ORANG - orang suku Batak sesungguhnya terus bertahan hidup demi masa depan lebih baik namun juga kelihatan ikut terimbas di tengah pandemi yang tak kunjung usai.
Hilangnya lapangan pekerjaan menjadi salah satu dampak yang dirasakan selama pandemi Covid-19. Satu persatu karyawan dirumahkan sehingga berujung pada naiknya angka pengangguran. Banyak warga yang tak kuat akan tekanan hidup di ibu kota dan memilih untuk pulang kampung.
Namun suku batak yang dikenal sebagai perantau abadi, terlahir untuk meninggalkan tanah kelahirannya dan mencari jalan hidup di daerah lain, maka tak heran, hampir di setiap persimpangan jalan antar provinsi, menghiasi berbagai kabupaten hingga kecamatan di Indonesia, di desa-desa kecil, hingga perkampungan terpencil yang dulunya dihuni penduduk asli kini suku Batak ada dimana-mana.
Banyak pendapat, cerita, atau entah spekulasi apapun terhadap orang-orang Batak di negeri rantau. Namun apapun itu, darah adalah naluri yang mewajibkan setiap Batak tetap berbangga, kata Ir Mangasa Panjaitan MSi, Sekretaris Umum Punguan Raja Panjaitan Dohot Boru [PRPB] Riau ini.
"Berkaca dari nasehat pentingnya bersyukur terhadap apapun yang kita miliki, saya pun sempat berpikir untuk mencari apa yang dapat dibanggakan dari menjadi seorang Batak, sehingga akhirnya saya bisa benar-benar bersyukur atasnya," katanya.
"Saya menyadari betapa mengagumkannya keluarga besar ini. Betapa mengagumkannya kekerabatan di Batak."
Pola kekerabatan yang selalu dipegang oleh suku Batak membuat mereka selalu merasa satu dan terikat. Siapapun dan di manapun orangnya, orang batak selalu beranggapan Batak lainnya sebagai keluarganya sendiri, ungkap Mangasa.
Menurutnya, masyarakat Batak tidak pernah segan merantau.
"Negeri sejauh apapun, tidaklah masalah jika Batak dipastikan ada di sana."
"Perantau-perantau Batak terdahulu percaya, keluarga batak di tanah rantau pasti membantu."
Namun jangan pungkiri kalau batak dikenal sebagai suku yang mempunyai suara merdu. Orang-orang Batak dikenal bukan hanya sekedar mahir menyanyi, tetapi juga memahami tekniknya dan not-not dalam tangga lagu.
Kredibilitas Batak dalam bernyanyi ini dibuktikan dengan banyaknya penyanyi ataupun ahli musik yang berasal dari daerah Sumatra Utara. Batak juga cenderung dipercaya dalam event menyanyi atau kompetisi-kompetisi tarik suara dan sejenisnya.
Dunia tarik suara akrab dengan suku Batak sejak lama. "Sejak kecil saja, anak-anak Batak sudah dibiasakan menyanyi, sebagaimana budaya baik yang dibiasakan pada anak sejak dini. Tak heran kemampuan bernyanyi seakan ciri khas suku asli Batak," sebutnya.
Batak memang keras tetapi bukan kasar. Logat suku batak memang berbeda dengan suku lainnya. "Orang batak yang telah terbiasa dengan logat ini akan sulit untuk melepaskannya."
Apalagi mereka yang sejak lahir ada di lingkungan asli Batak atau di lingkungan luar namun dengan mayoritas teman-teman dengan logat Batak yang kental. Banyak masyarakat suku lain yang memberi spekulasi salah mengenai realita ini. "Logat yang terdengar keras dinilai sebagai penggambaran bahwa suku Batak berkepribadian kasar."
"Padahal berbicara keras bukan berarti kasar. Logat asli suku Batak memang keras. Namun bukan berarti menyimbolkan kekasaran," ungkapnya.
Logat Batak juga menyimbolkan kekokohan kepribadian, atau juga ketangguhan dalam bekerja. Keras yang tercermin dalam diri batak justru keras dalam artian kuat.
