribadi mereka".

Eliana Goldstein, seorang pelatih karier dan kesuksesan milenial yang berbasis di New York meyakini "lazy girl job" merupakan tanggapan langsung dan penolakan terhadap budaya kerja berlebihan dan kesibukan yang mendominasi tenaga kerja selama beberapa dekade.

Dan, dia menambahkan, pencitraan yang dibangun Judge dari istilah dengan nama yang menarik perhatian adalah langkah cerdas. Goldstein menilai itu pilihan kata terbaik untuk memulai wacana yang diperlukan.

Memberi label tren “mendapatkan perhatian dan memulai percakapan, dan itulah yang dilakukan.

Sebab yang dimaksud dengan "lazy girl job" sebenarnya adalah datang untuk bekerja dan melakukannya dengan kemampuan terbaik Anda – karena secara harfiah untuk itulah Anda dibayar – dan kemudian memiliki ruang untuk melakukan hal-hal yang membuat Anda bahagia”, ujar Goldstein.
'Sebuah titik balik'

Judge setuju bahwa gerakan "lazy girl job" bisa menjadi kesempatan belajar, dan trennya bukanlah tentang secara eksplisit mengamankan satu jenis pekerjaan tertentu untuk memenuhi persyaratan.

Sebaliknya, dia percaya idenya adalah tentang mengendalikan kehidupan kerja seseorang.

“Kami menghabiskan banyak waktu untuk pekerjaan kami,” katanya, “dan 'lazy girl job' dapat menunjukkan kepada pemberi kerja apa yang berhasil dan tidak.”

Goldstein setuju. Para milenial, katanya, telah mengadvokasi keseimbangan kehidupan kerja yang lebih besar selama bertahun-tahun, tetapi mengalami kesulitan mencari tahu bagaimana mempraktikkannya.

Gerakan "lazy girl job", menurutnya, “bisa menjadi peringatan bagi mereka… Jika generasi millenial dan Gen X dapat memahami bahwa Gen Z sebenarnya bukan pemalas, melainkan bertindak berdasarkan keinginan bersama untuk lebih seimbang, itu bisa jadi hal yang luar biasa untuk mereka perhatikan”.

Selain itu, bagi banyak pekerja, label itu sendiri mungkin tidak penting. Yang penting hanyalah kesadaran bahwa "lazy girl job" pada dasarnya adalah peran yang baik yang dikemas dengan nama yang berbeda.

Pada akhir Juli, seorang pengguna TikTok merekam dari mobil yang diparkir di toserba Target di tengah hari kerjanya. Dia menggambarkan "lazy girl job" versinya – tetapi memberikan peringatan.

“Saya benar-benar tidak menyukai "lazy girl job" karena mengharapkan pekerjaan seperti ini bukan berarti malas… Tidak ada salahnya mengharapkan pekerjaan yang membayar Anda dengan baik, memberi Anda keseimbangan kehidupan kerja yang baik, dan membuat Anda tidak bekerja berlebihan."

Tags : Media sosial, Kaum muda, Kesehatan mental, Gaya hidup, Pekerjaan, Karir, Kesehatan perempuan, Kesehatan, Perempuan, Gender, Seni budaya,