Headline News Daerah   2021/10/09 17:53 WIB

Warga Sakai Bagaikan Hadapi 'Tanaman Pencabut Nyawa', yang Juga 'Mengundang Ricuh'

 Warga Sakai Bagaikan Hadapi 'Tanaman Pencabut Nyawa', yang Juga 'Mengundang Ricuh'

PEKANBARU - Aksi damai masyarakat suku Sakai mencuat yang masih mempersoalkan tentang hasil tanaman kehidupan distrik Duri melibatkan perusahaan PT Arara Abadi [PT AA].

Pemicunya, gara-gara pernyataan Humas PT AA di salah satu media online tentang penyerahan fee bagi hasil tanaman kehidupan yang turut serta membuat tokoh Kawasan Bathin 8 dan 5 juga ikut menyesalkan.

"Kami sangat sayangkan pernyataan atau keterangan pihak PT Arara Abadi melalui Humasnya bernama Sutrisno, mengenai fee bagi hasi tanaman kehidupan tersebut," kata Syafrin, Pangliman Debalang (Pelimo Debalag) Sakai Provinsi Riau pada keterangan pers nya, Jumat (8/10) kemarin.

Menurut Syafrin, fee bagi hasil tanaman kehidupan tidak cuma anak perusahaan Sinarmas akui tanah ulayat, "kesimpulan dari keterangan yang saya kutip adalah pemberian fee bagi hasil tanaman kehidupan bentuk kerja sama perusahaan dengan desa," kata Syafrin.

Mesti diketahui dan dipahami, di wilayah satu desa masyarakatnya beragam suku. Namanya masyarakat beragam suku di satu desa, khawatir bakal menuntut bagiannya.

"Saya khawatir, pernyataan yang disampaikan pihak PT Arara Abadi lewat Humasnya, Sutrisno yang sempat memicu konflik antar suku dan konflik lainnya disini disebabkan fee bagi hasil tanaman kehidupan itu," sebutnya.

PT Arara Abadi memberikan fee bagi hasil tanaman kehidupan lantaran adanya tuntutan masyarakat sakai agar tanah ulayat bekas perladangan, belukar dan bekas tempat perburuan leluhur sakai dikembalikan kepada masyarakat sakai. Terus, pihak perusahaan dinilai merayu sejumlah oknum sakai agar mau menerima uang fee bagi hasil, sebagai pemicu mulai terpecah belah masyarakat sakai.

"Saya masih ingat saat pertemuan kami dengan pihak PT Arara Abadi pada 18 Mei 2018 lalu, di Surya Hotel Duri Kecamatan Mandau, yang dihadiri Kementerian LHK Jakarta Pusat," sebutnya lagi.

"Saya juga sudah pertanyakan kepada pihak perusahaan atas dasar apa pemberian fee bagi hasil tanaman kehidupan kepada salah satu oknum sakai," kata Syafrin.

Pihak PT Arara Abadi justru menjelaskan, berdasarkan surat pengecekan areal lahan tahun 2001 silam oleh perusahaan dan para perwakilan suku sakai di lahan seluas 7,158,26 hektar terdapat belukar hutan alam, tebangan dan lain-lain. Bahkan didalam areal tersebut ada perkuburan tetua sakai sebanyak 37 kuburan. Cukup jelas, pemberian fee bagi hasil berdasarkan hak atas tanah ulayat masyarakat suku Sakai, kata Syafrin.

"Kita minta pihak perusahaan lewat Humasnya Sutrisno meralat pernyataan yang ditulis di salah satu media online tersebut. Apalagi fee bagi hasil tanaman kehidupan tersebut telah memicu kisruh. Kami minta PT Arara Abadi angkat kaki dari tanah peninggalan kakek-nenek kami dan tanah peninggalan leluhur kami," pinta Syafrin.

Bila itu tidak diindahkan, pihaknya [Panglima Debalang] sakai bakal gelar aksi damai ke kantor PT Arara Abadi, "Insya Allah melibatkan seluruh suku sakai yang berada di Bathin 8 dan 5, tapi masih menungu langkah-langkah prosedural lebih dulu," tegas Syafrin. (*)

Tags : tanaman kehidupan, bagi hasil tanaman kehidupan picu aksi, masyarakat sakai, News Daerah,