MEDIA & PAKAR Asing ramai-ramai menyoroti pemilihan umum [Pemilu] 2024, jika salah memilih Presiden bisa menghancurkan demokrasi Indonesia.
Pakar dari Council on Foreign Relations (CFR) memprediksi nasib demokrasi di Indonesia apabila calon presiden (capres) nomor urut 02 Prabowo Subianto menjadi presiden RI.
Dalam artikel CFR yang rilis pada Senin 12 Februari 2024, Joshua Kurlantzick menuliskan pendapatnya mengenai demokrasi di Indonesia di bawah pemerintahan Prabowo.
Menurut Kurlantzick, jika Prabowo menjadi presiden, ia bisa menghancurkan demokrasi Indonesia dan memimpin negara berpopulasi lebih dari 270 juta orang ini secara otoriter.
"Dia bisa menghancurkan demokrasi Indonesia dan memerintah seperti populis otoriter Jawa sebagai presiden," tulis Kurlantzick.
Kurlantzick memandang demikian karena mengingat Prabowo yang memiliki hubungan dekat dengan angkatan bersenjata dan pernah menampilkan dirinya sebagai "pemimpin dari masa lalu otokratis dan dinasti Indonesia."
Tentu itu semua sebelum Prabowo dikenal luas sebagai kakek gemoy belakangan ini. Dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024, Prabowo mengubah citranya menjadi seorang pemimpin yang lembut dan lucu.
Lebih lanjut, Kurlantzick juga memprediksi demikian karena beragam kritik dan tuduhan yang membayangi sang Menteri Pertahanan RI. Prabowo dituding terlibat dalam penculikan aktivis pada 1998 silam.
Mantan menantu Presiden kedua RI, Soeharto, itu juga dipercaya menjadi dalang dalam pembantaian di Timor Leste pada 1983.
"Dalam sebuah wawancara dengan Radio Australia, mantan Duta Besar AS untuk Indonesia Robert Gelbard menggambarkan Prabowo sebagai 'seseorang yang mungkin merupakan pelanggar hak asasi manusia terbesar di zaman kontemporer di kalangan militer Indonesia'," tulis Kurlantzick.
Lebih lanjut, Kurlantzick turut mengingat kampanye Prabowo dalam pemilu sebelumnya saat dia mencitrakan diri sebagai seorang populis dan memfitnah kelompok minoritas.
Kurlantzick juga mengingat kembali Prabowo yang pernah berusaha menghilangkan pemilihan kepala daerah (pilkada) langsung di Indonesia.
Pada 2014, Prabowo pernah mendorong rancangan undang-undang (RUU) Pilkada yang menyerahkan pemilihan kepala daerah kembali ke tangan DPRD.
Langkah ini kemudian digagalkan presiden yang masih menjabat saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono, imbas kritik masyarakat.
Berdasarkan hasil penghitungan suara yang dihimpun Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga Jumat (16/2) pukul 13.30 WIB, Prabowo Subianto unggul di posisi teratas dengan 56,97 persen suara.
Di urutan kedua, menyusul capres nomor urut 01 Anies Baswedan dengan perolehan 25,02 persen suara. Sementara itu, capres nomor urut 03 Ganjar Pranowo duduk di posisi terakhir dengan 18,01 persen suara.
Sementara media asing menyoroti Calon Presiden (capres) nomor urut 1, Anies Baswedan terkait responnya dalam menanggapi quick count yang dilakukan berbagai lembaga survei.
Sebelumnya, sejumlah lembaga survei menempatkan Anies di posisi kedua dengan rentang persentase suara di angka 24% hingga 25%.
Ia tertinggal jauh dari kandidat nomor urut 2, Prabowo Subianto, yang berhasil memenangkan quick count dengan mengamankan 57% hingga 58% suara, membuatnya berpotensi menang satu putaran.
Atas kondisi ini, Anies pun melontarkan reaksinya. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu melihat adanya potensi kecurangan yang dilakukan dalam pentas demokrasi ini.
"Masih terlalu dini untuk menyimpulkan apa pun... jadi kita harus menunggu," kata Anies dalam wawancara berbahasa Inggris, dikutip Sabtu (17/2/2024).
"Banyak laporan masuk sejak beberapa minggu lalu mengenai kemungkinan penyimpangan, jadi kita harus menunggu," tambahnya.
Media asal Qatar, Al Jazeera, juga melaporkan respon Anies yang meminta agar penghitungan suara di KPU tetap dikawal terus.
Menurutnya, perjuangan belum berakhir.
"Kami akan menunggu sampai ada hasil resmi, dan kami akan menghormatinya," ujarnya.
Di sisi lain, Channel News Asia (CNA) asal Singapura menyoroti reaksi dari salah satu tim kampanye Anies, Tom Lembong.
Mengulangi apa yang disampaikan Anies, Tom meminta agar para pendukungnya tidak begitu saja mempercayai hasil quick count.
"Kita harus berani dan sabar, serta tidak terlalu cepat mengambil kesimpulan," tambah Tom.
Hingga Sabtu, 17 Februari 2024, pukul 06.00 WIB, penghitungan suara resmi masih terus berlangsung di KPU. Sejauh ini, pasangan Prabowo-Gibran unggul dengan perolehan suara 57,43%.
Pasangan Anies-Muhaimin berada di posisi kedua dengan perolehan suara 24,70%. Di belakang Anies dan Prabowo ada pasangan Ganjar-Mahfud MD dengan perolehan 17,87%. (*)
Tags : media asing, pemilu, pilpres, lembaga survei, anies basawedan, quick count, real count kpu, media dan pakar asing sorot Pemilu 2024,