Artikel   2025/02/27 9:49 WIB

Madinah Dikenal Sebagai Kota Masjid yang Tercatat dalam Sejarah

Madinah Dikenal Sebagai Kota Masjid yang Tercatat dalam Sejarah

MADINAH dikenal sebagai kota masjid. Di daerah itu, masjid-masjid menjadi saksi kebangkitan ajaran Islam.

Suara azan mengalun syahdu dari Masjid Nabawi, kota Madinah, Arab Saudi, pada 22 Februari 2025 lalu. Umat Islam dari berbagai negara memadati kompleks masjid tersebut dari area dalam hingga pelataran untuk melaksanakan ibadah shalat Maghrib.

Dengan beratapkan langit senja, ratusan orang duduk bersimpuh di atas hamparan karpet hijau di pelataran masjid seusai shalat Maghrib berjamaah dan shalat sunah.

Selama berada di area masjid nan indah itu, umat Islam termasuk juga riaupagi.com ikut melakukan ibadah Umroh bersama PT Amanah Travel Indonesia (ATI) melaksanakan shalat, memanjatkan doa, dan ziarah ke makam Rasulullah SAW.

Saat beranjak malam, pelataran masjid ramai dipadati pengunjung. Selain para peziarah dan jemaah yang hendak mengunjungi makam Nabi Muhammad, pelataran tersebut juga menjadi tempat bermain anak-anak yang berlarian di antara payung-payung otomatis.

Juru bicara masjid, Sheikh Abdulwahed al-Hattab, menyatakan, Raja Abdullah minta pemasangan 250 payung otomatis di pelataran Masjid Nabawi untuk melindungi jemaah dari paparan sinar matahari dan hujan. Jika kehausan, tersedia air zamzam di bagian dalam masjid.

Pada musim haji, masjid ini dipadati jemaah haji dari seluruh penjuru dunia sepanjang hari. Berada di area Masjid Nabawi terasa menenangkan dan menyejukkan jiwa.

”Rasanya seperti berteduh di bawah pohon rindang dengan semilir angin saat siang yang panas,” tutur Salmah, petugas haji Indonesia.

”Saya merindukan Masjid Nabawi, suasana kota Madinah yang tenang,” demikian ucapan sejumlah anggota jemaah haji Indonesia saat telah meninggalkan Madinah dan berada di kota suci Mekkah, Arab Saudi, untuk melaksanakan rangkaian ibadah haji pada Juni lalu.

Ketenangan jiwa juga hadir saat kita memasuki Raudhah yang disebut taman surga dan diyakini sebagai tempat mustajab untuk memanjatkan doa.

Raudhah, yang ditandai tiang-tiang putih, dan berada antara makam Rasulullah SAW sampai mimbar, tak pernah sepi oleh jemaah haji dan umrah.

Untuk masuk Raudhah, jemaah harus mengikuti jadwal di aplikasi tasreh atau izin perjalanan.

Meski demikian, jemaah bisa masuk tempat istimewa ini tanpa tasreh dengan mengantre seusai shalat Subuh. Anita, anggota Media Center Haji Indonesia, misalnya, seusai shalat Subuh bisa berdoa di tempat itu.

”Saat diceritakan ada akses khusus tanpa tasreh ke Raudhah di pintu 21, saya bergegas ke sana. Saat Subuh, tiba-tiba askar (petugas) perempuan membuka akses ke Raudhah dan bilang ’hajjah ya hajjah Raudhah’, ibu ibu ayoo.... Rasanya tenang sekali ada di sana, seperti bertemu orang terkasih,” tuturnya.

Masjid Nabawi didirikan Rasulullah dan para sahabatnya pada tahun pertama hijriah. Tiang-tiangnya dari batang pohon kurma.

Makam Nabi Muhammad dan dua sahabat, Abu Bakar al-Shiddiq dan Umar bin Khattab, rumah istri Nabi, dan Raudhah dipadukan dalam masjid melalui perluasan selama berabad-abad.

