PEKANBARU - Para pedagang menantikan penerapan minyak goreng satu harga di pasar tradisional.
"Sehari menjelang implementasi pada 26 Januari 2022, mekanisme penyaluran masih belum dipahami oleh pedagang."
"Jatah minyak goreng satu harga yang masuk ke pasar-pasar tradisional sangat sedikit, yang banyak hanya stok minyak lama yang harganya masih tinggi. Yakni untuk Rp16.000 hingga Rp17.000 per liter tergantung merek," kata Imron (35) salah satu pedagang tradisional Pasar pagi Arengka, Pekanbaru.
Hingga saat ini para pedagang di pasar-pasar tradisional dan pedagang kedai harian masih menanti minyak goreng satu harga yakni Rp14.000 per liter.
Imron masih menjual minyak goreng kemasan dengan harga lama. Bahkan dirinya tidak berani menjual minyak curah yang harganya jauh lebih mahal.
"Kita ambil barang dari distributor tidak begitu banyak, karena minyak kemasan yang ada cuma stok lama harga lama seperti minyak goreng Sunco Rp 17.000 per liter. Untuk minyak kemasan satu harga belum ada dapat. Saya aja gak berani ambil minyak curah karena harganya masih sangat tinggi yakni Rp 19.000 hingga Rp 20.000 per liter," katanya.
Begitupun Eman, pedang Pasar Sukadjadi juga menuturkan hal yang sama. Ia dan para pedagang lainnya masih menanti minyak goreng satu harga dengan jumlah dan stok yang bisa memenuhi permintaan masyarakat.
"Ada minyak murah, tapi stok tidak begitu banyak. Makanya kita jual yang ada aja tapi harga masih mahal dan daya beli masyarakat pun tidak begitu banyak karena masyarakat lebih memilih mencari di ritel-ritel modern, itupun kalau kebagian karena banyak kita dengar stok di ritel modern cepat habis," singkatnya.
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Pekanbaru, Ida Yulita Susanti mengatakan dia memperoleh informasi bahwa pedagang bisa mengembalikan minyak goreng yang dibanderol harga normal ke distributor.
"Katanya pedagang juga bisa mulai membeli dari distributor dengan harga subsidi ke distributor," kata Ida Yulita Susanti, Jumat (17/2/2022).
Sebelum kebijakan satu harga, dia mengatakan pedagang memperoleh minyak goreng dengan harga berkisar Rp16.000 sampai Rp18.000 per liter.
Ida Yulita Susanti mengatakan keuntungan yang biasa diambil pedagang di tingkat eceran sebesar Rp1.000 per liter.
Dia berharap pedagang tetap bisa mengambil untung jika kebijakan minyak goreng Rp14.000 per liter diterapkan. "Kami ambil untung berapapun tidak masalah, yang penting pedagang pasar tradisional tidak hanya jadi penonton dan bisa memasok juga ke masyarakat," katanya.
Ida Yulita Susanti menyayangkan keterlibatan pedagang pasar yang tidak terjadi sejak awal. APPSI, lanjutnya, menerima sejumlah aduan soal stok minyak goreng di pasar yang tidak laku terjual karena konsumen beralih ke ritel modern.
"Soal pengawasan apakah bisa sampai ke konsumen harga Rp14.000 per liter, akan tergantung pada stakeholder di tingkat daerah. Kami harap tidak jadi penghalang implementasi," katanya.
Tetapi penyaluran minyak goreng subsidi ke pasar tradisional dan warung-warung kecil lebih sulit jika dibandingkan dengan ke ritel modern, kata Drs Lelo Ali Ritonga, pemerhati Sosial.
Menurutnya, ini lantaran proses penggantian harga keekonomian produsen dan harga jual Rp14.000 per liter memerlukan bukti administrasi yang akuntabel ke Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
"Pokok persoalannya, menagih ke BPDPKS harus disertai dokumen yang bertanggung jawab. Artinya jelas. Kalau di pasok ke minimarket dan supermarket jelas, ada NPWP," kata Lelo mengamati. (rp.jon/*)
Editor: Elfi Yandera
Tags : subsidi, pasar tradisional, minyak goreng satu harga, minyak goreng pekanbaru,