Headline Seni Budaya   2023/08/19 16:13 WIB

Lebih Baik Melukis dan Menggambar dari pada Memplototin Layar Ponsel, 'yang Bisa Mempengaruhi Kesehatan Mental'

Lebih Baik Melukis dan Menggambar dari pada Memplototin Layar Ponsel, 'yang Bisa Mempengaruhi Kesehatan Mental'
The Royal Drawing School, London, telah melihat peningkatan permintaan adanya kelas-kelas menggambar dalam beberapa tahun belakangan.

SENI BUDAYA - Membuat sketsa dan menggambar makin populer dalam beberapa tahun belakangan ini.

Menggambar adalah seni visual paling kuno, baik berupa goresan di atas tubuh atau bebatuan.

Dan gambar paling awal karya manusia ditemukan pada 2021 di Gua Blombos, Afrika Selatan.

Kira-kira 73.000 tahun silam, manusia mengambil sebuah krayon oker dan mengukir desain garis silang di atas serpihan batu silcrete. 

Sejatinya aktivitas menggambar secara mendasar sudah tertanam pada diri kita semua. 

Kegiatan menggambar merupakan sarana ekspresi dan kreativitas pertama manusia, ujar Julia Balchin, Kepala Sekolah Royal Drawing School, London.

"Sebagai seorang anak, Anda dapat menggambar bahkan sebelum Anda dapat berbicara, atau berjalan atau membaca. Jadi, ini sering kali merupakan cara pertama kami untuk mengekspresikan diri".

Menggambar selalu menjadi sesuatu yang penting bagi praktik setiap seniman.

Mulai zaman Renaisans, ketika aktivitas menggambar berkembang, dan Leonardo da Vinci menciptakan studi anatomi tubuh manusia yang detail, hingga berkembang sampai saat ini.

Yaitu ketika film-film berpengaruh dibuat dengan berdasarkan gambar-gambar karya seniman William Kentridge, sampai gambar-gambar perupa Tracey Emin yang mengungkapkan kesedihan dan kesepian pribadinya.

Walaupun popularitas menggambar telah "surut dan mulai menghilang selama berabad-abad", Balchin mengidentifikasi aktivitas itu anjlok pada 1970-an, ketika dunia seni akademik melihatnya sebagai "sangat kuno", terutama menggambar benda, dan sekolah-sekolah seperti Slade dan Royal Academy berhenti mengajar.

The Royal Drawing School (RDS) didirikan pada 2000 untuk mengatasi hal ini, dan menjadi "tempat di mana para seniman dan mereka yang ingin menggambar bisa datang untuk menggambar".

Aktivitas menggambar saat ini kembali populer, diapresiasi lantaran kualitas terapinya serta rasa "mengalir" yang ditimbulkannya, terutama sejak kebijakan lockdown selama pandemi.

Siswa yang masuk secara daring di RDS berlipat ganda pada 2020, dari 1.000 siswa per minggu terus berkembang menjadi 3.000 sampai hari ini, dan lebih dari setengah dari empat modulnya, mereka memilih menggambar benda.

"Saya kira hal itu menunjukkan adanya kerinduan nyata terhadap sentuhan dan kontak dengan manusia," kata Balchin seperti dirilis BBC

"Jika orang tidak bisa berada di sekitar manusia lain, mereka bisa menggambarnya."

Para siswa menegaskan bahwa hal tersebut membantu menyehatkan mental.

"Banyak yang datang benar-benar murni untuk tujuan itu... untuk memperlambat kehidupan yang melaju cepat."

Mengambil pensil atau arang dan secara sadar membuat tanda-tanda yang menghubungkan kita dengan keterampilan haptik kita, atau indra peraba, dan menawarkan kelonggaran atau istirahat dari pemaparan digital tanpa henti, yang penting demi kesehatan mental.

Di Inggris, terapi seni bahkan dapat dialami oleh beberapa orang melalui NHS.

Tatkala seniman Emily Haworth-Booth tidak dapat bekerja lantaran mengalami sakit sindrom kelelahan kronis (myalgic encephalomyelitis/ME), dia tetap "bergerak" dengan mencoba membaca atau menulis, dia terhubung dengan Ways of Drawing (buku yang diterbitkan pada 2019 oleh RDS).

Dia menemukan bahwa menggambar dengan penuh kesadaran "menjadi semacam jangkar yang bisa membuat saya tetap berdiri, untuk meyakinkan diri saya sendiri… Saya 'di sini', kenyataan itu kokoh".

Menggambar "benar-benar mengurangi kecemasan dan memperlambat pernapasan saya".

Hal ini memungkinkan "penyembuhan terjadi", katanya.

Setelah sesi menggambar, dia merasakan "kelegaan dan aliran endorfin yang saya alami setelah, katakanlah, kelas yoga atau sesi psikoterapi yang sangat berguna". 

Claire Gilman, kepala kurator di Drawing Center di New York, juga melihat gairah untuk menggambar melonjak saat lockdown, dan terus berkembang sejak saat itu.

"Saat para seniman kembali menggambar karena berbagai alasan, termasuk karena studio mereka ditutup" , tetapi mengakui adanya "keinginan untuk mengambil pulpen atau pensil, dan segera menerjemahkan perasaan ke atas kertas", ternyata memiliki daya tarik universal, terutama di "saat-saat sulit".

