JAKARTA - Nama mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, masuk dalam bursa bakal cawapres untuk mendampingi bakal capres Anies Baswedan.
Susi disebut oleh politisi PKS sebagai ‘sosok pendobrak’ dan bisa menjadi ‘energi perubahan’.
Nama Susi mengemuka lantaran Anies Baswedan disebut perlu mencari wakil yang tidak bisa diposisikan semata-mata sebagai ‘ban serep’, tapi mampu memberikan kontribusi elektoral di tengah elektabilitasnya yang masih di bawah pesaingnya dalam pertarungan Pilpres 2024, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
Direktur Eksekutif Indostrategic, Ahmad Khoirul Umam, menambahkan calon yang tepat salah satunya harus memiliki corak politik nasionalis karena Anies telah terstreotipe sebagai representasi dari kekuatan politik Islam.
Terkait dengan itu Susi menegaskan bahwa dirinya belum mau berpolitik.
“Tidak terpikirkan di kepala saya tentang cawapres,” paparnya seperti dirilis BBC News Indonesia, Rabu (02/08).
Sebelum Susi, muncul nama-nama yang berasal dari luar Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) – Partai NasDem, PKS, dan Partai Demokrat - untuk menjadi bakal cawapres Anies, mulai dari Mahfud MD, Khofifah Indar Parawansa, Andika Perkasa hingga Yenny Wahid, sementara dari internal koalisi muncul nama AHY dan Ahmad Heryawan (Aher).
Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, mengaku bahwa Susi Pudjiastuti masuk dalam bursa calon pendamping Anies Baswedan di pemilihan presiden 2024 mendatang.
Mardani mengatakan, Susi memiliki karakter pendobrak yang diperlukan di tengah kondisi Indonesia yang dia sebut sedang tidak baik-baik saja.
“Basis sosiologis dan geografis penting. Tapi Ibu Susi kuat di basis spirit perubahan. Kondisi Indonesia yang berjalan tapi tidak ada rasa, cocok dengan karakter militan dan pendobrak Ibu Susi,” kata Mardani.
“Strong poinnya, dia adalah sosok, karakter perubahan dan cueknya Ibu Susi yang bisa memberi rasa pada #2024GerakanPerubahan… Peluang [menjadi pendamping Anies] selalu ada, apalagi jika publik meyambut,” kata Mardani.
Selain Susi, Mardani juga sempat menyebut nama AHY, Sohibul Imam, Aher, Khofifah, Yenny Wahid sebagai bakal cawapres Anies.
Dukungan terhadap Susi juga muncul dari partai koalisi lain. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasdem Hermawi Taslim menyebut, Susi memenuhi kriteria sebagai bacawapres mantan Menteri Pendidikan itu.
Di sisi lain, Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Demokrat Andi Arief menegaskan partainya tak mempersoalkan munculnya nama Susi disebut punya kans sebagai cawapres Anies.
"Jadi itulah yang membuat kami merespons positif saja, silakan siapa saja, Bu Susi dan tokoh-tokoh lain untuk dinominasikan untuk menjadi capres dari Pak Anies. Tapi yang jelas bahwa kami bersiap jika panggilan sejarah itu datang kepada Partai Demokrat, kepada Ketum Mas AHY. Begitu juga sebaliknya kalau tidak terjadi," katanya.
Kunjungan Anies ke rumah Susi
Sosok Susi tetap menjadi daya tarik bagi para bakal capres walau dia sudah menjauhi kursi pemerintahan sejak tak lagi menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan beberapa tahun lalu.
Dalam waktu sepekan, dua calon petarung di Pilpres 2024 yaitu Anies Baswedan dan Prabowo Subianto bertemu Susi di Pangandaran, pada 25 Juli dan 17 Juli lalu.
Sementara calon lain yang diusung PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, belum terlihat akan mengunjungi pemilik Susi Air itu.
Setidaknya ada tujuh unggahan di Instagram Anies yang memuat pertemuan mereka berdua, mulai dari mengunjungi kediaman Susi hingga bertemu dengan nelayan Pangandaran.
Apa kata Susi Pudjiastuti?
Usai pertemuan itu, nama Susi kemudian digadang-gadang menjadi bakal cawapres yang tepat untuk mendampingi Anies.
Saat dikonfirmasi, Susi mengaku tidak terpikirkan tentang calon wakil presiden.
“Pak Prabowo, Pak Zulhas dan Pak Anies semua kawan baik di luar politik. Saya sampai hari ini belum berpolitik… Tidak terpikirkan di kepala saya tentang cawapres,” kata Susi melalui pesan tertulisnya.
“Kunjungan-kunjungan beliau waktunya berdekatan… Jadi membuat banyak asumsi-asumsi di masyarakat. Semua bergosip, hoax-hoax ditebarkan baik yang suka maupun tidak suka,” tambah Susi.
