"Jemaah Haji di tanah suci banyak yang mengeluh, pemerintah diminta evaluasi layanan haji termasuk terlambatnya distribusi menu makanan"
emaah haji reguler asal Indonesia mengeluhkan jatah makanan yang berulang kali terlambat didistribusikan, menu makanan yang “seadanya”, serta sempat terlantar selama tujuh jam tanpa makan dan minum akibat keterlambatan bis penjemputan.
Keluhan para jemaah haji itu muncul ketika mereka melakukan ritual puncak haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armina).
Pemerintah pun diminta mengevaluasi operator penyedia konsumsi, akomodasi, dan transportasi bagi jemaah haji asal Indonesia.
Sebelumnya, Anggota Komisi VIII DPR Dr. Achmad yang tergabung dalam Timwas Haji DPR menerima keluhan belum maksimalnya pelayanan kepada lansia.
Dia menyinggung tema Haji 2023 Ramah Lansia dan berkeadilan yang belum terwujud.
"Masih banyak kendala dihadapi Jemaah Haji asal Riau."
"Petugas-petugas haji yang ada ini tidak menguasai Mekkah dan Madinah, tidak bisa berbahasa Arab. Mereka itu sebagian besar tidak bisa menjalankan tugas dengan baik," sebut Wakil Rakyat asal daerah pemilihan Riau I itu.
Seorang jemaah haji asal Batam, Dhea Arizona, 34 tahun, menceritakan bagaimana menu makanan yang disajikan untuk para jemaah haji selama Armina ‘sangat seadanya’ dan beberapa kali terlambat didistribusikan.
Padahal sebelum berangkat, Dhea mengatakan para jemaah haji dijanjikan makanan dengan cita rasa Indonesia. Mulai dari rendang, opor ayam, mangut lele, dan lain-lain. Tetapi makanan yang dia terima tidak sesuai harapannya.
“Menu seadanya. Pernah lauknya daging itu entah digoreng atau direbus saja, nggak berbumbu, makannya nggak nafsu. Banyak yang akhirnya nggak menghabiskan makanannya. Saya juga merasa makanannya kurang layak dikonsumsi,” kata Dhea, Jumat (30/6).
“Saya juga sempat foto yang lauknya ayam, dagingnya keras sampai susah dimakan. Gigi saya sampai sakit,” sambungnya.
Jatah sarapan pagi, kata Dhea, berulang kali baru diberikan pukul 09:00 pagi, kemudian makan siang pada pukul 15, dan makan malam pada pukul 21:00.
Pada Kamis (29/6) malam atau 10 Dzulhijjah menurut kalender Islam, Dhea bahkan mengaku tidak mendapatkan makan malam sama sekali.
Padahal menurut informasi yang disampaikan oleh Kementerian Agama, hari ini semestinya bukan hari tanpa katering. Artinya, jemaah haji seharusnya tetap mendapatkan makanan.
Jemaah dengan layanan haji reguler
“Malam itu kami cuma dikasih buah dan air. Harusnya ada makanan, tapi herannya nggak ada. Untungnya ada orang Arab yang sedekah, kami akhirnya dapat makanan dari situ,” kata dia.
Sebagai seorang penderita sakit maag, Dhea pun harus mengakali situasi itu.
“Jadi saya harus beli cemilan. Untungnya di depan ada pasar, kalau enggak kuat tinggal jalan, beli makanan sendiri. Tapi harusnya itu kan tanggung jawab penyelenggara. Bagaimana dengan ibu-ibu dan lansia yang banyak banget?” tuturnya.
Jemaah haji lainnya, Mohammad Afifi Romadhoni, 31, mengatakan bahwa selama di Armina, rombongannya pernah satu kali terlambat menerima makanan ketika baru tiba di Arafah dari Mekkah pada 26 Juni.
“Waktu itu makan siang baru datang jam 5 sore,” katanya.
“Alhamdulillah waktu itu kami masing-masing masih bawa snack dari hotel sebelumnya, jadi masih bisa ganjal perut,” sambung Afif.
Berbeda dengan Dhea, Afif mengaku tak memiliki masalah dengan menu-menu yang disajikan.
“Menurutku konsumsi di sini masih lumayan oke, mereka juga selalu kasih buah setiap hari. Kami juga diberi susu dan snack tambahan,” tutur Afif.
Persoalan ini juga ramai diperbincangkan di media sosial. Beberapa pengguna Twitter membagikan foto-foto makanan yang mereka dapatkan.
Salah satunya diunggah oleh akun @adyul93.
Unggahan itu menuai reaksi warganet yang menganggap makanan tersebut memprihatinkan, bahkan ada yang membandingkannya dengan makanan untuk kucing peliharaan, anak kos, prajurit militer, hingga makanan di penjara.
