Sorotan   2021/01/25 14:59 WIB

Ngobrol Lebih Cepat Tularkan Covid-19, kata WHO

Ngobrol Lebih Cepat Tularkan Covid-19, kata WHO

"Di masa pandemi ini, saling berbicara dengan orang lain dalam suatu ruangan lebih memungkinkan terjadinya penyebaran COVID-19 lebih cepat bila dibandingkan saat batuk, apalagi jika ruangan tersebut tidak memiliki sirkulasi udara yang baik"

ara peneliti menemukan bahwa dalam kondisi ini, virus COVID-19 dapat menyebar hanya dalam hitungan detik. Penemuan menunjukkan bahwa jaga jarak saja tidak cukup untuk mencegah penularan COVID-19, penggunaan masker dan ventilasi udara yang memadai juga sangat penting untuk mengurangi penyebaran COVID-19. Dikutip dari Live Science, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) secara resmi menyatakan bahwa SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan COVID-19, dapat menyebar melalui transmisi udara. Kondisi di mana partikel tetesan kecil tertinggal di udara, khususnya di ruangan tertutup dengan ventilasi yang buruk, seperti yang dilansir dari detik.

Dalam studi baru yang diterbitkan Selasa (19/01/2021) di jurnal Proceedings of the Royal Society A, para peneliti menggunakan sebuah model untuk memeriksa bagaimana COVID-19 menyebar di dalam ruangan. Model ini tergantung pada ukuran ruangan, jumlah orang di dalamnya, seberapa baik ventilasi ruangan tersebut, dan apakah orang-orang di dalamnya mengenakan masker.

Studi tersebut menemukan bahwa ketika dua orang berada di ruang yang berventilasi buruk dan tidak memakai masker, kemudian saling berbicara dalam waktu lama lebih mungkin menyebarkan virus daripada batuk. Ketika kita berbicara, kita menghasilkan tetesan kecil yang dapat menggantung di udara, lalu menyebar, dan menumpuk di area yang tidak memiliki ventilasi yang memadai.

Di sisi lain, batuk menghasilkan tetesan lebih besar yang dengan cepat jatuh ke lantai dan mengendap di permukaan. Para peneliti menemukan bahwa setelah batuk, jumlah partikel yang tertinggal di udara akan turun dengan cepat setelah 1 sampai 7 menit. Sebaliknya, setelah berbicara selama 30 detik, jumlah partikel yang tertinggal di udara baru turun setelah 30 menit. Itu artinya, partikel virus yang mampu menyebabkan infeksi COVID-19 akan bertahan di udara lebih lama dan memungkinkan terjadinya penyebaran Corona. "Ventilasi sangat penting dalam meminimalkan risiko infeksi di dalam ruangan," ungkap penulis dari University of Cambridge dan Imperial College London, Inggris. 

Virus bertahan di udara

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi mengakui virus Corona COVID-19 bertahan di udara pada kondisi ruangan tertutup dan dipadati banyak orang. Kondisi ini bisa menjadi rute penularan virus Corona melalui udara atau airborne. Dikutip dari New York Times, dalam pedoman baru WHO terkait rute penularan virus Corona pada Kamis (9/7/2020), WHO menilai penularan virus Corona lewat udara atau airborne langka terjadi dan mungkin tidak signifikan. Tetapi semakin banyak bukti ilmiah yang menunjukkan rute penularan Corona lewat udara atau airborne membuat kemungkinan rute penularan tersebut memiliki peran penting dalam menyebarkan virus Corona COVID-19. "Beberapa kasus penularan yang terjadi dalam kerumunan di ruangan tertutup (indoor) menunjukkan kemungkinan penularan aerosol, dikombinasikan dengan penularan droplet, sebagai contoh, dalam paduan suara, di restoran, dan kelas kebugaran," tulisan WHO dalam laporannya, dikutip dari CNN.

Pedoman yang diperbarui WHO terkait rute penularan virus Corona muncul usai WHO didesak lebih dari 200 ilmuwan. WHO didesak untuk meninjau kembali penelitian terkait penularan virus Corona lewat udara atau airborne dan merevisi pedoman. Dalam dokumen pedoman yang diperbarui, WHO juga menyatakan langsung bahwa virus dapat disebarkan oleh orang-orang yang tidak memiliki gejala. "Orang yang terinfeksi dapat menularkan virus baik ketika mereka memiliki gejala maupun ketika mereka tidak memiliki gejala," kata WHO dalam laman resminya.

Transmisi asimtomatik sebelumnya dikatakan WHO mungkin terjadi, tetapi 'sangat jarang'. "Sangat menyegarkan melihat bahwa WHO sekarang mengakui transmisi melalui udara dapat terjadi, meskipun jelas bahwa bukti harus menghapus bar yang lebih tinggi untuk rute ini dibandingkan dengan yang lain," kata Linsey Marr, seorang ahli aerosol di Virginia Tech mengatakan dalam sebuah email.

Aerosol adalah percikan pernapasan yang sangat kecil sehingga dapat bertahan di udara. Dalam deskripsi terbaru tentang bagaimana virus ini menyebar, WHO mengatakan penularan virus Corona lewat udara mungkin menggambarkan wabah COVID-19 yang terjadi di beberapa ruangan tertutup, seperti restoran, klub malam, tempat ibadah, atau tempat kerja di mana banyak orang berteriak, berbicara, atau bernyanyi.

WHO telah menyatakan bahwa penyebaran melalui udara hanya menjadi perhatian ketika petugas kesehatan terlibat dalam prosedur medis tertentu yang menghasilkan aerosol. Namun, semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa di ruang tertutup yang padat, virus dapat tetap bertahan di udara selama berjam-jam dan menginfeksi orang lain, dan bahkan dapat menggambarkan apa yang terjadi pada peristiwa 'super-spreader'.

Meski begitu, WHO masih menekankan rute penularan terbanyak terjadi lewat droplet atau percikan yang keluar saat batuk atau bersin dari seseorang yang terinfeksi, dan melalui kontak dengan permukaan yang terkontaminasi, juga disebut fomite. "Menghindari tempat ramai, kontak dekat, dan ruang tertutup dengan ventilasi yang buruk, rumah dan kantor harus memastikan ventilasi yang baik," kata WHO.

Beberapa ahli mengkritik WHO karena lambat mengakui kemungkinan penyebaran melalui udara. "Bahkan dalam panduan baru, jelas bahwa anggota komite menafsirkan bukti secara berbeda," kata Dr TrishGreenhalgh, seorang profesor perawatan kesehatan primer di Universitas Oxford. (*)

Tags : virus corona, who, covid-19, coronavirus udara,