Internasional   2021/03/09 23:52 WIB

PBB Minta Militer Myanmar Bebaskan Ratusan Pengunjuk Rasa yang Terkepung

PBB Minta Militer Myanmar Bebaskan Ratusan Pengunjuk Rasa yang Terkepung
Bentrokan baru terjadi antara polisi dan pengunjuk rasa di Yangon pada hari Sabtu.

INTERNASIONAL - Perserikatan Bangsa Bangsa meminta junta militer di Myanmar untuk membebaskan ratusan pengunjuk rasa yang diyakini dikepung di dalam suatu kawasan di Kota Yangon .

Pasukan keamanan dilaporkan telah "mengepung" sekitar 200 pemrotes di suatu lokasi di kota Yangon sejak Senin kemarin (8/3). Kantor Hak Asasi Manusia PBB mengatakan mereka berunjuk rasa secara damai dan seharusnya diperbolehkan pulang. Unjuk rasa massal telah berlangsung di penjuru Myanmar sejak militer mengkudeta pemerintahan yang sah pada 1 Februari lalu.

Lebih dari 54 orang tewas oleh pasukan keamanan dalam rangkaian demonstrasi itu. Menurut PBB, sekelompok pemrotes tidak bisa keluar dari suatu wilayah di area Sanchaung di Yangon pada Senin lalu. Polisi pun menggerebek rumah-rumah di wilayah tersebut, mencari orang-orang yang tidak tinggal di distrik tersebut. Penduduk dan media setempat mengungkapkan lewat Facebook bahwa sedikitnya 20 orang telah ditangkap dari penggerebekan itu.

Sejumlah ledakan terdengar di kawasan itu, yang diyakini merupakan suara granat kejut milik militer. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, lewat juru bicaranya, menyerukan agar pihak-pihak di Myanmar "menahan diri semaksimal mungkin" dan "membebaskan semua pihak tanpa ada kekerasan atau penahanan". "Banyak yang tengah terkepung adalah perempuan yang ikut aksi damai dalam rangka Hari Perempuan International," ujarnya.

Kedutaan Besar Inggris di Yangon pun meminta semua pemrotes dibebaskan. Di Yangon, banyak orang awal pekan ini tetap berkumpul di jalan-jalan dengan mengabaikan aturan jam malam. Mereka terdengar meneriakkan, "Bebaskan para mahasiswa di Sanchaung". Menurut kantor berita Reuters, pasukan keamanan menembakkan senjata dan menggunakan granat kejut untuk berupaya membubarkan para pemrotes.

Dilaporkan tiga orang lagi tewas dalam unjuk rasa di penjuru Myanmar Senin kemarin. Mereka sejak bulan lalu turun ke jalan dengan menuntut diakhirinya junta militer sejak kudeta Februari lalu dan membebaskan para pemimpin yang sah, termasuk Aung San Suu Kyi, yang dijungkalkan militer dan kini mendekam di tahanan. Sebelumnya, seorang pengurus partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Aung San Suu Kyi telah meninggal dunia dalam tahanan di Myanmar setelah ditangkap aparat keamanan di Yangon.

Pihak keluarga mengambil jenazah U Khin Maung Latt dari rumah sakit pada Minggu (07/03). Mereka diberitahu bahwa ia meninggal dunia setelah "tak sadarkan diri". Ia secara aktif berkampanye untuk calon-calon anggota parlemen dari NLD dalam pemilu November tahun 2020 dan juga dikenal sebagai sosok yang berkecimpung dalam kegiatan sosial, lapor media setempat.

Ia "dipukuli dan ditendang sebelum diciduk dari rumahnya" pada Sabtu malam (06/03), sebagaimana diungkapkan sejumlah saksi mata kepada media setempat. Foto-foto menunjukkan kain dengan noda darah yang dibalutkan pada kepala pria berusia 58 tahun itu. Pihak berwenang tidak memberikan keterangan kepada media tentang kematian ini.

