SEJARAH - Selama libur Lebaran Idul Fitri 1444 Hijriyah Tahun 2023 makam pejuang Tengku Buang Asmara dipenuhi 12.481 wisatawan. Sultan ke 2 Kerajaan Siak Sri Inderapura itu diusulkan jadi pahlawan nasional karena dahulunya berjasa melawan belanda.
"Selama libur Lebaran Idul Fitri 1444 Hijriah, tercatat ada 12.481 wisatawan mengunjungi destinasi wisata Skywalk Tengku Buang Asmara di Kabupaten Siak," kata Kepala Dinas Pariwisata (Kadispar) Siak, Tekad Perbatas, Kamis (27/4).
Tekad mengaku, tahun ini merupakan kunjungan terbanyak sejak lokasi wisata baru itu diresmikan pada 16 Februari 2023 lalu. Para wisatawan secara bergantian mengantre masuk ke Skywalk satu-satunya di Pulau Sumatera.
Untuk di Indonesia, baru Skywalk Siak ini yang memiliki dancing light. Pengunjung yang naik dibatasi agar menjaga konstruksi bangunannya. Bahkan, dari 15 lokasi wisata di Siak, Skywalk menempati urutan pertama paling banyak dikunjungi.
Perang Siak-Belanda
"Objek wisata yang paling ramai dikunjungi wisatawan di siak. Pengunjungnya sampai 12.481 wisatawan dalam satu hari," kata Tekad Perbatas.
Tekad menuturkan, Skywalk itu memang sengaja dibuka saat Lebaran Idul Fitri 1444 Hijriah. Pada bulan Ramadan kemarin, Skywalk ditutup karena beberapa pertimbangan.
Sedangkan Rumah Datuk Pesisir yang posisinya di sebelah Skywalk menempati posisi kedua paling banyak dikunjungi. Kemudian Istana Siak, yang merupakan peninggalan Kesultanan Siak di zaman sebelum kemerdekaan.
"Kalau istana siak dikunjungi 7.541 wisatawan dalam sehari. Rumah datuk pesisir 7.732 pengunjung, bandar tepian sungai jantan 6.033, taman tengku agung 4.525, embun dayung 2.632, taman rusa 1.357," beber Tekad.
Kemudian Makam Sultan Syarif Kasim pemimpin Kesultanan Siak dikunjungi 1.128 wisatawan, Sigaran Jiwa 1.121 wisatawan. Sedangkan objek wisata lain dikunjungi kurang dari 1.000 orang, atau ratusan orang.
Skywalk Tengku Buang Asmara menjadi daya tarik baru di Kota Istana, Kabupaten Siak. Lokasi itu menjadi destinasi wisata baru di tepian Sungai Kota Siak. Sebagian lantainya diselipkan kaca transparan, membuat pengunjung serasa berjalan di atas air.
Skywalk Tengku Buwang Asmara bahkan disebut tak kalah cantik dan canggih dari skywalk yang ada di Negeri Ginseng, Korea Selatan. Bedanya, di Korsel tidak ada dancing light atau lampu menari yang menghiasi skywalk tersebut.
Sementara itu, Bupati Siak, Alfedri menyebutkan, nama skywalk diambil dari nama Sultan Siak kedua, yakni Tengku Buwang Asmara.
Skywalk ini dibangun pada tahun 2022 lalu dengan ornamen yang diimpor. Tengku Buwang Asmara juga salah satu tokoh yang kini sedang dalam tahap pengusulan sebagai Pahlawan Nasional.
"Skywalk dibangun tiga tahap konstruksi sepanjang 1.076 meter yang membentang mulai dari rumah datuk pesisir (penasihat sultan siak), hingga ke destinasi wisata tangsi belanda (penjara zaman belanda)," ungkap Alfedri.
Tahap pertama, konstruksinya tuntas sepanjang 274 meter. Di tahap ini ada kontruksi berupa kaca tempered 12 milimeter sepanjang 50 meter dan bisa dipijak wisatawan yang melintas.
Jarak antara kaca tempered dengan permukaan air pasang Sungai Siak sekitar 12 meter. Tentunya, keberadaan kaca itu menjadi daya tarik tersendiri di Skywalk Tengku Buwang Asmara.
"Dancing light atau lampu menari di tengah-tengah skywalk menambah kecantikan skywalk jika dinikmati pada malam hari. Dancing light itu tentunya menjadi spot baru instagramable dengan background Istana Siak dan Turap Singapura di seberang skywalk," sebutnya.
Muhammad Abdul Jalil Muzaffar Syah atau yang lebih dikenal dengan Tengku Buang Asmara, merupakan Sultan ke 2 Kerajaan Siak Sri Inderapura yang berjasa melawan dan mengusir kolonial Belanda di masa kepemimpinannya tahun 1746 M - 1760 M.