"Saya pernah melakukan dialog dengan seorang Dekan (mantan dekan) di salah satu fakultas kampus saya.Tetapi banyak orang berpendapat salah dengan orang-orang yang berbicara dengan volume tinggi."
"Semua Suku Batak berbicara keras, tapi selalu ada orang Batak yang lembut hatinya. Jadi kalau saya bersuara keras, apakah artinya saya juga kasar?’’
Perubahan adalah dinamika kehidupan yang tidak bisa dihindari dan Batak mengakui hal ini. Batak dinamis. Tampak dari keterbukaan mereka untuk menerima dan mengadopsi perkembangan baru dari dunia, budaya-budaya baru, teknologi dan informatika terbaru, maupun asumsi-asumsi yang baru ditemukan namun diupayakan dengan tanpa meninggalkan kesukuan aslinya.
Mangasa berpendapat, mayoritas orang Batak juga lugas dan berinisiatif tinggi. "Mereka akan cepat menguasai hal-hal baru tersebut jika menurut mereka hal itu baik dan sesuai dengan kepribadian maupun kebutuhan hidupnya."
Saat menghadapi perubahan dari segi lingkungan atau suasana baru pun, orang Batak yang ‘the real Batak’ dikenal cepat menyesuaikan diri. Sifat lugas dan apa adanya dari pribadi-pribadi batak yang membuat mereka cepat masuk dalam semua lingkup dan lingkungan baru tersebut.
Batak tangguh dan menyukai tantangan, memanjat tebing, mendaki gunung, dan aksi-aksi yang memicu adrenalin lainnya adalah suatu tantangan bagi Suku Batak.
"Banyak orang Batak yang berkecimpung dalam perkumpulan atau organisasi yang berhubungan langsung dengan berbagai aksi-aksi penuh tantangan."
"Orang-orang suku Batak memang menyukai tantangan. Mereka menganggap ketinggian, aksi sulit, tebing, gelombang besar air, dan sebagainya sebagai tantangan, bukan ketakutan," katanya.
Ini mungkin karena orang-orang terdahulu atau para nenek moyang hidupnya sangat keras dan sulit. Jadi tak heran Batak yang belum terkikis asimiliasi biasanya diwarisi ketangguhan. Ketangguhan yang akhirnya memupuk menjadi pribadi yang diandalkan, kata Mangasa.
Bagi orang Batak, teman adalah relasi dan sahabat adalah saudara, meski tanpa hubungan darah.
"Kata saudara adalah kata istimewa dan sakral dalam kekerabatan Batak. Jika saudara satu darah saja selalu diutamakan dalam kekerabatan Batak, tentu sahabat juga mendapatkan perlakuan sama."
Batak dikenal berani. Orang Batak berani untuk memulainya lebih dulu. Orang Batak yang menjadi pemimpin biasanya juga adalah pemimpin yang disegani. Bahkan tak jarang menjadi motor dari pergerakan. Tetapi kata menyerah tidak identik dengan suku batak. "Batak dikenal mau bekerja keras dan mencoba segala cara untuk mendapat hasil maksimal."
Batak pemegang adat dan tradisi
Mangasa melihat sejarahnya orang Batak cenderung idealis jika bicara mengenai adat.
"Mereka akan memilih adat ataupun tradisi yang sejak lama mereka pahami jika bertemu sesuatu yang bertentangan dengan hal itu."
Menurutnya, kebiasaan memegang tradisi juga tampak dari upacara-upacara yang dilakukan suku Batak. Walau sudah sangat maju dan menerima banyak budaya dan perubahan, suku Batak tetap menerapkan upacara sesuai tradisi yang telah diturunkan oleh leluhurnya.
Logat Batak yang terdengar keras, di sisi lain menunjukkan kesportifan. Batak identik dengan kalimat-kalimat yang bisa dipegang kebenarannya.
"Kalau berkata 'ya' jika memang ya dan 'tidak' jika memang tidak. Batak tidak pandai berbasa-basi juga tidak suka memanipulasi suatu kebenaran atau keadaan."