Gilman dan Roger Malbert, kurator dan penulis seni kontemporer, bekerja sama dalam memproduksi Drawing in the Present Tense, karya penuh ilustrasi tentang "pendekatan beragam untuk menggambar".

Karya dari 74 seniman kontemporer terpilih antara lain mencerminkan "peran menggambar sebagai cara mengatasi trauma dan keresahan sosial pribadi".

Malbert menjelaskan tujuan menggambar sebagai "mengajarkan Anda untuk melihat, dan memandang dunia secara berbeda. Jika Anda mendaftarkan apa yang dilihat... Anda membawa dunia ke dalam kesadaran dengan cara yang sangat langsung. Itu tersedia bagi orang yang menggambar di seluruh dunia".

Gilman yakin menggambar secara khusus, menawarkan "bebas dari layar ponsel, yang membuat kita sangat kecanduan. Kelas menggambar kehidupan, khususnya, memaksa Anda untuk melihat dunia yang tidak dimediasi melalui layar, dan menerjemahkannya".

Khasiat penyembuhan

Seniman Cina, Zhang Yanzi, ditampilkan dalam buku ini.

Kecintaannya pada "obat-obatan dan kesejahteraan spiritual" memengaruhinya dalam gambar-gambar topeng China dan bagian-bagian bunga nan halus, yang menggambarkan "interaksi misterius fenomena mental dan fisik serta penderitaan pikiran dan tubuh".

Zhang percaya seni memiliki "kekuatan untuk meredakan penderitaan secara psikologis".

Malbert terhubung dengan ide khasiat penyembuhan dari menggambar:

"Saya selalu tenggelam dalam cara terapi yang ringan," katanya.

"Ketika menggambar dari alam, saya menemukan waktu yang terpusat di lingkungan alam, menggambar... pasti meningkatkan suasana hati."

Dia menyamakan hal itu dengan melakukan yoga "ketika Anda tidak memikirkan hal lain" dan, seperti Balchin menemukan bahwa hal itu bisa menjadi "meditatif".

Seniman John Hewitt mengatakan bahwa kecemasan apa pun yang dia miliki tentang membuat gambar yang "jelek", diimbangi dengan kesenangan yang diperolehnya dari "garis yang ditarik dengan sempurna… pola dan ritme yang tidak terduga, serta kesuksesan kecil lainnya".

Hewitt memiliki karir yang panjang, dan terkenal sebagai guru di Royal College of Art dan seniman gambar imajinatif dan detail.

Dia membuat seni tato di lengan untuk The Pogues; menggambar orang-orang yang sulit tidur di Manchester "demi meningkatkan kesadaran tentang masalah tunawisma"; dan merupakan satu-satunya orang yang diundang untuk merekam prosesi pada peringatan aktor Laurence Olivier di Westminster Abbey.

Dia meraih kesuksesan sejak 2013, dengan gambar yang diunggah (hampir) setiap hari di Instagram.

Gambar hewan dan benda-bendanya yang tampak hidup di South Pennines sering digambar begitu saja, selalu di buku sketsa saku Moleskin, sebagai "dasar latihan saya", dengan pena gel 0,5 Pilot.

Unggahan Hewitt yang paling disukai sejauh ini adalah potret seekor kucing.

Kucing hitam selalu paling banyak mendapatkan 'likes', katanya.

"Menurut saya, ketebalan tinta lebih berdampak saat dilihat di ponsel."

Tidak semua kucing lucu: dia menyaksikan aksi pengeboman teroris di London pada 2005, tetapi tidak memiliki buku sketsa, jadi dia membuat 59 gambar berdasarkan ingatan, yang kemudian dipamerkan di Museum of London.

Dia menggambar ibunya di rumah sakit, di hari-hari terakhirnya.

"Saya merasa tidak ada lagi yang bisa saya lakukan, jadi saya menarik lengannya, bantalnya, tempat tidur."

Tapi bagaimana dengan seni sebagai terapi kesehatan mental?

Yang paling dekat dengannya adalah gambar yang dia buat pada malam bulan purnama.

"Mereka memberi saya kesenangan yang sangat besar dan langsung karena mereka tidak memiliki standar gambar 'baik'. Saya tidak tahu seperti apa bentuknya sampai saya masuk ke dalam ruangan: kejutannya adalah hadiahnya."

Seniman Charlie Mackesy mulai rajin menggambar pada usia 19 tahun, setelah sahabatnya tewas dalam kecelakaan mobil.

"Saya mulai menggambar seperti reaksi Forrest Gump terhadap trauma," katanya kepada GQ.

"Saya mulai menggambar… dan saya tidak bisa berhenti. Menggambar adalah cara untuk memproses semuanya."

Buku bergambarnya yang terbit pada 2019, The Boy, the Mole, the Fox and the Horse, menarik sejumlahpenggemar, karena gambar dan homilinya yang menyentuh tentang kehidupan dan persahabatan.

Menurut Malbert, menggambar dapat "membuat Anda berhubungan dengan dunia, dan diri sendiri, juga dapat mengubah cara Anda melihat sesuatu, baik itu… perselisihan sosial, kemanusiaan, emosi. Hal itu dapat memperluas jangkauan emosional Anda - dan itu sangat mendalam". (*)

Tags : melukis dan menggambar, melukis dan menggambar bebaskan dari kecanduan menatap layar ponsel, kesehatan mental, seni, seni budaya,