Riau   2021/04/06 21:48 WIB

Pabrik Sawit 'Langgar' Permentan, Jumlahnya Terus Berlebih

Pabrik Sawit 'Langgar' Permentan, Jumlahnya Terus Berlebih

Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Provinsi Riau jumlahnya makin hari terus bertambah, malah sebagian besar tidak punya kebun sawit sebagaimana diatur pada Permentan Nomor 98 Tahun 2013 yang terus diabaikan.

RIAUPAGI.COM, PEKANBARU - Hasil pembahasan Panitia Khusus (Pansus) Bidang Perizinan Perkebunan, Pertambangan, Kehutanan dan lain-lain di DPRD Riau memperkirakan dari 230 unit Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang ada di Provinsi Riau sebagian besar tidak punya kebun sawit sebagai pasokan bahan baku, artinya PKS membeli dari luar kebun.

“Di Riau terdata 230 PKS, sebagian besar tidak punya kebun. Padahal sudah ada aturan PKS harus bisa pasok sendiri kebutuhannya sekitar 20%," kata Hardianto, Wakil Ketua DPRD Riau yang mengungkapkan hasil monitoring Pansus DPRD Riau pada media belum lama ini.

Menurutnya, dampak yang terjadi PKS dalam mencari pasokan bahan baku tentu membeli dari luar. Jika dibiarkan bisa terjadi pembukaan lahan di kawasan yang dilarang seperti kawasan hutan dan sebagainya. “Dampaknya kalau terjadi pembukaan lahan tentu akan ada pembakaran. Dengan pembakaran timbul asap, bencana ke mana-mana. Jadi PKS ini harus ditindak tegas kalau perlu di tutup yang tidak memenuhi aturan,” sebutnya.

Diharapkan, PKS Beli bahan baku pada penjual yang betul-betul mengikut aturan. “Kita mau disiplin saja PKS ini sudah bisa menghilangkan masalah,” katanya.

Hardianto mengakui Pansus sudah merekomendasikan penutupan terhadap 86 pabrik kelapa sawit (PKS) di provinsi Riau karena dinilai menyalahi aturan, yakni tidak memiliki kebun sendiri.

"Di Riau ada 236 PKS, 86 diantaranya tidak punya kebun. Padahal minimal dalam peraturan Menteri Pertanian harus memasok 20 persen dari kebun sendiri. 86 PKS itu mendapat sawit dari masyarakat yang entah dari mana tidak jelas," katanya. 

Dewan menilai PKS tak memiliki kebun dalam beroperasi tidak mengecek terlebih dahulu darimana asal buahnya, "sehingga bisa saja berasal dari hutan lindung," sebutnya.

"Izin PKS ini bupati semuanya, hampir merata di seluruh kabupaten/kota di Riau," imbuhnya. 

Ditanya nama-nama PKS tersebut, Hardianto belum mau menyebutkannya. Hal itu, lanjut dia, menunggu disampaikan pada rapat paripurna DPRD Riau.

"Pansus sudah pernah melakukan rapat dengan ratusan perusahaan perkebunan sawit, hutan tanaman industri, dan pertambangan. Masih menyisakan 200 lebih perusahaan perkebunan sawit dan pertambangan," sebutnya.

Katanya, pihak Dewan akan tetap mengupayakan selesai menjelang masa reses akhir tahun nanti tetap diselesaikan, "jika pembahasan belum selesai dilakukan, namun waktu sudah habis, maka bisa minta arahan dari Badan Musyawarah (Banmus) yang sudah mengagendakan kegiatan Pansus.

"Kalau masih belum selesai hingga November nanti, maka kita akan mengikuti arahan Banmus," ujarnya.

Pabrik tanpa kebun sudah berlebih

Jumlah pabrik kelapa sawit yang tidak memiliki kebun sendiri di Provinsi Riau dinilai telah berlebih. Keberadaan mereka dapat memicu persaingan tidak sehat dalam mendapatkan tandan buah segar kelapa sawit. Dampak lainnya yang bisa ditimbulkan adalah konflik sosial antarpetani, kata H Darmawi Aris SE, Direktur Investigation Coruption Indonesia (ICI) dalam bincang-bincangnya, Selasa (6/4).

