Internasional   2021/02/10 18:31 WIB

Negara Tanzania Klaim "Bebas dari Covid-19" dan Menolak Vaksin 

Negara Tanzania Klaim "Bebas dari Covid-19" dan Menolak Vaksin 
Presiden Magufuli dikutip mengatakan bahwa vaksin virus corona 'mungkin adalah bagian dari persekongkolan asing untuk menyebar penyakit dan menggarong kekayaan Afrika'.

INTERNASIONAL - Selama berbulan-bulan, pemerintah Tanzania mengeklaim bahwa "mereka telah bebas dari Covid-19" dan karenanya tak berencana menjalankan program vaksinasi.

Yang menjadi kekhawatiran adalah, di tengah klaim ini dan penolakan bahwa tidak ada wabah, banyak warga yang terkena dan meninggal dunia. Seperti yang terjadi dengan Peter, bukan nama sebenarnya. Suatu hari ia pulang kerja dan batuk-batuk. Ia juga kehilangan indera perasa. Kondisi ini berlangsung selama sekitar satu pekan. Ia lantas dibawa ke rumah sakit dan meninggal dunia beberapa jam kemudian.

Tidak mungkin untuk mengetahui seberapa banyak tingkat penularan Covid-19 di negara itu dan hanya sedikit orang yang secara resmi diizinkan untuk membicarakan virus corona. Pernyataan para pejabat baru-baru ini menunjukkan kenyataan yang berbeda di lapangan, sehingga sejumlah orang seperti istri Peter, berkabung dengan diam-diam karena kematian anggota keluarga yang dicurigai tertular virus corona.

Sejumlah keluarga di Tanzania mengalami hal serupa namun memilih untuk diam karena takut dibalas oleh pemerintah. Pemerintah Inggris melarang semua orang dari Tanzania, sementara Amerika Serikat memperingatkan warganya ke negara itu karena virus corona. Dalam situasi ini, Presiden Tanzania, John Magufuli, mengatakan "jika warga percaya Tuhan, maka vaksin Covid-19 tak diperlukan". Ia juga menyarankan warga untuk "memanfaatkan pengobatan alternatif seperti menghirup uap" untuk menangkal virus.

Dalam satu kesempatan, Magufuli dikutip mengatakan bahwa vaksin virus corona "mungkin adalah bagian dari persekongkolan asing untuk menyebar penyakit dan menggarong kekayaan Afrika". Ia juga mengatakan, "Kami di Tanzania selama satu tahun bebas corona. Bahkan di sini, tak ada satu pun orang mengenakan masker. Tuhan kami lebih berkuasa dari setan dan setan selalu gagal menggunakan bermacam penyakit."

Presiden Magufuli mengecilkan pandemi dan sudah mendesak Kementerian Kesehatan untuk tak terburu-buru membeli vaksin. "Beberapa dari vaksin-vaksin ini tidak baik bagi kita. Saya sungguh-sungguh meminta Kementerian Kesehatan untuk ekstra hati-hati dengan vaksin yang diimpor ke negara kita". "Tak semua vaksin punya niat baik ke negara kita ... sangat penting bagi Tanzania untuk berhati-hati dengan vaksin ini," kata Presiden Magufuli dirisli BBC News.

Sejak Juni 2020 Magufuli menyatakan bahwa "Tanzania telah bebas dari Covid-19". Bersama sejumlah pejabat pemerintah ia secara terbuka mengolok-olok perlunya masker dalam membantu menekan penyebaran virus. Ia meragukan perlunya pengetesan virus dan mengejek beberapa negara tetangga yang memberlakukan pembatasan dalam mengatasi pandemi. Belum begitu jelas mengapa Presiden Magufuli skeptis dengan vaksin. Namun belum lama ini ia mengatakan bahwa "tak semestinya rakyat Tanzania dimanfaatkan sebagai kelinci percobaan". "Jika memang orang-orang kulit putih memang mampu mengembangkan vaksin, mestinya sekarang mereka sudah bisa membuat vaksin AIDS, kanker, dan TB," kata Presiden Magufuli.

Sikap Presiden Magufuli yang anti terhadap vaksin Covid-19 dikecam oleh para pejabat WHO. Organisasi PBB ini mendesak Tanzania untuk menggunakan sains sebagai pijakan untuk mengatasi pandemi Covid-19, setelah presiden negara tersebut mengeklaim bahwa vaksin virus corona "berbahaya dan tak diperlukan". Direktur WHO untuk Afrika, Matshidiso Moeti, mendesak Tanzania segera menerapkan protokol kesehatan berbasis sains. Melalui Twitter, Moeti mengatakan, "[Saya] mendesak Tanzania menggencarkan protokol kesehatan seperti [memakai] masker untuk memerangi Covid-19". "Sains membuktikan bahwa vaksin efektif dan saya mendorong pemerintah [Tanzania] menyiapkan program vaksinasi," kata Moeti. Ia menambahkan WHO akan selalu siap membantu pemerintah dan rakyat Tanzania.

Seruan Moeti mendapat dukungan direktur jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, yang mengatakan bahwa dirinya satu suara dengan Moeti mendorong Tanzania menggencarkan pelaksanakan protokol kesehatan dan menyiapkan vaksinasi. Ia juga mendesak Tanzania untuk berbagi data Covid-19 di negara tersebut. Tanzania tidak lagi mengeluarkan pembaruan data Covid-19 sejak akhir April 2020. Terakhir kali, data resmi mereka memperlihatkan ada 509 kasus positif, dengan angka kematian 21 orang.

Di dalam negeri, banyak yang khawatir dengan sikap yang diambil para pejabat pemerintah. Seorang dokter kepada BBC mengatakan dirinya tak setuju dengan komentar pejabat yang mengatakan "sayur mayur efektif melawan Covid-19". "Itu komentar yang keliru," katanya. Ia juga mengatakan masih banyak warga yang abai dengan protokol kesehatan. Sementara itu, para pemerintah gereja, untuk pertama kalinya mengeluarkan seruan yang tidak senada dengan pandangan pemerintah. Mereka mendesak warga untuk patuh dengan protokol kesehatan dalam upaya menekan pandemi. "Covid belum selesai, Covid masih ada di sini. Jangan abai, kita perlu melindungi diri kita sendiri, cuci tangan dengan sabun. Juga, kami meminta warga untuk kembali mengenakan masker," kata Uskup Dar es Salaam, Yuda Thadei Ruwaichi. (*)

Tags : Negara Tanzania, Klaim Bebas dari Covid-19, Menolak Vaksin ,