Soal keterlambatan distribusi, Kementerian Agama menyatakan telah melayangkan “protes keras” terhadap mashariq soal masalah makanan jemaah haji yang tidak terdistribusi dengan baik.
Mashariq, yang merupakan singkatan dari Motawif Pilgrims for Southeast Asian Countries Co, merupakan perusahaan penyedia layanan konsumsi, akomodasi dan transportasi bagi jemaah asal Asia Tenggara.
Mashariq bekerja sama dengan pemerintah Arab Saudi dan pemerintah negara asal jemaah haji. Mashariq kemudian akan menunjuk subkontraktor untuk menjadi operator penyedia layanan, termasuk layanan catering.
“Mashariq tentu tahu kalau Indonesia adalah jemaah haji terbesar. Mestinya ada skema mitigasi yang lebih komprehensif dan cepat,” kata Hilman dikutip melalui siaran pers Kementerian Agama.
Terlantar tujuh jam, ‘banyak yang dehidrasi dan hampir pingsan’
Selain persoalan makanan, Dhea, yang termasuk rombongan 9 dari kloter 24 mengaku sempat “terlunta-lunta” saat hendak pergi dari Arafah ke Musdalifah dan sebaliknya.
“Kami sudah siap sejak Magrib, kami tungguin, tapi baru jam 1 dini hari naik bus, jadi sampai di Musdalifah jam 2 dini hari,” kata Dhea.
Makanan rombongan haji Indonesia, Juni 2023.
Di Musdalifah, para jemaah haji memungut batu kerikil untuk lempar jumrah di Mina. Menurut Dhea, kegiatan itu tidak memakan waktu lama.
“Selesai sekitar jam 3 pagi. Busnya ada, antrean panjang banget, dan kami baru naik jam 10 pagi. Dan itu parahnya, kami satu rombongan ada yang nyaris pingsan karena dehidrasi,” kata Dhea.
Apalagi, lokasi mereka menunggu adalah ruang terbuka tanpa tenda tempat berteduh. Begitu matahari terbit, banyak jemaah kepanasan dan kelelahan. Apalagi di tengah suhu di atas 40 derajat Celcius.
“Selama menunggu tidak ada makanan dan minuman. Kami sudah bawa bekal minum masing-masing satu sampai dua botol, itu enggak kuat juga.”
“Kami sudah pakai payung, topi, tapi karena berdiri panas-panasan, ada beberapa jemaah yang enggak kuat. Saya juga lihat di kloter-kloter lain, banyak yang pingsan, udah dehidrasi semua yang bapak-bapak dan ibu-ibu,” kata dia.
Masalah lain yang kerap dihadapi oleh jemaah haji Armina adalah toilet mampet dan air mati.
Pemerintah diminta evaluasi
Anggota Komisi VIII DPR Dr. Achmad yang tergabung dalam Timwas Haji DPR menerima keluhan belum maksimalnya pelayanan kepada lansia.
Dia menyinggung tema Haji 2023 Ramah Lansia dan berkeadilan yang belum terwujud.
"Petugas-petugas haji yang ada ini tidak menguasai Mekkah dan Madinah, tidak bisa berbahasa Arab. Mereka itu sebagian besar tidak bisa menjalankan tugas dengan baik," sebut Wakil Rakyat asal daerah pemilihan Riau I ini.
Achmad saat mengungnjungi langsung sejumlah pemondokan jemaah haji di Makkah. Salah satu titik yang dikunjungi Achmad yaitu pemondokan jemaah haji asal Rokan Hulu (Rohul) di Hotel Emaar Al Diyafa, Syisah, Makkah, pada Minggu (25/6/2023).
Di titik ini terdapat 374 jemaah, dengan catatan dua jemaah di antaranya dalam kondisi sakit. Dalam kunjungannya, Achmad juga menyerahkan bantuan makanan dan minuman.
Achmad meminta Menteri Agama mengevaluasi pelaksanaan haji terkait dengan keluhan-keluhan yang dia terima. Dia juga meminta Menteri Agama betul-betul membuat persiapan maksimal untuk pelaksanaan puncak haji.
Selain itu jemaah mengeluh soal makanan yang dihentikan distribusinya oleh pemerintah dua hari jelang wukuf, dengan alasan masalah transportasi.
"Sejak kemarin mereka tidak dapat lagi katering. Sebelumnya mereka tidak mendapat informasi, sehingga mereka kewalahan mencari makanan," katanya.
Politikus Demokrat ini juga sampat berbincang dengan jemaah yang membeli makanan secara mandiri di hotel 402. Jemaah itu membeli makanan seharga 12 riyal atau setara Rp 48 ribu. Menu makanan yang didapat jemaah itu, yaitu nasi, ikan, ayam, sayur, sambal, buah dan air minum.