Di balik itu, Susi juga menyoroti mengenai sistem ambang batas pencalonan presiden, “Sistem politik di kita dengan threshold dan beragam kepentingan elit sangat tidak memungkinkan untk siapapun yang tidak diinginkan mereka… partai dan elite,” tambah Susi.
Seberapa besar peluang Susi mendampingi Anies?
Direktur Eksekutif Parameter Politik Adi Prayitno mengatakan, kemunculan nama Susi menunjukkan bahwa hingga kini Anies belum menemukan sosok bakal cawapres yang tepat untuk menjadi pendampingnya untuk bertarung di pemilu 2024.
Lalu, seberapa besar peluang Susi mendampingi Anies?
Adi mengatakan jika dilihat dari sisi kapasitas, kompetensi dan latar belakang, Susi cukup memadai.
“Tapi kalau bicara angka statistik, Susi tidak jauh lebih baik dari AHY baik dari segi popularitas dan elektabilitas. Susi tidak muncul secara signifikan, jauh kalah dari AHY yang sudah di atas rata-rata.”
“Jadi kalau Anies tidak terlampau ingin AHY jadi pendampingnya, tentu jawabannya bukan Susi karena dia masih jauh di bawah AHY,” kata Adi.
Berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia Juni lalu, elektabilitas atau tingkat keterpilihan Susi sebesar 1%, jauh di bawah AHY (11,6%).
Kemudian, menurut Lembaga Survei Indonesia, nilai Susi adalah 0,9%, tetap masih jauh di bawah AHY yang memiliki skor 19,5%. Begitu juga dalam survei Indonesia Political Opinion di mana elektabilitas Susi sebesar 1,7%, di bawah AHY sebesar 10,9%.
Faktor lain kata pengamat politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin yang membuat Susi sulit mendampingi Anies adalah potensi hilangnya dukungan Demokrat.
“Ada tidak partai politik pendukung Susi di Koalisi Perubahan? Kalau Susi mau jadi cawapres tentu dia harus berkompromi dan melobi tiga partai itu. Tapi yang jelas kemungkinan besar jika Susi dijadikan cawapres, Demokrat akan lari, tidak mau mereka,” kata Ujang.
Di balik kemunculan beberapa nama-nama tersebut, Direktur Eksekutif Indostrategic, Ahmad Khoirul Umam, menegaskan bahwa, Anies Baswedan perlu mencari pendamping yang tidak bisa diposisikan semata-mata sebagai ‘ban serep’.
Menurutnya, bakal cawapres itu harus mampu memberikan kontribusi elektoral di tengah elektabilitas Anies yang menurut beberapa survei masih di bawah pesaingnya, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto.
“Elektabilitas Anies sendiri tidak sekuat capres yang lain. Artinya dia tidak bisa menyandarkan pada elektabilitasnya sendiri. Tapi harus betul-betul mendapat dukungan back up dari cawapres.”
“Sehingga cawapres Anies tidak bisa semata-mata diposisikan seperti ban serep, tapi betul-betul harus tampil kompetitif memberikan dukungan dan kontribusi electoral yang memadai,” kata Khoirul.
Hasil survei Saiful Munjani Research & Consultant (SMRC) menunjukkan suara dukungan untuk Anies sempat mencapai 28,1% pada Desember 2022, seimbang dengan Prabowo.
Tapi begitu memasuki 2023, suara Anies terus tergerus hingga menjadi 19,7% pada awal Mei lalu.
Hasil survei Indikator Politik juga menunjukkan suara Anies sempat mencapai 28,4% pada Oktober 2022, di bawah Ganjar dan di atas Prabowo.
Namun pada Mei 2023, elektabilitas Anies merosot menjadi 21,8%. Sedangkan Prabowo melesat hingga 34,8%, sedikit melampaui Ganjar yang mendapatkan 34,4%.
Selain kekuatan elektabilitas, kriteria lain yang harus dimiliki bacawapres, kata Khairul adalah seseorang yang merepresentasikan corak politik nasionalis di Indonesia, “karena Anies sudah terstreotipe representasi dari kelompok Islam, kekuatan politik Islam.”
Adi Prayitno dari Parameter Politik menambahkan, “Wakil Anies itu harus kuat di Jawa Timur dan Jawa Tengah karena Anies lemah di dua provinsi ini. Kedua, yang bisa mengonsolidasi kekuatan politik NU. Anies sangat lemah di NU.”
Berdasarkan data KPU, tiga daftar pemilih tetap (DPT) di Indonesia berada di Provinsi Jawa Barat sebesar 35.714.901 pemilih, Provinsi Jawa Tengah 28.289.413 pemilih, dan Provinsi Jawa Timur 31.402.838 pemilih. (*)
Tags : mantan menteri kelautan dan perikanan susi pudjiastuti, susi pudjiastuti masuk bursa bakal cawapres anies baswedan, pilpres 2024, pemilu 2024,