Internasional   2023/07/19 18:5 WIB

Mengapa Gelombang Panas 'Menakutkan', 'yang Disebut PBB Telah Memasuki Normal Baru'

Mengapa Gelombang Panas 'Menakutkan', 'yang Disebut PBB Telah Memasuki Normal Baru'
Seorang turis membawa payung untuk menahan sengatan sinar matahari di Roma, Italia, 17 Juli 2023.

INTERNASIONAL - Suhu ekstrem yang melanda dunia pada pekan ini merupakan situasi normal baru di dunia yang dihangatkan oleh perubahan iklim, kata badan cuaca PBB.

Suhu mencapai lebih dari 50C di beberapa bagian AS dan China pada hari Minggu.

Organisasi Meteorologi Dunia memperingatkan gelombang panas di Eropa dapat berlanjut hingga Agustus.

Jutaan orang di seluruh dunia sudah diperingatkan ancaman bahaya gelombang panas bagi kehidupan.

Waktu malam di Eropa dan AS diperkirakan tidak akan memberikan bantuan yang meluas karena suhu tetap di atas 30C di beberapa tempat, termasuk Arizona atau Spanyol selatan.

Berikut kenaikan suhu panas ekstrem di beberapa wilayah dunia:

  • Di kawasan Death Valley di California mencapai 53,9C pada hari Minggu. Suhu terpanas yang pernah tercatat di Bumi adalah 56,7C.
  • China untuk sementara memecahkan rekor suhu tertinggi sepanjang masa pada hari Minggu ketika mencapai 52,2C di wilayah Xinjiang barat, menurut Kantor Meteorologi Inggris.
  • Suhu di Spanyol selatan pada hari Senin memuncak pada 46C. Suhu panas diperkirakan akan meningkat di Italia, dan suhu 46C diperkirakan terjadi di Sardinia. Wilayah Eropa Timur juga diprediksi akan semakin panas.

Para ilmuwan mengatakan perubahan iklim membuat gelombang panas lebih lama, lebih intens, dan lebih sering.

"Cuaca ekstrem - kejadian yang semakin kerap terjadi dalam iklim bumi yang makin hangat - berdampak besar pada kesehatan manusia, ekosistem, ekonomi, pertanian, energi, dan persediaan air," kata Sekretaris Jenderal Organisasi Meterologi Dunia, Prof. Petteri Taalas.

"Kita harus meningkatkan upaya untuk membantu masyarakat beradaptasi dengan apa yang sayangnya menjadi 'normal baru'," tambahnya.

Hal ini menggarisbawahi mendesaknya upaya pemotongan emisi gas rumah kaca secepat dan sedalam mungkin, sarannya.
'Kita tidak berada dalam iklim yang stabil'

Ilmuwan Inggris, Dr. Frederieke Otto, dari Imperial College London, mengatakan kepada BBC bahwa "apa yang kita lihat saat ini persis seperti yang kita harapkan di dunia di mana kita masih menggunakan bahan bakar fosil".

Manusia "100% di belakang" tren kenaikan suhu global, jelasnya.

Dunia telah menghangat 1,1C sejak Revolusi Industri ketika manusia mulai membakar bahan bakar fosil seperti batu bara, minyak dan gas yang melepaskan karbon dioksida ke atmosfer.

Dr. Otto mengatakan kita tidak tahu seperti apa normal baru itu karena "kita tidak berada dalam iklim yang stabil".

"Kami hanya akan mengetahui seperti apa iklim baru setelah dunia berhenti membakar bahan bakar fosil dan beralih ke energi hijau," tandasnya.

Badan Energi Internasional telah mengatakan bahwa tidak akan ada proyek minyak, gas, atau batu bara baru jika pemerintah serius menangani perubahan iklim.

Para ilmuwan mengatakan bahwa Eropa khususnya memanas lebih cepat daripada prediksi banyak model iklim.

Menggunakan analisa komputer, pemodelan iklim itu dapat membandingkan dunia yang terkena dampak perubahan iklim dengan dunia tanpa dampak pemanasan global.

"Ada perasaan bahwa ini di luar kendali. Kami memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mengetahui dengan tepat apa yang terjadi," jelas Prof. Cloke.

Sejumlah negara tetap tidak siap menghadapi kenyataan panas yang berlebihan, jelas Julie Arrighi, Direktur Pusat Iklim Red Cross Red Crescent.

"Jika kita tidak siap menghadapi panasnya hari ini, kita pasti tidak siap menghadapi panas esok hari. Risikonya semakin meningkat," katanya.

Di Yunani, 1.200 anak dievakuasi dari kamp liburan saat kebakaran hutan terjadi. Api melalap rumah-rumah di pulau La Palma di Spanyol selama akhir pekan.

Di Phoenix, suhu Arizona di atas 43C bertahan selama 18 hari. Kota ini telah membagikan air dan handuk pendingin, serta membuka pusat istirahat untuk membantu warga dalam mengatasi paparan suhu panas.

"Gelombang panas ini menakutkan... Kami tahu ini akan sangat mematikan," kata Prof. Hannah Cloke dari University of Reading, Inggris, seperti dirilis BBC.

Dia mengatakan lebih dari 61.000 orang diperkirakan meninggal akibat panas di Eropa tahun lalu, dan tahun ini jumlahnya akan sama. (*)

Tags : Perubahan iklim, Eropa, PBB, Lingkungan,