Darmawi mengatakan, dari hasil monitoring pansus DPRD Riau saat ini dari 236 pabrik kelapa sawit yang ada di Provinsi Riau, 86 pabrik tidak memiliki kebun sawit sendiri ini sudah tak proporsional.

Di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), misalnya, pabrik CPO dengan kebun sendiri dikelilingi banyak pabrik CPO tanpa kebun dalam radius maksimal 5 km. Darmawi menilai, situasi itu akan melahirkan persaingan tak sehat. Menurutnya, pabrik yang tak punya kebun akan bersaing dengan pabrik lain yang memiliki kebun untuk mendapatkan tandan buah segar (TBS). Dikhawatirkan terjadi pencurian TBS akibat persaingan harga antarpabrik. 

"Awalnya pabrik tanpa kebun muncul dan diakomodasi pemerintah untuk mengatasi tak seimbangnya hasil panen kelapa sawit rakyat dengan ketersediaan pabrik pengolah CPO. Banyak TBS sawit milik petani yang tak tertampung pabrik sehingga petani merugi. Pabrik tanpa kebun dimungkinkan berdiri dengan syarat memiliki kerja sama tertulis dan kontinu dengan petani sawit. Pabrik pengolahan CPO harus memiliki kebun plasma sendiri. Dengan demikian, sumber TBS pabrik tersebut jelas," terangnya.

PKS tanpa kebun mengganggu tata niaga

Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Riau, Gulat Medali Emas Manurung dikontak ponselnya, Selasa mengaku keberadaan Pabrik Kelapa Sawit (PKS ) tanpa kebun bisa mengganggu tata niaga atau harga Tanda Buah Segar (TBS) sawit lantaran patokan harga tidak terkendali.

“Harga tidak terkendali bisa berdampak negatif bagi pekebun sawit. Itu harus menjadi perhatian bersama agar semua berjalan seimbang,” ujarnya. 

Dia menuturkan, masih banyak lahan petani yang masuk kawasan hutan. Luas perkebunan sawit yang berada di kawasan hutan diperkirakan 76% dari total luasan sawit rakyat di Riau saat ini mencapai 1.386.575 hektare.

"Dari masalah ini saja untuk perlindungan petani itu berkaitan legalitas lahan dan persoalan tata ruang belum clear. Masalahnya, masa depan petani menghadapi ketidakpastian tanpa adanya dukungan sikap pemerintah," ungkapnya yang sebelumnya sudah disampaikan pada Seminar “Sawit Riau Dibawa Kemana” di Hotel Gran Suka Pekanbaru.

Menururtnya, selama ini penyebab beroperasinya PKS tanpa kebun di Riau karena tidak mampu menyerap TBS petani atau PKS besar banyak mengalami kendala dan tidak menerima TBS petani swadaya maupun plasma.

“Untuk sementara PKS tanpa kebun bisa menjadi solusi tempat menjual TBS petani, namun tidak boleh dibiarkan terlalu lama,” jelasnya.

"Ada sebagian Pemkab sedang berupaya menutup "loading ramp" yang berfungsi sebagai tempat penimbunan sementara TBS sebelum diolah sebagai penampung TBS petani yang menjadi penyuplai TBS ke PKS tanpa kebun tersebut."

"Namun yang menjadi pertanyaan besar, kata dia, adalah keluarnya izin operasi loading ramp tersebut".

"Siapa yang memberi izin beroperasinya loading ramp, dan PKS tanpa kebun itu. Secara aturan apakah sudah legal".

"Menjadi pertanyaan-pertanyaan besar yang selama ini belum terjawab terkait hal apakah sudah memenuhi persyaratan berdirinya PKS itu," ujar Gulat Medali Emas Manurung. (*)

Tags : Pabrik Sawit Langgar Permentan, Riau, Ditengah Pandemi Jumlah PKS Terus Berlebih,