Selain masalah makan, ada juga keluhan soal waktu check out dari Madinah yang dipercepat sehingga ibadah arbain jemaah tak lengkap. Dampak lain yakni sejumlah barang jemaah tertinggal sebab terburu-buru berangkat ke Makkah. Hingga kini barang tersebut tak kunjung diantar ke jemaah.
Belum lagi jarak antara hotel dan Masjidil Haram jauh. Sehingga menyulitkan jemaah lansia.
Komnas Haji dan Umrah ikut menanggapi
Ketua Komnas Haji dan Umrah, Mustolih Siradj, mengatakan persoalan keterlambatan distribusi makanan dan terlantarnya jemaah haji di Musdalifah harus menjadi catatan penting bagi penyelenggaraan haji tahun ini untuk “dievaluasi besar-besaran” oleh pemerintah.
Perihal pelayanan yang tak sesuai harapan, Mustolih mengatakan Kementerian Agama tidak bisa berbuat banyak selain melayangkan protes terhadap Mashariq.
“Ketika ada laporan makanan belum sampai atau ada kamar mandi yang airnya mampet, Kemenag enggak bisa eksekusi langsung karena bukan penyedia layanan. Yang bisa dilakukan hanya menegur Mashariq, tapi enggak bisa menyediakan atau pegang dapur,” jelas Mustolih.
Mashariq telah berperan menyediakan layanan bagi jemaah haji Indonesia empat tahun terakhir. Tetapi penyelenggaraan layanan pada 2021-2022 dia sebut “tidak bisa menjadi acuan” karena kuota jemaah haji yang dibatasi karena pandemi.
Dia menduga, situasi ini mungkin terjadi karena penyelenggaraan haji tahun ini untuk pertama kalinya kembali diselenggarakan dengan kuota penuh sejak pandemi Covid. Sebanyak 221.000 jemaah asal Indonesia berangkat haji pada tahun ini.
“Mushariq ini harus dievaluasi. Saya sudah mendorong Kemenag dan Ketua Komisi VIII DPR bahwa ini memang harus dievaluasi. Khususnya untuk situasi di Muzdalifah, sangat serius,” kata Mustolih.
Terkait pilihan menu makanan, Mustolih mengatakan keluhan para jemaah haji adalah “perkara selera masing-masing”.
Namun berkaca dari apa yang disajikan pada penyelenggaraan haji tahun ini, dia juga menyoroti kebijakan DPR RI dan pemerintah yang sempat menetapkan bahwa jatah konsumsi untuk jemaah haji hanya dua kali sehari dari sebelumnya tiga kali sehari, sebagai imbas dari efisiensi biaya.
Hal itu dilakukan demi menurunkan biaya haji yang awalnya diusulkan untuk dibayarkan oleh jemaah haji sebesar Rp69,2 juta.
Pada akhirnya, pemerintah memutuskan setiap jemaah hanya perlu membayar Rp49,8 juta dari total biaya penyelenggaraan sebesar Rp90,2 juta. Sisanya ditanggung oleh penggunaan nilai manfaat pengelolaan dana haji.
“Turunnya Bipih tersebut adalah sebagian besar dikarenakan turunnya komponen-komponen atau fasilitas-fasilitas yang tadinya kita berikan kepada calon jemaah haji," kata Anggota Komisi VIII DPR RI John Kenedy Azis, pada 15 Februari 2023.
"Seperti makan yang biasanya tiga kali sehari sekarang kita berikan dua kali sehari. Living cost yang biasanya kita berikan 1.500 real sekarang kita berikan 750 real," sambungnya.
Tetapi dengan anggaran yang sama, jemaah haji Indonesia nyatanya tetap mendapatkan tiga kali jatah makan per hari, kecuali pada hari-hari tertentu yang telah diinformasikan sejak sebelum berangkat.
Meskipun belum disimpulkan apakah efisiensi biaya ini menjadi salah satu simpul masalah soal makanan, Mustolih menilai DPR RI pun “menyadari bahwa kebijakan yang mereka hasilkan ini juga perlu dievaluasi”.
“Ini jadi pengalaman supaya tidak terjadi lagi atas nama efisiensi, makanannya jadi hanya dua kali. Berat. Ini jemaah beribadah, harus ada asupan yang cukup,” kata dia. (*)
Tags : jemaah haji, jemaah haji di tanah suci, banyak kendala jemaah haji, legislatif akui jemaah haji hadapi kendala, pemerintah diminta evaluasi layanan haji, jemaah haji mengeluh, arab saudi, indonesia, haji indonesia, agama, sorotan,