Tengku Buang Asmara memimpin perlawanan terhadap Belanda pada Perang Guntung di Selat Guntung. Perang antara keduanya pecah karena Belanda terus berupaya merebut kekuasaan dan pengaruh di Selat Malaka, kata Ketua Umum (Ketum) Lembaga Melayu Riau (LMR) Jakarta Pusat, H. Darmawi Wardhana Zalik Aris menceritakan.
"Untuk mengenang jasanya dalam melawan dan mengusir penjajah, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak akan mengusulkan Tengku Buang Asmara sebagai Pahlawan Nasional."
"Pemerintah Kabupaten Siak sudah sepantasnya mengusulkan Sultan Siak 2 Sultan Mahammad Abdul Jalil Muzaffar Syah atau dikenal Tengku Buwang Asmara sebagai pahlawan nasional," sebut Darmawi.
Lalu siapa sebenarnya Tengku Buwang Asmara?
Darmawi menyebut, dalam catatan sejarah Pekanbaru, Tengku Buwang Asmara merupakan sosok pejuang yang sangat ditakuti dan disegani Belanda.
Yang paling populer, Tengku Buwang pernah berperang menaklukkan Belanda di Guntung atau dikenal Perang Guntung.
Tengku Buwang sebagai Sultan Siak, lanjut cerita Darmawi, memiliki strategi perang yang sulit dibaca Belanda pada masa itu. Kepiawaiannya di medan perang mencatatkan sejarah bahwa Tengku Buwang berperan penting mengusir penjajah pada 1746-1760 M.
Sejarah perlawanan rakyat riau terhadap VOC
Tengku Buwang memimpin perang dengan Belanda untuk merebut kekuasaan dan pengaruh di Selat Malaka. Tengku Buwang dinobatkan sebagai Sultan di Buatan pada 1746 M setelah Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah atau Raja Kecil wafat.
Tetapi dalam tulisan buku 'Dari Kebatinan Senapelan ke Bandaraya Pekanbaru' yang ditulis oleh sejarahwan Suwardi MS, Wan Ghalib, Isjoni dan Zulkarnain juga telah mengkisahkan sepak terjang Tengku Buwang Asmara yang dinobatkan di Buatan tahun 1746 dengan gelar Sultan Mahammad Abdul Jalil Muzaffar Syah.
Darmawi menambahkan, setelah dinobatkan, Tengku Buwang mulai memindahkan tempat kedudukannya ke Sungai Mempura tahun 1750. Langkah itu dilakukan untuk menjauhkan diri dari pengaruh Belanda.
tetapi Belanda tidak pernah berhenti mengirim utusan agar diizinkan berdagang di Sungai Siak. Belanda pun akhirnya diberi kesempatan berdagang dan mendirikan loji di Guntung sebagai muara Sungai Siak dengan syarat perdagangan bebas dan tidak monopoli.
"Dalam pelaksanaannya, Belanda telah bertindak lebih jauh karena letak loji sangat strategis di muara Sungai Siak. Belanda dengan kekuatan senjatanya telah memaksa pedagang yang lewat menjual barangnya. Termasuk menetapkan cukai atas orang yang lalu lalang," sebutnya.
Tindakan tersebut lalu diprotes oleh Sultan dan terjadilah sengketa memuncak yang kemudian terjadi Perang Guntung. Perang Guntung berlangsung sejak 1750-1760 di Pulau Guntung setelah Belanda diserang habis-habisan oleh tentara Kerajaan Siak.
Akibat serangan itu, Belanda kehilangan seluruh bahan perdagangan. Hal itu bisa dilihat dalam laporan Gubernur di Malaka kepada Gubernur Jenderal Batavia pada 8 Maret 1758.
Dalam laporan, Belanda mengatakan 'Sungai Siak adalah satu-satunya tempat dagang yang menonjol dari yang lainnya. Yang menghasilkan bahan-bahan penting dari jantung Sumatera dan emasnya jadi alat pembayaran yang sangat berharga yang menyebabkan Melaka menjadi terkemuka'.
Atas keberhasilannya itulah, nama Tengku Buwang Asmara menjadi sangat terkenal. Di mana saat ini telah diusulkan sebagai Pahlawan Nasional dari Kota Pusaka.
"Sebagai Sultan kedua Kerajaan Siak, Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah atau yang lebih dikenal dengan Tengku Buwang Asmara merupakan salah satu pahlawan yang sangat berjasa," kata Darmawi.
Darmawi menyebut Buwang Asmara telah berhasil mengusir Belanda di masa kepemimpinannya. Hal itulah yang kemudian menjadi dasar pertimbangan mengusulkan Tengku Buwang Asmara sebagai Pahlawan Nasional.
"Beliau berhasil mengusir kolonial Belanda di masa kepemimpinannya pada tahun 1746-1760 M. Untuk mengenang jasanya dalam melawan dan mengusir penjajah, pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak telah mengusulkan Tengku Buang Asmara sebagai Pahlawan Nasional," katanya.