Tidak seperti masjid-masjid lain, menurut Zuhairi Misrawi dalam bukunya, Madinah, Kota Suci, Piagam Madinah, dan Teladan Muhammad, Masjid Nabawi menjadi titik awal transformasi yang membentangkan peradaban baru bagi umat Islam dari perjuangan di Mekkah menuju tanah harapan yang subur.

”Masjid Nabawi mengisahkan dua simbol, yakni simbol tempat ibadah yang menjadikan masyarakat Madinah menemukan jati dirinya dan juga simbol kebajikan mereka dalam menerima ajaran Islam,” kata Zuhairi.

Masjid ini merupakan simbol kebangkitan ajaran Islam.

Madinah merupakan kota masjid. Di setiap sudut kota ini terdapat masjid. Istimewanya, setiap masjid yang ada di Madinah mempunyai nilai historis-teologis.

Masjid-masjid ini menyimpan kisah-kisah sejarah dakwah Rasulullah SAW dan para sahabatnya, yang penuh perjuangan.

Sekitar 500 meter arah barat daya Masjid Nabawi terdapat Masjid Ghamamah yang berarti mendung atau awan tebal.

Bagian luar bangunan itu menampilkan batu basal hitam dengan pintu kayu berukir indah warna coklat tua, serta kubah dan menara menghiasi bagian atas bangunan itu.

Pada zaman Rasulullah diyakini, lokasi ini merupakan tanah lapang di tengah kota. Setiap hari raya Idul Fitri atau Idul Adha, Muhammad melaksanakan shalat dan shalat Istisqa atau shalat minta hujan di tempat itu.

Ketika Nabi dan warga Madinah melakukan shalat minta hujan, mendung tiba, lalu hujan turun.

Riwayat lain menyebut, suatu saat Nabi melaksanakan khotbah Idul Fitri terlalu panjang sehingga jemaah gelisah karena terik matahari. Lalu datanglah mendung menutupi sinar Matahari sampai acara selesai. Untuk itu, sebuah masjid dibangun dan diberi nama Masjid Ghamamah.

Masjid lainnya yang memiliki nilai historis dan teologis amat tinggi ialah Masjid Quba karena merupakan masjid yang pertama kali dibangun Nabi saat memasuki Madinah.

Penduduk kampung Quba merupakan orang-orang yang pertama menyambut kedatangan Rasulullah SAW saat hijrah ke Madinah.

Kedatangan Nabi Muhammad ke Quba pertama kali dinobatkan sebagai hari pertama tahun hijriah.

Rasulullah SAW menempati rumah Kalsum bin Hadam dan mendirikan masjid di atas tanah yang dibeli dari Kalsum, sekitar 5 kilometer sebelah barat daya Madinah.

Rasulullah SAW membangun Masjid Quba sebagai simbol ajaran Islam dan melaksanakan salat di masjid ini. Al Quran menyebut, Masjid Quba dibangun di atas fondasi takwa.

Menurut buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah, dalam hadits disebutkan, Nabi kerap mendatangi masjid ini pada hari Sabtu.

Saat ini Masjid Quba berada di sudut perempatan jalan, dekat jalan baru yang menghubungkan Madinah, Jeddah, dan Mekkah, dan bisa dijangkau dengan mobil maupun kendaraan golf dari pusat kota Madinah.

Bangunan masjid berwarna putih ini memesona dengan beberapa kubah di bagian atasnya.

Di bagian depan bangunan masjid tampak hamparan rumput hijau dan pepohonan. Para peziarah dapat memasuki bagian dalam masjid dari dua sisi.

Untuk area perempuan, pengunjung bisa masuk dari sisi lain bangunan tersebut untuk melaksanakan shalat ataupun bermunajat.

Selain itu, terdapat Masjid Qiblatain sebagai saksi perubahan arah kiblat. Ketika memasuki masjid ini, sejumlah perempuan sedang shalat dan berdoa dengan khusuk.