Protes dan pemogokan massal masih terjadi di Myanmar, menyusul kudeta militer bulan lalu. Pasukan keamanan telah mengambil tindakan keras terhadap demonstran dan setidaknya 55 kematian telah dilaporkan. Dalam perkembangan lain, Myanmar telah meminta India untuk mengembalikan beberapa anggota polisi yang melintasi perbatasan demi mencari perlindungan setelah menolak untuk melaksanakan perintah militer.

Pejabat India mengatakan sejumlah petugas polisi dan keluarga mereka telah melintasi perbatasan dalam beberapa hari terakhir. Dalam sebuah surat, pihak berwenang Myanmar meminta India untuk mengembalikan para polisi dan keluarganya "untuk menjaga hubungan persahabatan". Deputi Komisaris Maria CT Zuali, seorang pejabat senior di distrik Champhai di negara bagian Mizoram, India, mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa dia telah menerima surat dari distrik Falam di Myanmar yang meminta kepulangan para petugas polisi.

Surat itu mengatakan bahwa Myanmar memiliki informasi tentang delapan petugas polisi yang menyeberang ke India. "Untuk menjaga hubungan persahabatan antara kedua negara tetangga, Anda dengan hormat diminta untuk menahan delapan personel polisi Myanmar yang telah tiba di wilayah India itu dan menyerahkannya ke Myanmar," bunyi surat itu.

Zuali mengatakan dia sedang menunggu instruksi dari kementerian dalam negeri India di Delhi. Menurut Reuters, sekitar 30 orang, yang termasuk para anggota kepolisian dan anggota keluarga mereka, telah melintasi perbatasan ke India untuk mencari perlindungan dalam beberapa hari terakhir. Pada hari Sabtu, sejumlah warga Myanmar lainnya menunggu di perbatasan, berharap bisa melarikan diri dari kekacauan tersebut, sebagaimana dilaporkan kantor berita AFP yang mengutip pejabat India.

Militer Myanmar merebut kekuasaan pada awal Februari setelah menahan pemimpin yang terpilih secara demokratis, Aung San Suu Kyi. Beberapa hari kemudian, gerakan demonstrasi sipil dimulai. Banyak orang menolak untuk kembali bekerja dan beberapa mengambil bagian dalam protes di jalan. Pasukan keamanan Myanmar merespons dengan tindakan keras -dengan menembakkan peluru langsung ke pengunjuk rasa yang tidak bersenjata. Militer belum berkomentar tentang kasus-kasus kematian yang terjadi.

Lebih dari 1.700 orang telah ditahan sejak kudeta tersebut, menurut kepala hak asasi manusia PBB Michelle Bachelet, termasuk anggota parlemen, pengunjuk rasa, dan setidaknya 29 wartawan. Bachelet mengatakan angkanya bisa jauh lebih tinggi karena skala protes yang besar dan kesulitan dalam memantau perkembangan.

Profil negara Myanmar

  • Myanmar, juga dikenal sebagai Burma, merdeka dari Inggris pada tahun 1948. Hampir sepanjang sejarah negaranya, Myanmar berada di bawah kekuasaan militer
  • Pembatasan-pembatasan mulai longgar sejak 2010 dan seterusnya, yang mengarah pada pemilihan bebas pada 2015 dan pelantikan pemerintahan yang dipimpin oleh pemimpin oposisi veteran Aung San Suu Kyi pada tahun berikutnya
  • Pada tahun 2017, tentara Myanmar menanggapi serangan terhadap polisi oleh militan Rohingya dengan tindakan keras yang mematikan. Hal ini mendorong lebih dari setengah juta Muslim Rohingya melintasi perbatasan untuk mencari perlindungan ke Bangladesh, peristiwa yang oleh PBB disebut sebagai "contoh buku teks terkait pembersihan etnis"

Tags : PBB, Militer Myanmar, Ratusan Pengunjuk Rasa Terkepung dan Ditahan,