"Orang yang tak taat protokol kesehatan makin banyak, karena tak paham, khususnya bagi masyarakat menengah bawah"
erubahan cara sosialisasi protokol Covid-19 tak efektif bagi masyarakat menengah bawah. Namun pakar epidemiologi yang mengadakan riset tentang tingkat kepatuhan masyarakat terhadap protokol Covid-19 mengatakan pemicu terus naiknya kasus positif di Indonesia adalah sosialisasi yang lebih bersifat satu arah atau diseminasi informasi.
Presiden Joko Widodo - dalam pembukaan rapat terbatas yang membahas penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional - di Jakarta pada Senin 3 Agustus 2020 lalu mengatakan bahwa "orang yang tidak taat pada protokol kesehatan tidak semakin sedikit tapi semakin banyak". "Kalau (sosialisasi) barengan mungkin yang menengah atas bisa ditangkep dengan cepat, tapi yang di bawah ini menurut saya memerlukan (sosialisasi) satu per satu," tambah Jokowi
Di tengah kondisi terus meningkatnya kasus positif yang sampai Senin (03/08) mencapai lebih dari 113.000, Jokowi meminta agar sosialisasi lebih digencarkan termasuk dengan melibatkan peran ibu-ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dari rumah ke rumah. Epidemiolog dari Universitas Padjajaran, Deni Kurniadi Sunjaya - yang melakukan riset terkait sosialisasi, mengatakan penyebab terus bertambahnya kasus Covid-19 di Indonesia disebabkan pemerintah tidak memiliki program nyata dalam melaksanakan sosialisasi yang terencana, terukur, dan dapat dievaluasi. "Upaya pemerintah bukan sosialisasi tapi lebih ke diseminasi informasi, akibatnya sulit menciptakan kesadaran perilaku di masing-masing individu untuk menerapkan protokol kesehatan," kata Deni dirilis BBC News Indonesia.
Ia pun menyebut salah besar jika beranggapan bahwa masyarakat menengah bawah cenderung tidak mematuhi protokol kesehatan. Perilaku tidak taat terhadap protokol kesehatan, menurutnya, tidak mengenal tingkat lapisan kelompok sosial dan ekonomi masyarakat. Walaupun sebenarnya, berdasarkan survei yang dilakukan Deni dan tim Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Padjajaran, menunjukkan mayoritas masyarakat Indonesia cenderung memiliki sikap patuh untuk mengikuti protokol kesehatan berupa penggunaan masker, jaga jarak, dan cuci tangan jika sosialisasikan dilakukan dengan tepat.
Seorang pedagang tisu bernama Nur Hanah saat ditemui sedang tidak menggunakan masker dan tidak mematuhi aturan jaga jarak saat menjajakan dagangannya. Saat ditanya mengapa tidak menggunakan masker, Hanah menjawab: "(Masker) sudah dipakai, dicuci, nda (belum) kering jadi nda (belum) dipakai," kata Hanah kepada wartawan di Sulawesi Selatan, Darul Amri.
Hanah yang hanya memiliki satu masker pun mengatakan tidak pernah mendapatkan sosialisasi protokol kesehatan dan juga masker dari pemerintah. Dia mengatakan "tidak takut corona, karena kalau mau nakena (terkena) ya nakena maki (terkena saja)". Jika mendapatkan sosialisasi dan bantuan dari pemerintah, ia akan patuh untuk menjalankan protokol kesehatan.
Senada, penjaga warung kopi di Makassar bernama Nur Ainun Putri, 22 tahun, mengatakan tidak menggunakan masker saat bekerja. Ia mengungkapkan tidak terbiasa untuk menggunakan masker dalam waktu yang lama. "Kalau pakai masker saya rasa capek, bikin iritasi kulit dan berjerawat kalau dipakai sehari-hari, sesak napas juga kalau lama dipakai," katanya.
Apakah pernah mendapatkan sosialisasi tentang pentingnya protokol kesehatan? Putri menggelengkan kepala. Ia mengungkapkan akan mematuhi protokol kesehatan seandainya pihak otoritas memberikan jawaban atas permasalahan yang dihadapi dan mendapatkan sosialisasi langsung. Berdasarkan data Minggu (02/08), jumlah kasus positif terkonfirmasi di Kota Makassar mencapai 1.769 orang. Adapun berdasarkan peta zonasi resiko nasional Covid-19, Makassar adalah satu dari 53 kabupaten/kota yang masuk dalam zona merah.
Epidemiolog dari Universitas Padjajaran, Deni Kurniadi Sunjaya, menyebut penyebab terus meningkatnya penyebaran virus corona bukan karena masyarakat menengah ke bawah yang tidak patuh, melainkan akibat dari kesalahan tafsir dan bentuk pelaksanaan sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah. "Yang dilakukan bukan sosialisasi tapi diseminasi informasi. Pemerintah mengatakan mari pakai masker, apapun kegiatan harus pakai masker, masker dapat melindungi anda, respek orang lain dengan pakai masker, jaga jarak, dan cuci tangan. Itu adalah diseminasi informasi," kata Deni.
Cara komunikasi satu arah yang dilakukan pemerintah dengan hanya memberikan informasi tersebut, tambah Deni, menyebabkan masih banyak masyarakat yang tidak memahami dampak virus corona sehingga menyepelekan protokol kesehatan. "Saat PSBB dibuka, saya salat di tempat terbuka, lalu seseorang berdiri di sebelah kiri saya tanpa jarak. Saat saya sampaikan jaga jarak malah marah-marah. Ini karena kesalahan dalam sosialisasi, yang berdampak masyarakat berpikir tidak perlu laksanakan protokol kesehatan padahal kondisi ini mungkin akan sampai satu hingga tiga tahun mendatang sebelum ada vaksin. Salah besar jika dikatakan menengah bawah [yang tidak patuh], karena hampir seluruh kalangan yang mengabaikan protokol kesehatan. Kalangan atas tidak pakai masker saat ketemu teman, rekan kerja dan keluarga jauh, masih banyak," tambah Deni.
