PEKANBARU, RIAUPAGI.COM - Kota berjulukkan Bertuah [Madani] jadi negeri seribu parkir yang menakutkan bagi masyarakatnya khususnya mahasiswa.
"Petugas parkir seperti tukang palak yang menakutkan selalu menagih uang tanpa dibaringi karcis retribusi."
“Di sini tuh tukang parkir literally ada di mana-mana. Kaya kemana mata memandang, di situ ada orang yang pakai rompi oren terus di punggungnya ada tulisan tukang parkir”,” kata Zila salah satu mahasiswa di kota berbudaya Melayu, Selasa (13/2/2024).
Pekanbaru belum lama ini punya julukan baru sebagai Negeri Seribu Parkir. Kota yang semula dikenal berbudaya melayu tapi seakan berbudaya tak malu dari pemandangan, kini banyak bermunculan bahkan di warung kecil tukang parkir bak seperti tukang palak.
"Parkir itu sepertinya ada hubungannya dengan program Pemerintah Kota Pekanbaru."
Seperti dikemukakan Zila (21) tak bisa menyembunyikan rasa kesalnya dengan kondisi yang terjadi di kota tempat tinggalnya, Pekanbaru.
Rupanya julukan “Negeri Seribu Parkir” yang baru ia dengar tahun lalu untuk kotanya benar adanya.
Zila merasakan sendiri, jajan batagor di pinggir jalan pun mesti bayar parkir.
“Udah gitu tukang parkir nya nggak ngebantuin sama sekali. Ngeselin banget,” kata mahasiswi yang kuliah di perguruan tinggi terkenal di Pekanbaru.
Zila, tidak habis pikir, jajan di Alfamart dan Indomaret mulai ada yang jaga pakir. Pernah ia cuma ingin beli es krim yang harganya Rp3 ribu, tapi karena ada tukang parkir ia harus mengeluarkan uang Rp5 ribu.
“Bayangin deh tiap jajan harus ngeluarin uang lebih 2.000 buat bayar parkir. Sekali dua kali masih oke tapi lama-lama boncos juga,” kata Zila.
Meski terkesan kecil, uang tersebut sangat berharga bagi Zila dan teman-temannya yang juga merasakan keresahan yang sama dengan masalah parkir di Pekanbaru.
Kondisi ini jadi menakutkan bagi Zila dan teman-temannya karena kadang muncul rasa takut. Apalagi jika ketemu dengan tukang parkir yang nggak ramah.
Zila pernah mengalami pengalaman menjengkelkan lainnya.
Di tempatnya tinggal ada warung sarapan pagi yang jadi langganan keluarganya.
Warung ini terbilang kecil dan secara keamanan juga terjaga karena pembeli bisa melihat langsung.
“Tahu-tahu sudah ada tukang parkir yang nongkrong, ngapain coba, nggak ada fungsinya,” katanya.
Dari sekian banyak pengalamannya dengan tukang parkir, yang paling membuatnya naik darah adalah saat datang tukang parkir saat ia mau pergi.
Awalnya ia nggak mau ngasih, tapi biasanya mereka nyolot. Serasa ia dipalak. Ini yang menakutkan baginya sebagai seorang mahasiswa.
“Temanku punya pengalaman juga, ia datang ke masjid dan diminta uang parkir!” kata Zila. Namun, mungkin karena banyaknya protes, di masjid tersebut sekarang sudah tidak ada tukang parkir.
Beberapa waktu ini ia menemui ada beberapa Alfamart dan Indomaret yang tukang parkirnya sudah nggak ada.
Ia mendengar, tukang parkir tersebut terpaksa mundur karena tidak bisa memenuhi target untuk setor uang hasil parkir ke pihak tertentu.
Terakhir, Zila mengalami kejadian menjengkelkan saat mau mengambil uang di ATM.
Ia sengaja meminta temannya untuk nunggu di pinggir jalan. Ia mengira dengan posisi yang tidak berada di area ATM, semua akan baik-baik saja.
“Awalnya aku mikir nggak bakalan ditagih duit parkir. Tapi inilah yang ngebedain negeri seribu parkir sama daerah lain, tukang parkirnya tetap nyamperin dan minta duit parkir,” kata Zila tertawa.
Kepada Pemko Pekanbaru ia berpesan, kalaupun memang ada program parkir, hendaknya juru parkir dapat pembekalan bagaimana seharusnya bekerja dengan baik.
Bukan sekadar menyodorkan tangan saja tanpa membantu pemilik kendaraan.
Sebutan Pekanbaru serbagai Negeri Seribu Parkir rupanya tidak lepas dari program pemerintah setempat.
Hal ini berdasarkan Peraturan Walikota (Perwako) Nomor 9 tahun 2022 tentang pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah pada Unit Pelaksana Teknis Perparkiran pada 2021 itu.
Penerapan aturan ini menuai polemik di tengah masyarakat Pekanbaru. Hal ini karena sejak berlakunya aturan tersebut, hampir semua ritel, toko, dan tempat usaha serta ruas jalan terdapat petugas parkir.
Kondisi tersebut makin memantik polemik karena dalam aturan tersebut terdapat adanya pembagian dana insentif operasional BLUD UPT Parkir Dishub maksimal sebesar 60 persen.
Artinya maksimal 60 persen dana operasional yang dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) parkir itu, 40 persen untuk biaya pegawai. Misalnya pada tahun 2022, dari total Rp 9,7 miliar PAD parkir, lebih separo atau hampir Rp6 miliar dipotong untuk anggaran operasional.
Sejak pengelolaan parkir melibatkan pihak ketiga target PAD dari perparkiran di Pekanbaru terus naik. Awal September 2021 mulai dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga.
Saat itu untuk PAD dari yang Rp3,8 Miliar naik menjadi Rp6 Miliar. Kemudian di tahun 2022 PAD parkir adalah Rp9,7 Miliar dan untuk tahun 2023 hingga Bulan Oktober PAD parkir sudah mencapai Rp11 Miliar. (rp.ind/*)
Editor: Indra Kurniawan
Tags : petugas parkir, parkir liar, pekanbaru, riau, petugas parkir muka tembok, petugas parkir seperti tukang palak, pekanbarujJadi negeri seribu parkir,