"Sportivitas inilah yang membuat suku Batak, khususnya pemuda Batak, diperhitungkan dalam setiap organisasi dan kesinambungan organisasi. Pemuda Batak biasanya lugas untuk menyatakan suatu keadaan atau kebenaran. Argumentasi mereka didengar dan diperhitungkan," diyakinkan Mangasa.
Dalam menghadapi kesalahan pun, orang Batak adalah tipikal yang sportif mengakui kesalahannya. Sifat ini membuat orang Batak mudah diterima oleh kelompok lainnya. "Saya bangga dengan keterusterangan Suku Batak. Batak punya etos yang baik di balik logatnya yang mungkin tidak enak didengar. Keterusterangan suku saya ini patut diancungi jempol," kata dia.
Suku batak tidak pandai bermulut manis, namun hal ini berdampak baik. Menurutnya, Batak cenderung mengungkapkan semua kebenaran atau isi hatinya tanpa memperindah makna aslinya. "Pribadi yang ‘blak-blakan’ mengandung makna dan karakter apa adanya."
"Sifat ‘blak-blakan’ suku batak membuat sukses jika terjun di dunia hukum, khususnya pengacara. Spekulasi logis dan apa adanya membuat mereka selalu dipercaya meng-handle suatu perkara. Orang-orang Batak adalah suku yang banyak dipercaya klien menyelesaikan perkara mereka," cerita Mangasa.
Namun demikian, kata Mangasa lagi, dalam lingkungan Batak, pendidikan adalah prestasi. Bahkan sebagian menganggap mereka yang paling kaya adalah mereka yag berpendidikan paling tinggi.
"Tak heran jika orang-orang Batak sangat mengutamakan pendidikan. Pulang ke tanah kelahiran tanpa ‘gelar’ adalah hal yang tabu."
Gelar sangat penting, hal ini dianggap dapat mengangkat nilai dan martabat keluarga. Selain itu, suku Batak percaya, wanita yang menikah dengan laki-laki yang telah berpendidikan tinggi akan membina kualitas hidup yang lebih baik. Selain itu, anak dalam budaya Batak adalah harta yang paling besar. "Itulah mengapa orang Batak identik menyekolahkan anak setinggi-tingginya, bahkan walaupun rumah mereka masih gubuk."
Orang Batak mampu ditempatkan di mana saja saat penempatan kerja. Batak juga umumnya loyal dalam setiap tanggung jawab pekerjaan yang dibebankan padanya. Orang Batak menganggap semua pekerjaan, sekecil apapun itu, sebagai tanggung jawab. Kenyataan ini tidak lepas dari karakter Batak yang pekerja keras.
Kedinamisan orang Batak juga tampak dari sifat mereka yang menghargai budaya lain. "Walau orang Batak, sangat mencintai Bahasa Batak, namun banyak orang Batak yang fasih menggunakan bahasa suku lain. Ini sebagai bentuk menghargai terhadap bahasa budaya lain," ungkap Mangasa.
Batak tidak pernah menutup diri, walaupun nilai kedaerahan mereka sangat kuat. Hal ini senada dengan pepatah; di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.
Batak = Melayu
Dalam sebuah Seminar Budaya Melayu, saya mendapati satu kenyataan yang baru saya tahu, padahal telah terjadi sekian lama. Di sana dijelaskan bahwa Indonesia, dari ujung Sumatera hingga Jawa, bahkan beberapa daerah di kepulauan lainnya, pada dasarnya adalah juga Melayu. Intinya, sebagai bagian dari Provinsi di Sumatera, Batak juga adalah Melayu.
"Batak istimewa dan patut dibanggakan, Batak adalah saya. Saya adalah Batak. Karena saya wajib bangga atas diri saya, maka saya wajib bangga pada Batak."
Suku Batak memang wajib dibanggakan, hidup ditengah keberagaman, hidup mencintai budaya dan bangsa Indonesia dan hidup Bhineka Tunggal Ika di Negara Kesatuan Republik Indonesia [NKRI] ini. (*)
Tags : Masyarakat Adat Batak, Bertahan dari Pandemi, Seni Budaya, , Covid-19 Belum Hilang,