Sedangkan sosialisasi, menurut Deni, adalah satu program yang terdiri dari kumpulan kegiatan, seperti diseminasi informasi, kampanye, dengan tujuan menciptakan kesadaran dan perilaku masyarakat dari ancaman Covid-19. Dengan dibuatnya satu program sosialisasi, kata Deni, maka akan terlihat mekanisme yang jelas, dukungan sumber daya maksimal, dan adanya alat ukur evaluasi program. "Contoh program itu Kemenkes jadi koordinatornya lalu diturunkan ke kementerian, seperti Kementerian Dalam Negeri yang menurunkan ke bupati/walikota, lalu camat, lurah, RT dan RW. bagaimana melakukan sosialisasi, dengan cara apa. Itu akan efektif. Lalu diberik sanksi dan penghargaan yang tegas," katanya.
Menurut Deni, berdasarkan riset yang dilakukan Prodi Magister IKM FK Universitas Padjajaran, sebanyak 60-70% masyarakat patuh melaksanakan protokol kesehatan. "Namun bagi mereka yang tidak patuh itu karena tidak tepatnya sosialisasi dalam menimbulkan kesadaran dalam berperilaku," kata Deni.
Presiden Joko Widodo menyadari peran penting sosialisasi protokol kesehatan dalam mencegah penyebaran virus corona. "Kita tahu sampai kemarin sudah ada 111 ribu lebih kasus dengan case fatality rate 4,7% dan angka kematian di Indonesia ini lebih tinggi 0,8% dari kematian global. Ini saya kira yang menjadi PR besar kita bersama. Selain itu juga case recovery rate di negara kita, data terakhir adalah 61,9 (%). Ini saya kira juga bagus, terus meningkat angkanya," jelasnya.
Oleh sebab itu, Jokowi kembali meminta agar penerapan protokol kesehatan terus disosialisasikan kepada masyarakat secara masif. Secara khusus, Jokowi ingin agar sosialisasi tersebut dilakukan secara terfokus dan tidak dilakukan secara sekaligus. "Kalau (sosialisasi) barengan mungkin yang menengah atas bisa ditangkep dengan cepat, tapi yang di bawah ini menurut saya memerlukan (sosialisasi) satu per satu," kata Jokowi saat rapat terbatas 'Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional ' di Istana Merdeka.
"Saya ingin agar yang namanya protokol kesehatan, perubahan perilaku di masyarakat betul-betul menjadi perhatian kita. Saya ingin fokus saja, seperti yang saya sampaikan yang lalu, mungkin dalam dua minggu ini kita fokus kampanye mengenai pakai masker. Nanti dua minggu berikut kampanye jaga jarak atau cuci tangan misalnya," ungkapnya.
Presiden juga meminta agar peran ibu-ibu Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dilibatkan. Menurutnya, jika ibu-ibu PKK siap, maka mereka bisa menjadi cara yang efektif untuk menyosialisasikan protokol kesehatan dari rumah ke rumah. "Saya kira PKK ini juga sangat efektif untuk door to door urusan masker. Urusan perubahan perilaku betul-betul harus kita lakukan dengan komunikasi di TV, di medsos, dan lain-lain secara masif dalam dua minggu ini dengan cara-cara yang berbeda," imbuhnya.
Ketua PKK Kota Makassar, Rossy Timur Wahyuningsih, mengatakan, dia bersama ketua PKK Provinsi Sulawesi Selatan dan PKK Kecamatan se-Kota Makassar sudah melakukan sosialisasi protokol kesehatan. "Kalau tidak salah itu sekitar dua minggu yang lalu ya, saya dengan ibu gubernur sudah turun ke jalan sosialisasi penggunaan masker, rajin cuci tangan dan jaga jarak. Hal itu secara bersamaan juga dilakukan dari PKK kecamatan," kata Rossy Timur melalui sambungan telepon.
Sosialisasi itu menurut istri penjabat (Pj) Walikota Makassar, Rudy Djamaluddin sudah dilakukan sampai pada tingkat kelurahan, RT dan RW. Bahkan, selama sosialisasi berlangsung, PKK juga membagi-bagikan masker secara cuma-cuma ke masyarakat. "Di PKK itu ada kelompok dasawisma, nah kelompok inilah yang turun langsung untuk sosialisasi termaksud di tiap kegiatan PKK, entah itu kegiatan posyandu dan lainnya. Insya Allah kegiatan yang dilakukan pada tingkat dasawisma itu bisa dilakukan door to door," jelas Rossy Timur.
Sebelumnya, Kepala Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo meminta penyampaian sosialisasi bahaya Covid-19 tidak hanya dengan bahasa Indonesia, tetapi juga dengan bahasa lokal agar pesan tersampaikan. Selain itu, sosialisasi juga turut melibatkan tokoh adat dan tokoh masyarakat di tingkat desa. Berdasarkan data hingga Senin (03/08), terjadi penambahan 1.679 kasus sehingga total menjadi 113.134 kasus konfirmasi di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk korban meninggal bertambah 66 kasus menjadi 5.302 kasus, dan kasus sembuh bertambah 1.262 menjadi 70.237 orang dinyatakan sembuh. (*)
Tags : Covid-19, Protokol Kesehatan, Orang yang Tak Taat Prokes Makin Banyak, Tak Taat Prokes Karena Tak Paham,