Aura kuat terpancar dari tempat itu, menghadirkan ketenangan dan rasa haru, hingga tak terasa air mata pun menetes saat memanjatkan doa.

Masjid ini semula dikenal dengan nama Masjid Bani Salmah karena berada di perkampungan Bani Salmah.

Kemudian masjid ini diberi nama masjid dua kiblat (qiblatayn) karena saat Rasulullah SAW melaksanakan shalat, turunlah perintah Allah SWT agar mengubah kiblat ke arah Masjidil Haram.

Pada awal sejarah Islam, kaum Muslim melaksanakan shalat menghadap kiblat ke arah Baitul Maqdis di Jerusalem, Palestina.

Pada tahun kedua hijriah, turunlah wahyu surat Al Baqarah yang memerintahkan Nabi Muhammad untuk menjadikan kabah di Masjidil Haram, Mekkah, sebagai kiblat.

Menurut Zuhairi, dalam sebuah riwayat disebutkan, suatu hari Nabi Muhammad melaksanakan shalat di masjid ini. Pada dua rakaat pertama, Nabi menghadapkan kiblat ke Baitul Maqdis.

Kemudian turun perintah agar menghadapkan kiblat ke Masjidil Haram sehingga Nabi mengubah arah kiblat.

Prof KH Aswadi, konsultan ibadah Petugas Penyelenggara Ibadah Haji Daerah Kerja Madinah, di laman Kementerian Agama, mengutarakan, peristiwa itu terjadi pada bulan Syakban saat Muhammad memimpin para sahabatnya shalat Zuhur.

”Karena ini perintah Allah SWT, Rasul mengalihkan kiblatnya,” tuturnya.

Namun, ada perbedaan pendapat soal waktu perpindahan arah kiblat. Karena itu terjadi pada tahun kedua hijriah, sebagian mufassir (orang yang menafsirkan ayat-ayat Al Quran) menyatakan itu terjadi di bulan Syakban, tetapi ada yang mengatakan di bulan Rajab.

Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fathul Bari menyatakan, itu terjadi saat shalat Zuhur. ”Shalat di Bani Salmah (Qiblatain) dilakukan saat meninggalnya Bisyr bin Barra’ bin Ma’rur adalah shalat Zuhur. Sementara shalat yang pertama kali menghadap kabah adalah shalat Ashar di Masjid Nabawi,” tutur Aswadi yang juga Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya ini.

Sejauh ini Masjid Qiblatain telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pada tahun 1987, Pemerintah Arab Saudi di bawah Raja Fahd pernah memperluas dan merenovasinya tanpa menghilangkan ciri khas masjid ini.

Di bagian luar, arsitektur masjid ini terinspirasi dari motif tradisional.

Ruang shalat di dalam masjid itu mengadopsi geometri dan simetri ortogonal yang ditonjolkan dengan menara dan kubah kembar.

Kubah utama menunjukkan arah kiblat yang benar, dan kubah kedua dijadikan pengingat sejarah. Ada garis silang kecil menunjukkan transisi perpindahan arah kiblat.

Awalnya masjid ini punya dua arah mihrab yang dipakai imam shalat, ke arah Mekkah dan Palestina.

Seusai renovasi, masjid ini memfokuskan satu mihrab menghadap kabah, penanda lama dipasang di atas pintu masuk ruang shalat. Desainnya seperti ruang bawah kubah batu di Jerusalem, mihrab Islam tertua.

Masjid-masjid yang ada di Madinah menjadi saksi sejarah kebangkitan ajaran Islam. Selain sebagai kota tempat turunnya wahyu Al Quran dan hadis-hadisnya, Madinah dikenal sebagai kota Nabi yang menghadirkan visi kuat tentang fondasi Islam sebagai agama pembawa rahmat bagi semesta seisinya. (*)

Tags : ibadah haji, haji, madinah, masjid nabawi, masjid qiblatain, masjid qubbah, masjid ghamamah,