Demikian juga disebutkan Asisten Administrasi Umum Setdakab Siak Jamaluddin. Ia menyebut perjuangan Sultan Siak yang ke II ini tentunya perlu diangkat serta diabadikan sebagai bentuk penghormatan atas jasa beliau, untuk segera diusulkan sebagai Pahlawan Nasional.
Sebagai langkah awal, sebut Jamaluddin, nama Sultan Siak ke II itu telah diabadikan menjadi nama jalan yaitu Jalan Tengku Buang Asmara dan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah yang terletak di Kota Siak Sri Indrapura, serta dijadikan sebagai nama Bumi Perkemahan Pramuka di Kampung Merempan Hilir, Kecamatan Mempura, katanya saat," katanya pada Diskusi Naskah Sejarah Perjuangan Tengku Buang Asmara melawan kolonialisme Belanda, di Hotel Grand Mempura, Kamis (5/12) lalu.
Pemerintah Kabupaten Siak, terang Jamaluddin, juga sudah bekerjasama dengan tim penyusunan dan penulisan Naskah Sejarah Perjuangan Tengku Buang Asmara yang terdiri dari Masyarakat Sejarawan Indonesia Tingkat Pusat/Provinsi Riau, Akademisi/Budayawan Riau, Tokoh Masyarakat Riau, Penulis dan Arkeolog untuk menyusun Naskah Sejarah Perjuangan Sultan dalam menumpas Belanda.
"Saya berharap kepada tim agar dapat berkerja semaksimal mungkin, guna menjadikan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah atau dikenal dengan nama Tengku Buang Asmara menjadi Pahlawan Nasional," ucapnya.
Namun kembali penilaian Darmawi yang menurutnya, jika setelah diusulkan menjadi pahlawan nasional tentu akan mengangkat marwah dan nama daerah Kabupaten Siak sendiri, maupun Provinsi Riau dan Nasional serta bertambahnya Putra terbaik Bangsa Melayu Riau yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional Republik Indonesia.
"Jadi tim penyusunan naskah harus bisa bekerja keras, mengingat pentingnya nilai perjuangan Tengku Buang Asmara yang memiliki semangat patriotisme dan nasionalisme, maka perlu dilakukan penulisan naskah sejarah perjuangannya guna membentuk dan membangun karakter generasi penerus," sebutnya.
Makam Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzzafar Syah (Raja Siak ke -2) Makam ini terletak di Kampung Melayu Sungai Mempura yang merupakan pusat kerajaan Siak pada masa Sultan Abdul Djalil Muzaffarsyah yang memerintah pada tahun 1746 sampai 1765 M. Saat mangkat beliau dimakam kan di Mempura dan diberi gelar Marhum Mempura. Tengku Buwang Asmara merupakan anak dari raja pertama Kerajaan Siak yaitu Raja Kecik. Kesultanan Siak dan pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah juga merubah sebuah nama Sungai Jantan menjadi Sungai Siak. Kemudian pada pemerintahan Sultan Abdul Jalil Muzaffar Syah, mulai melakukan perlawanan kepada pihak kolonial Belanda, perlawanan ini sebagai reaksi perlawanan Kesultanan Siak Sri Indrapura terhadap kolonialisme.
Tengku Buang Asmara, lanjut cerita Darmawi, sangat konsisten menentang kehadiran Belanda di wilayah kekuasaannya tanpa kenal menyerah hingga mangkat pada tahun 1760. Semangat patriotik dan cinta tanah air tersirat dalam wasiatnya sebelum wafat. Ia berpesan kepada anaknya Tengku Ismail dan Kemenekannya Tengku Muhammad Ali, agar tidak bekerjasama dengan penjajah dan tidak berpecah belah melakukan perang saudara.
"Sejak muda hingga ditabalkan sebagai Sultan, ia telah berjuang di perairan Riau dan Selat Malaka untuk mempertahankan kedaulatan Kerajaan Siak," ungkapnya.
Sebelumnya, sejak 4 Desember 2019, sudah dilakukan rapat tim penyusunan dan penulisan Naskah Sejarah Perjuangan Tengku Buang Asmara Melawan Kolonialisme Belanda (1746 M -1760 M) untuk mengkaji Lembar Kerja/Paper yang telah disusun anggota tim. Kemudian pada Jumat, 6 Desember 2019 dilajutkan dengan diskusi dan sosialisasi dalam persiapan untuk mengusulkan menjadi pahlawan nasional. (*)
Tags : sultan dua siak tengku buang asmara, makam pejuang tengku buang asmara dipenuhi wisatawan, sepak terjang dan jejak tengku buang asmara melawan belanda, tengku buang asmara diusulkan jadi pahlawan nasional,